Act 6 : 勇気

145 25 18
                                    

"Kamu serius?"

Aska mengangguk mantap ditanyai Lingga. Bocah berseragam putih abu itu melakukan pemanasan sebelum berhadapan dengan Joan. Ia meregangkan sendi-sendinya sambil mengarahkan tatapan mata pada si jangkung yang malah santai-santai saja berdiri dengan tampang mengesalkan. Jelas sekali, ia meremehkannya.

"Semangat ya." Lingga menepuk bahu Aska, cuma itu yang bisa ia lakukan. Lalu duduk di samping Eugene, bergabung sebagai penonton.

"Ambil pisaunya." Joan mengarahkan dagunya ke atas. "Kalau lo bisa nancepin pisau ini ke dada gue, lo resmi jadi anggota Tim Elang."

"Liat aja, aku bakal bikin Kak Joan bertekuk lutut." Jemari Aska mulai mengambil pisau yang tergeletak di bawah, namun belum apa-apa Joan sudah meninjunya dari arah atas. Untung saja Aska sigap menangkis tinju itu. "C-curang!"

Senyuman Joan semakin mengembang, penuh rasa puas bagai predator yang menemukan mangsanya.

"Ternyata begitu cara mainnya." Menggunakan teknik taekwondo yang pernah dipelajari, Aska melayangkan kakinya ke wajah Joan. Aska pikir, ia akan berhasil pada percobaan pertama...

"Ugh!" Sayang sekali, kenyataan berkata lain, si pirang langsung meringis melihat lengan Joan yang menjadi tameng lalu menangkis kaki rampingnya dengan mudah. Tidak cukup begitu, sebuah tinju kembali Joan arahkan kali ini mengenai perutnya.

Pisau yang Aska genggam terlepas, pijakannya runtuh. Seperti tidak memberikan kesempatan pada lelaki berambut pirang itu Joan menendangnya, membuat tubuh Aska terlempar jauh menabrak puing-puing.

"S..sial..." Aska berusaha bangkit. Mengabaikan rasa nyeri di sekujur tubuh. Sumpah serapah mulai keluar dari mulutnya. Batinnya pun terus-menerus mengutuk Joan. Di samping itu ia juga marah pada diri sendiri karena restartnya belum bekerja. 

"Gue belom apa-apa, loh." Joan berlari mendekati Aska untuk melakukan serangan kedua. Mati-matian Aska menghindari pukulan dan tendangan bertubi-tubi.

Bagaimana ini? Ia harus mengambil pisau itu, tapi Joan menghalanginya.
Sudah kehabisan akal, ia lantas berteriak kencang menerjang Joan. Lagi-lagi lelaki bertubuh jangkung itu mampu menahannya.

Bermodal nekat dan pantang menyerah, si rambut pirang kembali melayangkan tinju ke arah wajah Joan kemudian meleset. Tinju ke-dua yang dilayangkannya gagal juga. Kali ini, tendangan sabit ke arah kepala, itu pun digagalkan dengan mudahnya oleh Joan.

"Cuma segini kemampuan lo? kalau gitu jangan coba-coba masuk ke tim Elang."

"Berisik!"

Joan menarik kedua lengan Aska secara paksa lalu mengunci pergerakannya.

Aska meronta-ronta mencoba melepaskan diri dari jeratan Joan,"Lepas!"

"Lepas sendiri, masa gak bisa."

Akhirnya Aska membenturkan kepalanya, menabrak kepala Joan.

"Aish! kepala lo keras," ringis yang lebih tua. Pada saat itu, Aska melompat dan menendang kepalanya. Namun belum sempat menyentuh target, Joan menghindar.

Dalam diam Lingga dan Eugene menonton pertarungan. Saking seriusnya mereka sampai tidak bisa berkomentar apa-apa. Habisnya ini terlalu menarik. Komandan mereka melawan anak SMA berumur enam belas tahun.

"Lo ngalangin." Joan mengangkat tubuh Aska kemudian membantingnya. Tak tanggung-tanggung kepala lawannya itu sampai menghantam aspal.

Aska bisa merasakan sesuatu yang hangat mengalir mengotori wajahnya, Darah.

"Urgh..." Rasa sakit di kepalanya benar-benar tak tertahankan. Ia sampai tidak sadar Joan sudah selangkah tepat di dekatnya kemudian menginjak betis milik Aska.

•[Restart]•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang