Bab 9

2.2K 112 7
                                    

Habibi

Bugh....

Gue mendarat dengan menumpu kedua kaki di atas rumput.

Tangan gue sibuk membersihkan debu-debu yang menempel pada seragam putih abu-abu yang gue kenakan.

Yupp... Tebakan kalian benar. Untuk kesekian kalinya gue terlambat.

Gue berhenti melangkah karna seseorang di depan menatap gue dengan tatapan heran. Sekali-kali menatap tembok yang baru saja gue lompati kemudian beralih menatap gue dengan mulut sedikit terbuka kemudian sekali lagi menutup.

"Wah.... Kerenn!" cewek gendut itu mengangkat kedua jempolnya.

"Aku baru tahu, Kak. Selain pager depan, tembok itu juga bisa jadi pintu buat masuk" wajahnya sumringah layaknya menemukan sebuah inovasi terbaru.

"Dasar cewek aneh. Minggir!" tentu saja gue nggak akan meladeninya. Lebih baik gue ke kantin ngabsenin jus jeruknya Buk Num.

Cewek itu gelagapan "Eh.. ehhh tunggu tunggu. Aku baru inget. Kakak kan yang minjemin aku baju kemarin?" tanyanya.

Tanpa memerlukan jawaban ia kembali bersuara "Maaf ya kak bajunya lupa kebawa. Soalnya tadi bundaku buru-buru banget".

Terus? Pake bawa bunda bunda segala. Mentang-mentang lo punya ibu terus lo mau pamer depan gue yang nggak punya ibu.

Gue tetap melanjutkan jalan gue "Udah nggak butuh. Nenek saya udah nyiapin selusin dirumah!" memang lo aja yang bisa pamer punya ibu. Nohh.. gue juga punya nenek kali, lo nggak tau aja kalau nenek gue itu jelmaan nenek peri, bisa mengabulkan semua permintaan.

Ia hendak membantah, tapi setelahnya malah keliatan panik dan menunduk mencari sesuatu di rumput-rumput.

"Pokoknya aku balikin baju kakak! Tapi sekarang aku lagi sibuk. Jadi jangan ganggu ya!" tanpa menoleh, ia menunduk mencari-cari disela-sela rumput yang berada pada tembok.

Elehhh. Siapa juga yang gangguin lo. Ini gue juga mau pergi. Protes gue dalam hati.

Tapi... Tunggu tungguu! Ini cewek apa nggak lagi dikerjain sama teman laknat yang kapan hari, kan?

"Nyari apa?" tanya gue acuh.

"Duhh.. Kemana sih ini kodoknya? Katanya disini ada banyak!" cewek itu mengerang frustasi.

"Nyari kodok buat apaan?" tanya gue lagi.

"Gini yah, Kak. Aku itu lagi bantu Kak Ririn buat nyari kodok. Kodoknya lepas, kasian banget kan. Mana nanti dia harus bawa pas pelajaran IPA"

Gue mengusap wajah kesal. Apa lagi nih cewek? Udah gue pisahin juga kemarin, malah balik lagi balik lagi jadi bahan bully-an si Ririn.

"Kamu!" tunjuk gue didepan wajahnya. "Ikut saya! Nggak usah nyari kodok cincin entah apa lah itu. Udah dibilangin juga kalau Ririn cuman lagi ngerjain kamu" malah gue yang keliatan frustasi.

***

Di depan gue sudah ada seporsi bakso dengan es jeruk Buk Num tentunya.

Walaupun perut gue sudah berdemo. Bakso yang gue pesan belum gue sentuh sedikitpun. Hanya sedotan es jeruk yang berada di bibir gue sambil memperhatikan cewek yang ada di depan gue yang makan dengan lahapnya. Pantas saja badannya sehat. Makan saja seperti porsi kuli bangunan.

"Kakak ngga mau?" tanyanya padaku dengan menunjuk bakso yang gue anggurin dari tadi.

Jangan-jangan ini cewek juga mau ngerebut bakso gue. Gileee. Itu makanan yang lo pesen udah segaban,persis meja rumah makan padang, masih ae lu mau ngembat makanan gue.

"Mas Habi, I LOVE YOU!!" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang