Gadis berambut coklat dengan gaya ikat yang berbeda itu kembali ke kelas. Sejenak ia sempat menjadi pusat perhatian, tapi Mrs. Jennifer tak membiarkan kasak-kusuk mereka bertahan lama.
Andelyn duduk di bangkunya dengan cuek. Jarinya memukul-mukulkan pulpen di bukunya sembari menopang dagu menatap wanita tua di depan sana dengan kacamata bacanya.
"Rambutmu bagus!" bisik Justin.
Andelyn tak bergeming. Ia hanya tersenyum simpul dengan tatapan lurus ke depan. Lagi, senyumnya terlihat aneh saat ujung bibir kanannya terangkat lebih tinggi. Itu seperti bukan gaya senyum Andelyn, biasanya dia akan tersenyum lebar dengan deretan gigi yang terlihat berjajar rapi.
***
Sepulang sekolah, saat kelas bahasa Justin usai lebih dulu dibanding kelas biologi Andelyn, ia bergegas lebih cepat menunggu di loker Andelyn.
Tak berapa lama gerombolan anak-anak yang keluar kelas mulai tampak satu per satu. Terlihat sosok gadis yang wajahnya familier di mata Justin sudah berganti gaya dandanan. Rambutnya kini diurai dan memakai bandana orange sewarna dengan blazer yang ia kenakan. Ia juga tengah sedang mengobrol dengan seseorang. Tak biasanya Justin menemukan Andelyn seperti ini. Baru ia tinggal berlibur dengan Harry saja, Andelyn sudah melakukan banyak perubahan.
"Hai, Kleinstern," sapa Andelyn sembari membuka pintu lokernya begitu Justin menyingkir.
Justin mengernyit. Tak biasanya juga Andelyn memanggilnya dengan nama belakang. Justin berdiri tegap di belakang Andelyn yang masih sibuk. "Tak biasanya kau memakai nama belakangku," protesnya.
Andelyn berbalik sambil menutup pintu kecil lokernya. Mata coklat madunya lurus menantang mata hazel Justin. "Lalu, kau ingin kupanggil apa Mr. Justin Phill Kleinstern?"
Justin semakin bingung. Kenapa posisi mereka menjadi canggung begini. Seolah mereka sedang berkenalan, tentu saja Andelyn cukup memanggilnya Justin seperti biasa. Ada apa dengan dia ini, hah? "K-ka..."
"Wayne?!" panggil Andelyn beralih perhatian. Ia tak menghiraukan lelaki berkulit putih pucat di hadapannya ini. Ia melambaikan tangan ke arah orang lain. Orang yang bahkan seumur hidupnya belum pernah berbicara dengannya, kecuali siang tadi di depan kamar mandi wanita.
Wayne hanya menoleh. Mencari arah suara itu. Andelyn. Aah, hanya Andelyn. Gadis aneh itu lagi. Kali ini dia berani mamanggilnya di depan Justin, soulmate-nya. Ia tak acuh. Lalu kembali melanjutkan langkahnya ke luar lobby kelas biologi.
"Ada apa kau mencari Wayne?" tanya Justin heran mendekati Andelyn.
Gadis itu bergeleng. Lalu menatap Justin nanar. Ditatapnya dari bawah sini laki-laki berwajah maskulin ini. Tulang rahang atas dan bawahnya terlihat tegas dengan kulit putih pucat yang sepertinya sangat lembut itu. "Ayo, pulang!" ucapnya mendahului Justin.
"Kau tak menyeretku?" kata Justin sambil menjulurkan tangannya lemah.
Andelyn mengernyit. Termenung beberapa menit. Lalu berbalik, menarik pergelangan Justin yang kencang.
Justin ganti mencengkeram pergelangan Andelyn yang terasa dingin sekali. Rasanya sakit sekali tangan mungil itu dilumat tangan kekar Justin. Laki-laki itu memperhatikan tangan Andelyn, dibolak-baliknya tangan lemas Andelyn.
Terlihat memutih dan pucat. Berbeda dengan kulit putih pucat Justin yang memang sudah menjadi jenis kulitnya. Selain itu, ujung jarinya terlihat membiru. Tampak dari kuku-kukunya pun membiru.
"Apa kau sakit?" Justin melotot. "Kau merasa kedinginan?" Ia menempelkan telapak tangannya ke dahi Andelyn.
"Tidak. Aku baik-baik saja," jawabnya menyingkirkan seluruh tangan Justin yang masih menyentuhnya. "Aku mau pulang," ucapnya sembari mencari celah.
KAMU SEDANG MEMBACA
R.I.P Andelyn
HorrorPernahkah kau berjalan melewati makam? Pernah mencoba menghitung jumlah gundukan tanah di sana? Atau, pernahkah kau merasa mereka menemukanmu hanya karena kau menoleh ke arah angin yang tak tampak itu? Jika jiwamu rentan, jangan sekali-sekali menole...