3. Done

480 45 20
                                    

Val tahu, ini saatnya dia berpura-pura menikmati semuanya. Tapi setiap gerakan pria itu begitu menyakitkan. Val mencoba memeluknya, tapi dalam beberapa detik kemudian dia mendorongnya lagi.

"Sebentar," rintih Val. Setelah beberapa detik, pria itu membelalakkan mata dan menyingkir dari tubuhnya.

"Gila! Kamu belum pernah ... sial!" serunya lebih dari terkejut. Nafas Val masih memburu, tapi Dixon menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Maaf," bisik Val.

Sekelebat wajah Ping yang membelalak melintas di kepala, bergantian dengan wajah Virla yang memelas. Bagaimana bisa di saat seperti ini justru tampang mereka yang hadir dalam pikirannya?
Ini memang belum terlambat! Val masih bisa menghentikannya sekarang!

Tapi ... tidak dengan kehangatan pelukan pria itu, tatapannya yang menghunjam tubuhnya, membuat Val berhenti berpikir. Dia menutup mata, membiarkan sentuhan-sentuhan hangat dan lembut pria itu mengambil alih kesadarannya. Antara sadar dan tidak, Val mengangkat lehernya, berusaha memusatkan seluruh indera perasanya pada sentuhan dan bibir pria itu di seluruh tubuhnya.

"Ajari aku," bisiknya serak.
Untuk beberapa detik dia tersadar akan permintaannya sendiri saat bibir dan jemari pria itu menyentuh lehernya, menjelajah sampai seluruh inci tubuhnya.
Bagaimana bisa dia memintanya pada Dixon? Bagaimana bisa dia menyerahkan seluruh dirinya kepada orang yang akan dia tinggalkan?

"Jangan berpikir," bisik pria itu di telinganya, seolah mendengar suara-suara di kepala gadis itu.

Val menutup mata, membiarkan nalurinya mengambil alih. Ini tak akan lama, dan dia akan menikmatinya. Tangannya mendekap pria itu semakin erat saat campuran berbagai perasaan menghanyutkan dirinya.

Val seperti dibawa naik, melambung sangat tinggi sampai dia takut jatuh dan terhempas. Gadis itu berusaha mengatur napasnya untuk memenuhi kepalanya dengan oksigen. Begitu banyak rencana di kepalanya, tapi tak pernah terlintas yang seperti ini.

Val merasa dirinya rapuh dan tak berdaya, sekaligus menikmatinya. Dengan rela dan bersemangat, dia menjadi murid patuh yang penuh damba. Semuanya menjadi lebih indah saat pria itu menyelubungi tubuhnya, membagi kebahagiaannya dengan cara yang diinginkan, hingga untuk berapa lama seolah mereka terlepas dari dunia tempat berpijak, saling mengisi dan saling melengkapi.

"Dixon," bisiknya setelah kesadaran Val kembali mengambil alih. Tubuh kekar pria itu memeluknya lebih erat, seolah ingin melindungi perasaannya dari semua yang akan melukainya. Sebuah kecupan lembut di dahi Val membuat air matanya mengalir tanpa disadari.

"Aku di sini," bisik pria itu sambil mengusap pipi Val. "Itu pelajaranmu," bisiknya pelan. Val tersenyum getir sambil mengatur kembali napasnya.

Akhir yang indah sekaligus tragis, saat tubuhnya terpisah dari kehangatan yang melenakan, kembali merasakan udara malam yang dingin. Dia menyadari satu hal penting yang terenggut darinya.
Tubuhnya bisa berhianat.

Berbagai pelajaran di kota sudah Val pelajari demi bisa menguasai pulau ini. Rencananya harus berhasil untuk mengangkat derajat para wanita Herts yang selalu direndahkan dan diremehkan. Tapi dia tak mampu menolak penghianat dalam dirinya sendiri. Perasaannya, keinginan dan kebutuhannya, yang justru melemparkannya ke dalam jerat pria itu.

Tidak!
Pria itu boleh memiliki tubuhnya, tapi tidak dengan perasaannya!

Batin Val bergejolak. Dia seera menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Tapi sorot mata pangeran yang katanya bengis dan kejam itu terlihat begitu lembut. Melihat bibir dan leher pria itu, membuat Val teringat apa yang sudah mereka alami bersama, dan itu membuat jantungnya kembali berdebar keras.

Pengantin Idaman Sang SultanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang