xvi.

495 64 10
                                    

"Kumohon, biarkan aku pergi." 

Kalimat terakhir yang Zayn lontarkan pada Silver. Silver... Silver Ainsley, gadis malang itu nyaris tidak percaya dengan apa yang baru saja dunia fana ini lakukan padanya. Lagi-lagi, dunia ini membenci Silver. Seakan, dunia ini masih belum puas dengan semua yang sudah terjadi pada remaja tak berdosa itu. Semua rasa sakit, air mata, dan tiap menit yang ia lalui dengan depresi nampak belum cukup untuk menghancurkan gadis itu. 

Dan sekarang dunia telah merebut Zayn darinya.

Sumpah, tanpa ada niat sedikitpun untuk bersikap egois, ini semua bukan berarti Silver telah men-klaim bahwa Zayn hanya miliknya seorang.

Maksudku, tidak ada orang lain yang dimiliki oleh Silver selain lelaki itu. Zayn adalah satu-satunya orang yang terkuat untuk tetap bertahan di sisi Silver. Satu-satunya orang yang bisa membuatnya tersenyum, dan satu-satunya orang yang ternyata bisa membuat Silver runtuh.

Karena sekarang, orang yang dianggapnya terkuat itu rupanya sudah tidak tahan lagi.

Wajarkah jika Silver lagi-lagi menyalahkan dunia atas hidupnya yang menyedihkan ini?

Siapapun orang yang mengenali Silver akan tahu, bahwa gadis itu terlalu keras kepala dalam hal apapun. Dan sebegitu munafiknya ia hingga berpikir dirinya akan baik-baik saja dengan ketidakhadiran Zayn dalam hidupnya, sementara pada kenyataannya, gadis itu sangatlah tidak baik-baik saja. 

Setelah pertemuannya yang terakhir dengan Zayn, Silver nyaris tidak pernah keluar dari kamarnya. Ia mengunci rapat-rapat seluruh akses menuju kamarnya sehingga tidak ada seorang pun yang bisa masuk dan menemuinya. Sudah kubilang kan, gadis itu terlalu keras kepala sampai ia harus meneriaki susternya untuk pergi dari depan pintu kamarnya setiap kali mereka meminta Silver untuk keluar. 

Entah kenapa, Silver yang hobi untuk menyelinap keluar dari kamarnya seakan sudah tidak tertarik lagi dengan hobinya yang satu itu. Dunia ini sudah tidak menarik lagi baginya, sehingga ia mulai berpikir mungkin tetap berdiam diri di tempatnya akan menjadi menyenangkan. 

Dan tahukah kau apa yang ia lakukan untuk mengisi hari-harinya?

Yah... sejujurnya harus kukatakan, tidak ada.

Silver nyaris tidak pernah melakukan apa-apa di kamarnya. Yang ia kerjakan hanyalah berdiam diri, tidur, dan kadang mengintip dunia luar dari jendela kamarnya. Tidak ada teman, tidak ada hiburan. Satu-satunya interaksi yang ia lakukan tak lain dengan suster atau orang-orang di pusat rehabilitasi. Dan Silver merasa orang-orang di pusat rehabilitasi itu bukanlah manusia. Kau mengerti maksudku? Poinku disini adalah, orang-orang di tempat suram ini semua nyaris sama saja suramnya. Setelah mengenal Zayn, Silver baru menyadari bagaimana seharusnya seorang manusia hidup. Bercermin dari Zayn, Silver menyadari bahwa hidup Zayn benar-benar berbeda dengannya. Zayn hidup dengan bebas dan lepas, melakukan hal-hal menyenangkan seperti bergaul dengan teman-temannya dan pergi ke tempat-tempat menyenangkan. Bukannya dikurung di tempat semacam pusat rehabilitasi dan dicekokki oleh obat dan pengobatan psikologis. Mungkin itulah kenapa Silver tidak pernah merasa hidup di dunia ini. Karena ia tidak segera pergi dari tempat menyedihkan ini.

Bayangkan saja jika suatu hari ia memutuskan benar-benar pergi dan tidak pernah kembali. Ia akan memilih untuk memulai hidupnya yang baru--bersama Zayn--yang akan terus menuntunnya bagaimana selayaknya hidup ini dinikmati. Seperti apa yang pernah ia lihat di televisi, gadis itu sempat membayangkan suatu hari ketika ia akan pergi ke konser musik, bernyanyi dan  berteriak bersama ratusan orang lainnya. Kemudian hujan turun dengan derasnya membasahi mereka semua, yang justru membuat atmosfernya menjadi semakin hangat diantara mereka berdua. Dan yang kumaksud berdua disini adalah, dirinya dengan Zayn.

MandalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang