Act 8: 不安心

137 27 17
                                    

welcome back di ff ini, walaupun membosankan hope kalian enjoy~

.................................

Januari 2121,

"Lo gak pernah berpikir untuk berhenti jadi anjing pemerintah?" Sang komandan pasukan gagak mengangkat sebuah topik yang membuat Joan termenung menatap puntung rokoknya. Memperhatikan kepulan asap yang terbang ke angkasa. Begitu mudahnya asap itu pergi melewati pagar tinggi yang membatasi laboratorium.

"Ini udah jam lima sore, lo ada jadwal pengecekan restart, kan? Dirga."

"Lagi-lagi lo menyangkal." Pria bertubuh pendek itu berkacak pinggang.

"Ini tentang orang tua lo, ya," tebak Joan. "Apa yang terjadi kemaren? lo diberi kesempatan buat pulang ke rumah kan?"

"Mereka gak mengakui gue dan menganggap gue monster."

"Mereka secara terang-terangan ngomong begitu?"

"Iya."

"Ah..." Sekalian memberikan reaksi, Joan menghembuskan asap rokoknya. "Kalo gitu simple caranya, gak usah mikirin mereka. Gak usah berkunjung lagi."

"Lo mungkin mudah ngomongnya."

"Seenggaknya mereka to the point, gue bakalan bersyukur kalo jadi lo. Gak di gantungin."

"Ini bukan cuma tentang masalah orang tua, Joan. Tapi emangnya lo enggak muak diperlakukan gak manusiawi kayak gini?"

"Muak."

"Lo gak mau bebas?"

"Mau."

"Terus kenapa lo diem aja?" Joan menyipitkan matanya, Dirga sekalinya membuka mulut pasti akan susah tertutup kembali, "Ini konyol, mereka menjadikan kita sebagai objek percobaan, katanya sih untuk melindungi warga. Tapi apa harus kita diperlakukan gak adil begini?"

"Emang apa rencana lo?"

"Kita akan memberontak dan ke luar dari sini."

"Pasti bakal ada pertumpahan darah."

"Yang penting kita bisa kabur."

"Gue lebih baik di sini. Dosa gue udah banyak." Dirga seakan tidak puas mendengar jawaban Joan. Kemudian Joan menjelaskannya dengan lebih tegas, "Gue mau menebus dosa itu."

"Nyawa enam orang dibayar dengan nyawa warga new batavia yang lo lindungi, itu maksud lo?"

Joan menyenderkan kepalanya, matanya tertuju pada pekarangan laboratorium yang tandus. Namun, pikirannya malah tertuju pada masa lalu, saat di mana darah membanjiri lantai keramik ruang tamu milik keluarga Lee, juga membuat tubuh Joan lengket. Bau amis itu pun masih tercium dengan jelas, padahal sudah tiga tahun pasca kejadian.

Sesaat ia terbungkam, lalu setelah beberapa detik bergulir, ia menjawab dengan satu kali anggukan.

"Terserah deh. Gue pergi." Dirga berjalan pergi sembari melambaikan tangannya asal, "Jangan terlalu sering ngerokok, gak sayang sama umur lo yang masih enam belas tahun?"

"Bukannya kita gak bisa mati?"

"Maksud gue, lo kayak tua bangka kalau ngerokok," ujarnya lalu menghilang di belokan.

***

"Uwaaa! a-ampun! istirahat dulu bentar--Kak Eugene!!"

Teriakan Aska menggelegar, memenuhi lapangan. Alasan ia berteriak kesetanan begitu jawabannya hanya satu, Sakai Eugene. Cowok keturunan samurai itu tengah mengayunkan pedangnya secepat kilat. Bergerak lambat sedikit tubuh Aska bisa tercincang.

•[Restart]•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang