{19}

868 114 9
                                    

"Hah? tapi kenapa?" Intonasinya sedikit meninggi hampir memekik. "Kita sudah pacaran tiga bulan. Kenapa tiba-tiba?" Lanjutnya.

"Gomen, Hajime-kun.. Tapi aku-"

"-aku dijodohkan."

Sizuka kembali tersendat, kali ini Ia sepertinya menangis. Tapi apa daya, perjodohan tidak mungkin dibatalkan, baginya sangat durhaka melawan orang tua yang 'katanya' ingin yang terbaik untuk anaknya.

"Tapi kita sudah berjanji.." Iwaizumi berkata lirih sambil menatap gelang yang pernah diberikan Sizuka untuknya.

Tidak ada jawaban dari sebrang, lalu tak lama terdengar suara misuh-misuh di telfon.

"Gomen, akan kutelfon lagi nanti..!" Lalu sambungan terputus.

Terdiam sesaat, lalu Ia melempar ponselnya ke sembarang tempat, hampir saja terbanting jatuh dari sofa.
Iwaizumi menggigit bibirnya dan mengusap mukanya dengan kedua tangan. Rasanya frustasi, sudah banyak beban ditambah lagi dengan yang baru.

Ia beranjak dari sofa, meninggalkan ibunya yang masih Senyum-senyum senang. Lalu pergi keluar rumah untuk sedikit menenangkan diri.

♤♤♤

Oikawa sampai di apartemennya pukul 9 malam, setelah selesai kuliah dan bekerja part time di salah satu cafe tempatnya kuliah.

Uang yang dikirimkan perbulan sebenarnya sudah lebih dari cukup, tapi Oikawa lebih memilih untuk tidak merepotkan orang tuanya dan bekerja keras sendiri.

Saat ingin membuka pintu yang dikunci, pintu kamar 103 terbuka. Terlihat Michelle yang hanya mengenakan kaus dan celana pendek sedang membawa sebuah kertas ditangannya yang sepertinya akan dibuang ke tempat sampah tepat di depan kamarnya.

Menyadari ada Oikawa ketika Ia menoleh, Michelle pun tersenyum padanya.

Kalau Oikawa tidak lelah sekarang, ingin rasanya Ia mengajak Michelle berbincang bersamanya. Perempuan itu lumayan menarik perhatiannya.

Ia melihat Michelle yang menggumpalkan secarik kertas itu. Saat menunduk untuk membuang sampah, badannya terlihat sedikit membungkuk dan bongkahan bok- ah, Oikawa cepat-cepat menggelengkan kepalanya dari pikiran negatifnya tersebut.

Setelah agak lama memperhatikan Michelle dan perempuan itu hendak masuk kembali, Oikawa berdehem dan itu menarik perhatian Michelle.

"Umm, butuh bantuan?" Pertanyaan itu bukan keluar dari mulut Oikawa melainkan perempuan disebelahnya.

"Ah, uh.." Oikawa yang canggung tidak tau ingin menjawab apa hanya menggeleng. Respon Michelle pun hanya mengangguk.

"Eh, tunggu..!" Perempuan itu berhenti.

Oikawa menarik nafas dalam sebelum berkata, "anu, jika kau lenggang apa boleh kita berbincang? M-maksudku, kau kan tetangga baru aku ingin berkenalan agar punya teman. T-tenang saja, aku bukan orang mesum!" Jelasnya terbata. Oikawa sendiri tidak tahu kenapa Ia berkata seperti itu, salahkan saja mulutnya yang asal berbicara.

Sempat hening sejenak sebelum akhirnya terdengan kekehan kecil dari depan kamar 103. Michelle lalu mengibas-ngibaskan tangannya.

"Hahaha kau lucu. Santai saja denganku, boleh saja jika ingin mengobrol aku selalu ada setiap waktu. Uh, kecuali malam sabtu dan minggu." Ujar Michelle.

Dengan rasa senang yang melebihi gunung Everest dan Burj Khalifa, Oikawa mengangguk antusias. Dan segera setelahnya Ia bersapa jumpa dengan Michelle dan masuk ke kamar apartemennya untuk berguling-guling dikasurnya saking senengnya udah kaya ketemu doi.

Ia sampai lupa dengan sahabatnya yang jauh 18.000 km darinya, Iwaizumi Hajime.

Story Of Our Life [岩及]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang