Salut untuk Diyana, Sofi dan Sindi. Mereka bertiga adalah teman satu geng saat di bangku kuliah. Dan ketiganya kini sukses mendirikan kantor Event Organizer yang berdiri tunggal tanpa bernaung dengan bangunan perkantoran lain. Tamma memarkir kendaraannya di depan kantor tersebut. Sudah menjadi rutinitasnya saat jam makan siang ia gunakan untuk berkunjung kemari.
Ada sesuatu yang langsung menarik perhatian lelaki itu begitu keluar dari kendaraannya, sebuah mobil sport yang hanya bisa dimiliki oleh orang tertentu. Hampir satu menit Tamma membuang waktunya untuk memandangi mobil dengan nomor polisi wilayah kota Malang N 3 BG, sebelum memutuskan untuk memasuki gedung Disos Madak.
"Mas Tamma!"
"Sof!"
"Nyari Diyana?" tanya perempuan yang berstatus sebagai sahabat istrinya itu.
"Nyari kamu!" jawab Tamma sekenanya.
"Ish, bisa banget bercandanya."
"Eh, mobil siapa di depan?" Tamma sedikit merendahkan suaranya.
"Mobil?" Sofi tampak bingung, tapi detik kemudian dia sadar sesuatu. "Maksudnya mobilnya Ben?"
"Ben siapa?" tanya Tamma lebih lanjut.
"Halah, itu loh ... Ben Garry. Dia lagi makan siang di kantin sama Diyana. Disamperin aja sana!"
Baiklah, tujuan Tamma kemari memang ingin mengajak istrinya makan siang bersama. Sesampainya di kantin, lelaki itu tidak mendapati keberadaan perempuan yang dicarinya. Tamma melirik arlogi sudah menunjukkan pukul 12 lewat, ia memutuskan untuk melakukan ibadah zuhur terlebih dahulu sebelum kembali mencari istrinya.
"Terimakasih, Auntie."
"Sama-sama, Sayang."
Langkah Tamma terhenti saat akan berbelok memasuki teras musala, ia mundur selangkah dan berdiam di balik tiang. Di teras itu istrinya bersama dengan seorang laki-laki dan satu balita tengah bercakap-cakap.
"Dia nggak ada pantangan makanan ya? Anakku umur segini dulu belum masuk sama es krim, ciki, makanan kemasan apapun itu."
"Masa? Dampaknya apa?"
"Anakku batuk nggak sembuh-sembuh, Ben. Habis dia kelar ASI umur dua tahun, aku coba susu sapi kan, dari situ mulai dia batuk. Aku pikir ya batuk biasa. Tapi lama nggak sembuh-sembuh, bolak-balik ke dokter. Ternyata dia ada alergi susu sapi. Aku setop susu sapi, disuruh ganti soya. Intensitas batuknya udah lebih berkurang, tapi aku kurang puas dong. Ini batuk nggak sembuh-sembuh, why gitu? Sampai Sofi nyaranin buat tes alergi, ternyata bener, selain susu sapi dia juga alergi cokelat, ciki, daging sama telur ayam, debu, dingin dan masih banyak lagi."
"Wah. Repot juga hahahaha."
"Banget. Mana si Shabira ini seneng banget sama telur, itu yang jadi pantangannya coba."
"Sampai sekarang?"
"Sekarang udah lebih berkurang sih. Dia rutin renang sama kegiatan yang bikin dia jadi semakin sehat."
"Baguslah. Mungkin juga karena semakin bertambahnya usia daya tahan tubuhnya jadi makin kuat."
"Iya."
"Kalau Kheysa dari bayi aman-aman aja. Keluhannya paling kalau lagi flu, makanan yang masuk lebih aku batesin. Repotnya sampai sekarang kadang dia masih suka mengigau tiap malam."
"Ah, itu karena dia butuh belaian seorang Ibu. Cariin Ibu baru lah buat Keysha, biar ada yang bantuin kamu ngurus Kheysa gitu."
"Ck! Diyana, Diyana ... coba deh ubah mindset kamu. Kamu terlalu lama hidup sama laki-laki yang gampang nikah makanya mikir semua laki-laki itu sama. Nggak semua laki-laki gampang ngucapin ijab kabul untuk perempuan. Apalagi sekarang aku punya Kheysa yang lebih penting aku pikirin ketimbang kebutuhanku sendiri. Eh, tapi ... kalau kamu mau jadi Ibu barunya Kheysa, akan aku pertimbangin sih."
"Gendeng!"
"Tapi nanti ya, nggak sekarang. Kalau kamu udah sendiri. Aku nggak mau disangka ngerebut istri orang hahahaha."
Tamma melempar jas hitamnya dengan serampangan ke atas sofa, lantas berkacak pinggang sambil menatap nanar lantai ruang kantor milik Diyana. Hingga kini amarah masih menguasai dirinya. Mengentak jantungnya secara abnormal dan menyentil ego.
Baru saja menghempaskan badannya di sofa, Tamma kembali berdiri seraya mengusap-usap kasar wajahnya. Lelaki itu menarik napas panjang dan mengeluarkannya pelan. Ia tidak ingin terlihat kekanakan saat dikuasai oleh rasa cemburu. Tamma akhirnya terduduk lemas dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Tenang, tenang ...." Bisiknya untuk diri sendiri.
Tamma tidak tahu persisnya hubungan yang dijalin Diyana dengan laki-laki itu saat dulu mereka masih sama-sama berstatus mahasiswa. Yang Tamma ketahui mereka memang sangat dekat, dulu ia sering mendapati keduanya jalan bersama. Saat itu Tamma sudah memiliki seorang kekasih, meski tak jarang pula ia mencuri pandang dan bahkan sengaja mencari tahu identitas gadis yang menjadi adik tingkatnya itu. Tamma tidak menampik bahwa pesona seorang Diyana mampu menumbangkan ketagasan dan komitmennya hanya dalam waktu singkat.
"Mas, kamu di sini? Kok nggak ngabarin? Udah lama?"
-TAMAT-
Baca kelengkapan ceritanya di aplikasi Karyakarsa. Terima kasih. 🫶
KAMU SEDANG MEMBACA
Senapas Tiga Cinta (TAMAT)
Roman d'amourDiyana tahu lelaki yang dijodohkan oleh Ibunya sudah memiliki seorang kekasih. Meski begitu Diyana tidak pernah menolak. Karena setelah mereka menikah, tidak susah membuat Tamma jatuh cinta padanya. Sepuluh tahun rumah tangga yang dijalani sangat ba...