Suara mesin mobil Justin memecah keheningan. Ethan lekas menyusuri anak tangga rumahnya, ia menoleh jam kayu besar yang berdiri di depan ujung anak tangga, jarum jam sudah menunjukkan jam 1 malam. Ia kemudian memelankan langkah kakinya dengan terus mengikuti arah jarum jam yang terus berputar. Tiba-tiba terbesit ketakutan jika itu bukan Andelyn.
Ethan, lekas keluar! Seolah benak Ethan berbisik pada dirinya sendiri untuk meyakinkan diri.
Mata coklat satu Ethan terpejam di balik pintu. Jemarinya masih ragu untuk memutar panel pintu. Ia menghela napas panjang, memberanikan diri untuk melihat siapa yang sedang dibawa Justin.
"Ethan, Andelyn masih menggigil!" teriak Justin dari dalam mobil.
Ethan menemukan Andelyn yang terkulai lemas di jok sebelah Justin. Ia bergegas berlari ke arah pintu mobil Andelyn, lalu membopong adiknya. "Jangan sampai Mommy tau!" pinta Ethan sembari setengah berlari menggendong Andelyn ke dalam rumah.
Justin mengangguk. Ia mengikuti langkah Ethan perlahan, seminimal mungkin ia tak menimbulkan suara gaduh. Tengah malam seperti ini, napasmu pun akan mudah didengar seluruh komplek.
Ethan membaringkan Andelyn ke ranjangnya. Selimutnya hampir menutupi sebagian wajahnya. Sementara Justin menghidupkan penghangat ruangan. "Terimakasih," ucap Ethan.
Justin menatap Ethan yang sedang sibuk memperbaiki posisi Andelyn. Ia tertegun, gusar. Kemudian ia memberanikan diri angkat bicara, "ada apa ini?"
Ethan beranjak, ia masih memunggungi Justin. Kemudian menghela napas, "pulanglah, ini sudah malam." Ethan meninggalkan Justin sendirian.
Tepat, sebelum Ethan memutar gagang pintu kamar Andelyn, Justin menahan lengannya. Ia berbisik tepat di belakang Ethan, "aku sudah sering terlibat, tapi tak pernah tau masalahnya."
Ethan terdiam menunduk. Kemudian menoleh menatap Andelyn yang terbaring dalam selimut bergantian menatap Justin. "Ikuti aku," ucapnya sembari mendahului Justin. Perlahan, ia membawa Justin ke taman belakang rumahnya.
"Justin, apa kau percaya sesuatu semacam hantu?"
Justin terdiam. Mengingat beberapa hal aneh selama ini, rasanya ia mempercayainya meskipun ia tak ingin. Ia sedikit ragu, namun akhirnya mengangguk juga.
"Kurasa, ada wanita yang memanfaatkan tubuhnya," terang Ethan. "Kau tau? Andelyn rentan untuk dimanfaatkan seperti itu."
Justin terdiam. Mengingat beberapa kejadian yang selama ini terasa aneh, ketika Andelyn selalu mengejar Wayne. Mungkinkah? Wanita yang dimaksud Ethan itu adalah Cassandra? Justin terdiam mencoba membuat kesimpulannya sendiri. Namun, perlahan ia sangat yakin dengan kesimpulannya, bahwa yang dimaksud Ethan adalah Cassandra.
Entah, mengapa Cassandra memilih Andelyn, sementara mereka tidak pernah akrab sekali pun. Bahkan sesekali Cassandra membully Andelyn, dan Andelyn pun tak pernah akrab dengan siapapun. Jiwa seseorang yang telah mati, apakah tidak akan pernah berubah? Semasa hidup Cassandra yang sering menyusahkan Andelyn, harusnya tetap ia lanjutkan hingga kematiannya? Justin menghela napas memikirkan semua itu. Seandainya ia bisa menggantikan Andelyn, ia pasti akan melawan Cassandra. Tiba-tiba saja Justin menjadi merasa kesal dengan sifat lemah Andelyn. Ia tak pernah tau alasan Andelyn menjadi lemah, yang ia tau hanyalah ia tak pernah habis pikir dengan orang-orang yang tak mau mencoba melawan orang-orang yang menindasnya.
***Wayne tiba-tiba lenyap, meninggalkan Cassandra yang tinggal dalam boneka. Di tengah jalan, boneka itu tak bertuan secara tiba-tiba. Ia seperti hilang tertiup angin dan tak meninggalkan jejak.
Tampak sesosok Noah terdiam di tengah kegelapan. Ia terduduk dengan kepala menunduk, namun tanpa diketahui lawannya, ia sedang menatap tajam lurus. Bak seekor yg tikus yang diumpankan pada kucing. Wayne terpojok dengan sedikit gemetar karena tiba-tiba berada di ruang kamar Noah, ya, ia sangat mengenal ruang ini. Meski ia sering berurusan dengan hal aneh semacam ini, tapi keadaannya yang bertentangan dengan Noah pasti membuatnya merasa terancam. Bagaimana jika-jika terjadi penyerangan tiba-tiba padanya, sementara Lucifer memihak Noah dan ia hanya seorang diri. Wayne merasa terkhianati oleh sahabatnya, tanpa ia tau permasalahan kekasih dan sahabatnya itu, ia menjadi korban. Wayne yang dahulu selalu memuja-muja Lucifer, hanya karena permasalahan Noah dan Cassandra ia menjadi merasa ketakutan akan murka Lucifer.
"Wayne," Noah angkat bicara sembari beranjak dari duduknya. Ia melangkah perlahan mendekat dengan suara langkah kaki yang terdengar menggema di telinga Wayne. "Berhentilah menjadi bodoh," lanjutnya.
Wayne tak bergeming seolah ia menunggu kedatangan Noah di hadapannya.
"Jika kau tak ingin terluka dan merasa sakit hati," Noah semakin membuat Wayne kebingungan.
"Kau membantu Cassandra membalaskan dendam padaku? Sementara kau tak tau alasan Cassandra membenciku. Bukankah begitu?" ucap Noah yang hampir berhadapan dengan Wayne. Ia melangkahkan kakinya untuk terakhir kali, tepat di secercah cahaya dari lampu yang masuk melalui jendela yang tak tertutup gorden.
"Karena kau yang membunuhnya," jawab Wayne sembari maju satu langkah mendekati Noah. Beradu mata dengan sahabatnya itu.
Noah tersenyum kecut, lalu terkekeh kecil. "Lalu kau ikut membenciku?"
"Bagaimana menurutmu?" jawab Wayne.
"Sayang sekali. Aku merasa ini tidak adil." Noah mengangkat alisnya sembari menatap Wayne. "Seharusnya bukan hanya aku yang kau benci, tapi juga Cassandra. Seharusnya, kau tak perlu susah payah ikut campur dengan urusan kami."
"Kau sahabatku, Cassandra pacarku. Lalu, mengapa aku tidak berhak ikut campur?"
"Karena kau pasti akan terluka jika mengetahui kenyataannya."
"Apa?"
"Sungguh? Kau ingin tau?"
"Jangan membuang-buang waktu dengan permainan konyolmu!" Wayne menarik kerah baju Noah. Ia menatap tajam lawan bicaranya itu, namun sepertinya Noah tak terpancing. Ia tetap tenang menanggapi tatapan tajam Wayne.
Noah menggenggam tangan Wayne, perlahan ia melepaskan tangan Wayne dari kerah bajunya. "Cassandra mengkhianatimu. Ada aku dalam hubungan kalian, tidakkah kau menyadarinya?" Noah mengangkat ujung bibir kanannya.
Wayne langsung meninju rahang kanan Noah hingga tersungkur. "Lalu kenapa kau membunuhnya?"
"Karena dia mengkhianatimu."
"Tidak sadarkah? Kau juga mengkhianatiku. Jadi, haruskah aku membunuhmu juga?"
Noah terkekeh sembari beranjak dari lantai dengan tergopoh. Ia mendekat ke arah Wayne. "Kau tak akan membunuhku jika masih menginginkan kehidupan."
Wayne menatap Noah tajam, tak mengerti dengan maksudnya. Namun, sepertinya Noah pun menyadari bahwa Wayne kebingungan.
"Lucifer ada di belakangku, Wayne. Dengan kata lain, kau bukan tandingan kami. Pulanglah. Lupakan Cassandra, tinggalkan dia. Biarkan dia membusuk dengan dendamnya. Hiduplah dengan tenang dan aku tak akan mengganggumu lagi!"
Wayne masih mengepalkan tangannya. Tatapannya tajam ke arah Noah, memikirkan segala hal yang pernah mereka lalui seolah tidak pernah terjadi sebelumnya. Seolah ia tak pernah mengenal Noah, ia menyesali semua kejadian ini. Ia menyesali kehancuran persahabatan mereka bertiga, entah sejak kapan sebenarnya kehancuran itu dimulai. Ia baru menyadarinya sekarang.
Noah membukakan pintu, menunggu Wayne meyakinkan diri untuk mengikuti usulnya.
***"Wayne? Dari mana saja kau?" Cassandra menunggu di samping boneka tempat tinggalnya. Tetap saja, Wayne tak mampu mendengar dan melihat Cassandra. Wanita itu terpaksa kembali dalam bonekanya, ia bahkan harus menggerakkan Boneka itu agar Wayne melihatnya. Tapi sepertinya Wayne mengabaikannya. Lelaki itu tetap berjalan melewati boneka itu, ia hanya sekilas menatap boneka yang terlantar di tepi jalan.
"Wayne!!!!" Cassandra berteriak sekerasnya, meski ia tau bahwa Wayne tidak akan bisa mendengarnya. Amarahnya memuncak dengan napas yang menderu. Namun kemudian ia meredamnya begitu melihat Wayne menghentikan langkahnya. Lelaki itu menoleh ke arah boneka itu, "Cassandra, aku tidak akan ikut campur dengan masalahmu dengan Noah. Aku tidak akan berurusan lagi dengan pengkhianat seperti kalian berdua," ucap Wayne lalu melanjutkan langkahnya.
Cassandra bergegas mencari tubuh Andelyn. Itulah satu-satunya jalannya. Ia tidak akan peduli jika tubuh Andelyn tak mampu lagi. Hingga ia bisa membunuh Noah, ia tidak akan keluar dari tubuh Andelyn apapun ancamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
R.I.P Andelyn
HorrorPernahkah kau berjalan melewati makam? Pernah mencoba menghitung jumlah gundukan tanah di sana? Atau, pernahkah kau merasa mereka menemukanmu hanya karena kau menoleh ke arah angin yang tak tampak itu? Jika jiwamu rentan, jangan sekali-sekali menole...