xii.

724 107 27
                                    

"Dia Silver." ucap Zayn singkat sebelum ia menyesap sebuah cup berisikan kopi panas yang ia pesan beberapa waktu yang lalu. Satu cup berisikan kafein yang dapat membuatmu terjaga untuk waktu yang lebih lama, sekaligus memberikan efek samping ingin buang air kecil lebih cepat. Setidaknya itu beberapa kalimat yang Zayn ingat ketika ia membaca sebuah buku. Zayn bukanlah seorang pembaca buku yang cukup pintar—ia nyaris tidak akan fokus jika ada suara sekecil apapun yang mengganggunya ketika membaca. Hal yang sama terjadi ketika ia mencoba untuk melukis. Satu hal yang tidak banyak orang tahu, he's an artist. Dengan pintarnya Zayn dapat menyalurkan seluruh isi otaknya dalam goresan-goresan kuas berisikan cat di atas kanvasnya. Dan nyaris di setiap halaman akhir buku catatan yang ia miliki, terdapat bukti-bukti karya seni yang ia hasilkan berkat setiap menit yang ia habiskan di kelas yang membosankan. Tidak banyak pula yang tahu lelaki itu dapat masuk universitas berkat scholarship yang ia raih. Tidak ada banyak hal-hal yang ia lukiskan di atas canvas. Otaknya hanya dapat menggambarkan sesuatu yang gelap, dan terkesan dalam, serta misterius. Itu semua terdengar seperti jawaban yang akan diberikan oleh Zayn ketika seseorang bertanya seperti apa Silver. Gelap, dalam, misterius. Dan Silver penuh dengan rahasia dan kejutan. Atau mungkin seperti kopi panas yang ia genggam saat ini, Silver begitu gelap dan pahit. Zayn berpikir masih adakah rahasia-rahasia lain dibalik kehidupan Silver setelah semua yang terjadi. "Dia... penuh dengan kejutan."

"Yeah?" di hadapannya, seorang gadis berambut pirang tengah menangkup cangkirnya dengan kedua tangan, membiarkan kopi yang merupakan sumber panas itu mengalirkan panasnya ke tubuhnya. Leah sedikit mencondongkan tubuhnya, mencoba untuk memancing Zayn agar menceritakan hal yang lebih banyak mengenai gadis berambut cokelat gelap itu. Karena menurutnya, waktu tiga puluh menit yang mereka habiskan di tempat ini adalah sia-sia karena Zayn tidak benar-benar bicara mengenai Silver. "Hanya itu yang bisa kau katakan? Friendly reminder, kau belum benar-benar menceritakan gadis itu padaku, Z."

Zayn sedikit terkesiap begitu mendengar Leah memanggilnya dengan nama kecil itu. Nama yang mungkin sudah ia benci untuk saat ini. Zayn mungkin tidak akan benci jika saja tidak ada sesuatu yang terjadi di antaranya dengan Leah. Tapi sejak tadi, otak Zayn terasa berputar-putar. Yang ada di pikirannya hanyalah Silver, Silver, Silver, dan Silver. Segala sesuatu yang ada disini rasanya mengingatkannya pada Silver. Betapa rapuhnya dia, betapa berat kehidupannya saat ini.

"Aku tidak tahu lagi." Zayn menundukkan kepalanya, mengacak-acak rambutnya sendiri dengan frustasi. "Dia sangatlah rumit."

Leah menghela napas panjang, sama bingungnya dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. "Fine." ia memijat kecil kepalanya, memikirkan jalan lain. "Bagaimana jika kau mulai dengan hari saat kalian pertama bertemu? Bagaimana ceritanya?"

Zayn terdiam, mengingat-ingat kembali kali pertama saat ia bertemu dengan Silver. Ia ingat hari itu tak lama setelah Leah memutuskannya—mungkin sehari atau dua hari setelah itu—dan Zayn mulai berpikir haruskah ia mulai ceritanya dengan itu? Tapi kemudian ia memilih untuk melewati bagian itu, dan langsung ke pertemuannya dengan Silver.

"Yah, aku sedang ada di kamarku seperti biasa. Menghabiskan waktuku." dan dengan menghabiskan waktu, maksud Zayn adalah itu saat dia sedang berbaring menatap langit-langit dan memikirkan Leah (yang baru saja memutuskannya) sepanjang hari. "Dan tiba-tiba gadis itu masuk. Ia mendobrak pintuku dan mengatakan dia salah masuk kamar. Ia mengira itu kamar kakakknya. Dan saat itu aku bersumpah aku memandangnya sebagai seseorang yang sedang mabuk. Mungkin dia baru pulang dari pesta atau semacamnya, tapi itu sudah pukul 1 siang. Siapa yang masih mabuk jam 1 siang?"

Di hadapannya, Leah mendengarkan Zayn dengan seksama. Akhirnya Zayn bisa bercerita dengan normal, mengingat selama tiga puluh menit terakhir hal yang bisa ia katakan hanyalah kalimat sebangsa "Silver orangnya sangat rumit." atau "Aku tidak tahu bagaimana menceritakannya.". Leah meletakkan kedua tangannya di atas meja dan sesekali menyangkutkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga—dan itu cukup menganggu Zayn. Karena itu adalah satu dari segala hal yang selalu ia lakukan pada Leah.

MandalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang