vi.

988 133 24
                                    

Silver berdiri di ambang pintu, memeluk dirinya sendiri yang dibalut oleh sweater hitam milik Zayn yang sempat Ia pinjam beberapa waktu yang lalu. Tangannya melingkari tubuhnya sendiri dengan kuat, memeluk dirinya sendiri dan diikuti dengan tangisan pelan. Bibirnya terlihat bergetar, dan bahunya tidak bisa diam--naik-turun beriringan dengan napasnya yang terengah-engah karena menangis. 

Zayn terkejut bukan main begitu mendapati Silver yang sedang berdiri di ambang pintu kamar asramanya. Meskipun ini bukan kali pertama Ia melihat Silver dalam keadaan seperti ini, hal ini tetap saja membuatnya terkejut karena Silver tiba-tiba datang jam 3 pagi ke kamarnya. Hell, ada apa ini?

"Z-Zayn." suara Silver terdengar lirih. Sialan, Zayn bahkan bisa merasakan ketakutan yang Silver alami saat ini. Tanpa ada basa-basi apapun, Zayn segera meletakkan lengannya di sekeliling bahu Silver dan menggiringnya masuk dengan cepat. Silver menangis, dan terus menangis. Zayn menggiring Silver untuk duduk di atas ranjangnya, kemudian dengan cepat Ia kembali menuju pintu dan menutupnya, memastikan tidak ada seorangpun saksi mata disana yang melihat ini. 

Zayn segera menyusul Silver yang terduduk. Zayn bisa saja memikirkan bagaimana caranya Silver bisa sampai di tempatnya pukul tiga pagi. Tapi rasanya pemikiran itu hilang begitu saja begitu Zayn melihat Silver yang tidak bisa berhenti menangis. 

Melihat Silver yang tampak begitu hancur.

Melihat Silver yang membutuhkan bantuan seseorang.

Zayn segera menarik selimut tipis miliknya dan meletakannya di atas pundak Silver, setidaknya memberinya sedikit kehangatan karena Zayn tahu jaket itu tidak cukup tebal untuk melawan angin pada pukul tiga pagi. Silver sama sekali tidak mengeluarkan apapun selain tangisannya. Sementara Zayn pun tidak bisa berkata apa-apa, Ia hanya bisa menunggu Silver untuk cukup tenang dan bicara sesuatu. 

Lima menit yang diselimuti oleh keheningan diantara mereka berdua, Zayn menyadari suara tangisan Silver sudah hampir tidak terdengar lagi. Silver menoleh pada Zayn, memperlihatkan mata sembapnya pada Zayn dan menatapnya. 

"Kenapa kau tidak bertanya apapun kepadaku?" tanya Silver.

Zayn terdiam, kemudian menatap ke langit-langit kamarnya. "Pertanyaan apa yang kau inginkan dariku?" 

"Aku tidak tahu." Silver mengangkat bahu sekilas. "Seperti apa yang terjadi padamukau kenapa, atau semacamnya." 

Zayn menggeleng. "Aku hanya berpikir kau membutuhkan waktu untuk terus menangis dan menenangkan dirimu. Sebelum kau tenang dan merasa cukup kuat untuk mengatakan sesuatu, aku akan menunggu." 

Silver tersenyum kecil, menyukai bagaimana cara Zayn untuk tidak melarangnya menangis, melainkan membiarkannya menumpahkan semua beban yang Ia alami dengan cara menangis. Dan Silver suka cara Zayn berkata bahwa dia hanya akan menunggu sampai Silver sendiri yang berbicara.

Tidak ada pelukan yang dilakukan Zayn untuk menenangkan Silver seperti saat pertamakali Silver menunjukan kelemahannya di hadapan Zayn. Namun dengan mendengar Zayn berkata seperti itu saja, rasanya sudah cukup untuk menenangkan Silver.

"Yah, aku rasa caramu itu cukup berhasil. Terimakasih." ucap Silver. 

Zayn hanya mengangguk sebagai respon. Sumpah, Zayn ingin sekali bertanya apa yang terjadi padanya dan kenapa dia memutuskan untuk datang ke tempat Zayn. Tapi Ia sama sekali tidak punya kalimat yang tepat untuk Ia tanyakan pada Silver. 

"Maaf aku tiba-tiba datang kesini. Kau mungkin sangat terkejut sekarang." gumam Silver.

"Kau tidak pernah gagal membuatku terkejut." Zayn berkata sambil tersenyum.

MandalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang