9. Over The Rainbow

248 24 4
                                    

Matahari sudah tinggi saat mereka tiba di Bulbo. Pengawal Dixon masuk lebih dahulu untuk memberitahukan kedatangan Pangeran dan istrinya. Ini memang bukan kunjungan kerajaan biasa. Val seharusnya hanya duduk-duduk di istana, bukan ikut kelayapan bersama Pangeran seperti bayangannya. Apalagi dengan format lengkap seperti ini. Ada pengawal, pelayan, istri, pelayan istri, dan pengawal istri segala. Rombongan yang seharusnya hanya tiga orang, kini jadi dua kali lipat banyaknya.

Tapi Val tak perduli. Dia memang ingin melihat waJah asli kerajaan, dan terlibat di dalamnya. Di samping itu, tentu saja dia ingin berdekatan dengan suaminya. Mungkin kedengarannya lucu, tapi dia ingin pria itu menganggapnya berarti, bukan hanya sekedar teman tidur. Dia bukan guling yang bisa dipeluk sewaktu-waktu, atau pembatas buku yang bisa tercecer di mana saja. Dia ingin menguasai hati pria itu, bukan hanya tubuhnya.

"Kamu beneran jatuh cinta sama dia, ya?" bisik Ping kekerasan. Val mendelik dan melirik pengawalnya yang membawa mobil sambil mengintip dari kaca spion.

"Kamu nggak usah bisik-bisik kalau ngomongnya begitu!" Val cemberut. Si Pengawal terlihat ikutan senyum-senyum dari spion. "Kamu juga nyetir aja, pura-pura nggak dengar!" gerutu Val pada pengawal yang harusnya sibuk dengan stir itu.

Mereka memang berangkat dengan dua mobil jip. Itu bukan permintaan Val, tapi kemauan Dixon sendiri. Pria itu memang sering menyebalkan dan bertingkah aneh. Kenapa sih, mereka harus bawa dua mobil dan berpisah?

Tapi Val tak bisa berbuat banyak. Apalagi perjalanan mereka kali ini cukup jauh. Bulbo adalah daerah penambang kecil di pinggir sungai yang masih banyak terdapat babi hutan. Daerah ini memang dekat dengan hutan dan sungai, meski dekat juga dengan laut. Val membuka kaca jendela besar-besar untuk menghirup aroma pantai yang lembut, dan merasakan segarnya angin pantai yang bertiup. Sampai di belokan dekat hutan, mobil itu masuk ke semacam jalan setapak yang berlubang dan penuh batu.

"Itu tempat apa?" tanta Val sambil menunjuk sebuah pondok kecil yang dindingnya berwarna kuning dan biru. "Itu ATM, kan?" tanyanya pelan.

Pengawal yang mengemudikan mobil mereka terlihat kebingungan. Sementara Ping yang bertugas sebagai pelayan putri terbahak mendengar pertanyaan Val.

"ATM bank apaan, Bu? Di tempat kayak gini juga yang ada toilet umum ... aduh!" Ocehan Ping terhenti setelah Val menarik buntut kudanya. "Lagian, udah tau ini di tengah hutan, memangnya ada babi hutan yang mau nabung?" Ping terkekeh melihat bibir Val yang kian manyun.

Pengawal merangkap sopir yang duduk di samping Ping tak dapat menahan tawanya mendengar ocehan gadis blasteran itu. Sementara Val yang duduk sendirian di belakang, kembali larut dalam lamunannya dengan pemandangan di luar jendela.

"Itu pos penjaga. Tidak semua orang bebas masuk keluar di tempat ini. Kita bisa lolos karena mereka mengenal mobil Pangeran," jawab pria itu.

"Kalau yang itu apaan?" tanya Val lagi, ketika mobil mereka kembali berbelok dan masuk ke semacam perumahan.

"Itu pasar, tempat para pemburu dan pedagang bertransaksi. Di situ juga ada penjual makanan dan obat-obatan tradisional," ucap Sopir. "Mau saya antar ke sana, Tuan Putri?"

Val mendengus. Tuan Putri? Suara panggilan kehormatan itu justru terkesan mengejek, tapi Val tak berkomentar. Dia nenatap pasar itu dengan dahi berkerut.

"Saya nggak mau ke situ. Saya nggak suka pasar," Ucapnya. "Kalau itu pabrik apa?" tanyanya lagi. "Mereka buang limbah di sungai, ya?"

Ping terdiam. Setidaknya kali ini Val benar. Air yang terkontaminasi itu potensial jadi penyebab kasus keracunan di daerah ini.

"Itu pabrik es batu," kata Sopir. Val terus memerhatikan rumah-rumah di pinggiran sungai. "Es batunya dimasak dulu?"

"Saya kurang tahu, Putri. Apa kita turun dan tanya saja ke mereka?" tanya Sopir. Val melirik Ping dan memberi isyarat agar gadis itu turun ke pabrik.

Pengantin Idaman Sang SultanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang