iii.

1.1K 140 16
                                    

Setelah bersusah payah untuk membawa gadis itu masuk, Zayn langsung menidurkannya di ranjang milik Zayn. Pasalnya, sebuah kamar asrama bukanlah kamar yang cukup besar untuk ditempati sofa, televisi besar, dan semacamnya. Jadi dengan sangat terpaksa Zayn menidurkan perempuan yang sudah mengganggunya itu di ranjang milikinya. Entah berpura-pura atau memang beneran pingsan, tapi gadis itu terlihat setengah sadar sedari tadi. Zayn sempat mendengar gadis itu bergumam mengatakan dia tidak mau ikut masuk ke kamar Zayn. Tapi seorang Zayn tentu tidak akan mendengarkannya. Ini memang bukan urusan Zayn dan gadis ini bukanlah tanggung jawabnya. Tetapi tentu dia tidak bisa meninggalkannya begitu saja di depan pintu kamarnya dengan keadaan mabuk berat ini. Yah, itupun jika memang benar gadis ini mabuk hingga keluar darah dari hidungnya.

Setelah meletakkan perempuan itu, Zayn berkacak pinggang dan mendengus kesal. Sekarang apa? Tisu, tentu saja. Gadis itu membutuhkannya. Zayn segera mencari tisu dan menyodorkannya padanya. Gadis itu mendongak dan tersadar, kemudian mengucapkan kata terimakasih namun tidak cukup keras untuk didengar oleh Zayn. Zayn menatapnya dengan mengernyit, berharap dia tidak akan mengotori kasurnya. 

"Kau... tunggu disini sebentar sementara aku mau mandi." kata Zayn canggung. Aneh rasanya berbicara dengan orang yang sedang teler. Orang yang diajak bicara itupun mengangguk selagi meletakkan tisu di hidungnya. Zayn menatapnya sebentar lalu berjalan ke kamar mandi.

Selesainya, Zayn keluar dari kamar mandi dengan mengacak-ngacak rambut basahnya dengan handuk. Dia langsung berpakaian, tentunya. Bisa-bisa perempuan aneh itu menyebutnya telanjang lagi. Saat keluar, Zayn melihat perempuan itu yang sudah tersadar dan kini duduk di salah satu sisi kasurnya.

"Aku ini benar-benar merepotkan, maaf ya." ucap gadis itu. Zayn mengangguk tanpa melihatnya sedikitpun. Ia berpura-pura menyibukkan diri dengan mengambil kembali botol beer yang belum sempat Ia habiskan. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa lagi. Zayn kemudian berjalan ke arah lemarinya, membukanya dan melihat seluruh isi lemarinya yang tidak perlu ditanya lagi bagaimana berantakannya. Matanya menusuri semua pakaiannya, kemudian menarik salah satu sweater berwarna hitam miliknya. Kemudian dilemparkan sweater itu pada perempuan itu. 

"Pakai itu saja dulu, bajumu kotor." kata Zayn, menunjuk ke bercak darah yang menempel di baju perempuan itu. "Kau boleh mandi atau apapun terserah, asal disana. Aku tidak mau ada yang tiba-tiba masuk kesini dan melihat kau sedang membuka bajumu." lagi, Zayn menunjuk ke kamar mandinya. Hah, bikin pusing saja. Tentu Zayn tidak mau hal semacam itu terjadi. Itu sih, cari mati namanya. Memang sih, di tempat seperti ini mungkin terdengarnya tidak aneh. Tapi, tetap saja. Dan tentu Zayn tidak mau ada yang melihat perempuan itu keluar dari kamarnya dengan baju yang dihiasi bercak darah. Horror, bikin seram saja.

Perempuan itu terdiam sebentar, menatap sweater yang kini berada di tangannya. Loh, kenapa ya? Zayn pikir dengan memberinya sweater itu sudah cukup, karena Zayn lihat perempuan itu memakai celana jeans panjang. Jadi Ia rasa tidak masalah. Tapi pada akhirnya perempuan itupun masuk dan mengganti bajunya. Zayn bernapas lega. 

Beberapa menit kemudian, seseorang keluar dari kamar mandi dengan sweater hitam milik Zayn. Sweater itu kelewat kebesaran untuk badannya yang tinggi namun kurus. Tapi sepertinya cocok juga. Mulai kan, pesona seorang Zayn Malik. Baru saja diputusi oleh Leah. Gadis itu keluar dengan wajah yang lebih segar, dengan mencepol rambutnya. Dia menghapus eyelinernya, dan itu beratus kali lipat lebih baik dibanding melihatnya dengan eyeliner yang berantakan. 

"Maaf ya, sudah terlalu banyak merepotkan." katanya sambil mengaitkan beberapa helai rambut ke belakang telinga. "Obatku tertinggal di asrama."

Zayn mengernyit. "Obat?" Zayn mengira gadis ini begini karena mabuk berat. Tapi apa yang barusan dia katakan? Obat? 

MandalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang