Act 10

108 10 0
                                    

"Malam ini kita sibuk, nih."

Bisa-bisanya seorang Eugene berbicara santai begitu, padahal ia baru saja didiagnosa 'kehilangan kemampuan restart' oleh Dokter Lucas. Tapi, coba lihat kelakuannya sekarang, cowok berambut half up itu tengah duduk lesehan di parkiran basement sembari menggosokkan pedang keramat milik keluarga Sakai menggunakan tali nilon, diiringi siulan lagu naik-naik ke puncak gunung. Lebih hebatnya, beberapa saat lagi ia akan pergi dengan kondisi fisik yang tidak memungkinkan seperti itu, menghadapi dunia luar yang mana...musuh bisa muncul kapan saja di luar prediksi.

Naresh menghela napas panjang.

Tadi, setelah mendengar cerita soal obat racikan milik Lintang, Dokter Lucas sepertinya jadi bersimpati kepada Eugene, kemudian perkataan ini lolos dari mulutnya, "Coba aja obat itu ada di tangan saya..." raut wajah Dokter Lucas seakan menggambarkan kalau ia ingin mencari cara untuk memperbaiki situasi ini, namun juga sempat terpancar ekspresi ragu karena ia tidak tahu apakah usahanya itu akan membuahkan hasil atau tidak. Gara-gara mendapatkan sedikit harapan, Eugene jadi menawarkan diri untuk mengambil sampel obat yang ada di TKP.

Jelas, ada sedikit pertentangan di antara mereka. Terutama Naresh yang paling banyak menentang.

"Seriusan? Kondisi lo ini agak beresiko! biar gue aja."

"Gue emang gak bisa restart, tapi bukan berarti gue lemah. Sebentar aja, gue pasti balik lagi ke sini."

Dan ya, setelah berunding lama dengan Si kepala batu itu semua orang akhirnya pasrah, membiarkan Eugene melakukan apapun sesuka hati. Dengan catatan, Lingga ikut mendampingi.

"Lingga, Eugene, inget! jangan sampe kalian berurusan sama tim gagak. Kalo ketemu sama mereka, lo berdua harus kabur. Apapun yang terjadi, pokoknya kalian jangan kebawa suasana. Saat ini kita ada di posisi yang gak menguntungkan." Naresh memperingati Lingga yang sedang memanaskan motor hasil curian, serta Eugene yang sedang mengasah pedang, "Paham?"

"Iya, Nana sayang-adaw!" Tinju langsung melayang ke arah kepala Eugene, "Jangan kasar-kasar, dong."

Naresh mendecih lalu menyodorkan lima tabung kecil berisi cairan berwarna bening, "Nih, bawa."

"Apa, nih? obat? kapan lo buatnya?"

"Gak usah banyak nanya. Pokoknya bawa aja. Obat ini gak bisa ngebunuh tim gagak, tapi bisa ngebuat mereka pingsan selama kurang lebih setengah jam. Lumayan buat kalian pake kabur."

"Wah, Nana emang pengertian!" Eugene menyusupkannya ke dalam tas Lingga, "Kalo gitu, kita pamit, ya-"

"Kak Eugene!" Suara langkah kaki tergesa-gesa disertai seruan yang memanggil nama Eugene membuat ketiga orang itu menoleh. Ternyata Aska yang memanggil. Ia berlarian ke arah Eugene, di belakangnya ada Joan, Aisha, dan Mingi yang menyusul. Begitu sampai di hadapan Eugene, Bocah SMA itu menyerahkan sebilah katana sambil ngos-ngosan, "Ini pedang kakak."

"Loh, kok dibalikin?"

"Aku gak bisa nerima barang sepenting ini, apalagi aku belum punya kemampuan yang mumpuni."

"Gak papa, simpen aja buat latihan."

"Tapi...Kak Eugene juga perlu ini buat ngelindungin diri kakak!"

Rupanya, bocah SMA itu mengkhawatirkan Eugene, ia jadi sedikit tersentuh, dan memberikan reaksi 'terharu' dengan mengacak-acak rambut Aska, "Lo orangnya perhatian, ya. Oke deh! kalo misalkan udah ngerasa jauh lebih kuat, ambil aja di gue!"

Aska nyengir lebar, "Siap!"

Kemudian, tidak ada angin topan ataupun hujan petir, tumben-tumbenan Sang Komandan merangkul Eugene, "Hm, kenapa komandan? ada kata-kata motivasi yang pengen lo sampaikan ke kita?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

•[Restart]•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang