Bab 14

1.7K 82 6
                                    

"Lo nanti langsung masuk aja, kode apartemen gue 123456."

Aku memutuskan panggilan ketika akan berbelok dari rumah. Melepaskan earpods yang terpasang di telinga. Kemudian memilih lagu untuk menemani perjalananku menuju apart Eca.

Kemarin. Aku membuat janji bersama Eca untuk berkunjung ke apartnya. Pas banget hari minggu, aku hanya perlu masuk di jam makan malam di Dream KST. Jadi untuk pagi beranjak siang ini aku bisa bersantai bersama Eca.

Aku berhenti di minimarket untuk membeli cemilan agar obrolanku dan Eca nggak kering-kering amat. Aku udah memperkirakan kalau quality time kami nggak akan selesai dengan cepat.

Setelah memasukkan berbagai snack ke dalam mobil. Aku kembali menjalankan brioku. Dan berhenti lagi untuk membeli minum di sebuah coffeeshop lokal yang cukup terkenal.

Ketika membuka pintu aku kedistrak dengan seseorang yang tengah berdiri di depan pintu masuk. Cukup terkejut di pagi hari yang cerah ini aku sudah dibuat ingin merutuki kesialanku.

Dia tersenyum cerah setelah merubah raut terkejut yang sama denganku.

"Ra,"

"Minggir, saya mau lewat."

Tanpa membantah dia menggeser tubuhnya agar aku bisa masuk. Cukup membuat aku terpaku sejenak karena tanpa drama Habi mau menuruti apa yang aku katakan. Biasanya dia bakal ngeyel bikin aku kesal. Tanpa mau memikirkan lebih jauh. Aku menjauh dari sana menghiraukan Habi yang tengah menatapku.

Aku tiba di meja kasir untuk memesan coffee. Karena penasaran aku menoleh kebelakang hanya untuk memastikan Habi masih di sana atau tidak. Eits... Jangan menuduhku dulu, aku hanya penasaran. Ingat itu. Aneh banget Habi bisa bertingkah normal kayak tadi.

Setelah menemukan Habi sudah tidak ada disana. Aku menghembuskan nafas lega. Baguslah dia cukup tahu diri nggak mengusikku lagi. Tapi entah kenapa rasanya sedikit nggak nyaman. Hmm mungkin aku kekurangan kafein.

Ishh lama amat sih. Aku butuh coffee.

Setelah mendapatkan dua cup coffee yang satu nya tentu buat Eca. Aku langsung menenggak untuk membasahi tenggorokanku yang rasanya kering.

Rasa kopi langsung membuatku rileks ditambah dengan wangi kopi yang bikin candu.

Aku berjalan menuju tempat mobilku yang terparkir.

Seharusnya aku nggak berharap lebih dengan manusia yang bernama Habi.

Lihat saja disana. Di sebelah mobilku. Dia sedang menyandar santai dengan cup coffee di tangan kiri dan Ponsel di tangan kanan. Sibuk sekali rupanya.

Salah gak sih aku berpikiran kalau dia sedang menungguku?

Mungkin tidak.

Aku menghiraukannya dengan langsung menuju pintu kemudi mobilku.

"Ra, hari ini kamu punya waktu?"

Aku mengernyit mendengar pertanyaan Habi.

"Menurut kamu, saya kayak orang nggak punya tujuan?" tanyaku cukup menyebalkan.

Memang susah banget buat bersikap biasa-biasa saja dengannya. Enggak tahu kenapa setiap kata yang keluar dari mulut Habi bikin aku kesal. Padahal aku juga tahu Habi sudah cukup ramah padaku.

Habi tersenyum kikuk. Terbaca di matanya jika dia cukup terluka dengan kalimatku. Malah sekarang aku yang merasa bersalah.

Aku jadi kesal dengan diri sendiri. Aku selalu defensif dengannya.

Aku berdehem.

"Saya mau ketemu temen." ucapku membenarkan jawabanku yang tadi.

Eh.. Kok rasanya aku seperti seorang pacar yang sedang laporan ke pacarnya sih.

Habi kembali tersenyum cerah. Secerah pagi ini. Matahari aja kalah sama senyumnya. Pikiranmu Ra. Mending cepat kabur deh, sebelum pikiran kamu semakin nggak waras, rutukku dalam hati.

"Oh, kirain saya, kamu lagi senggang. Saya nungguin kamu buat ngajak nonton. Pasti kamu suka banget sama film nya. Soalnya filmnya genre yang kamu suka." ucap Habi lancar.

Ucapan Habi membuatku terpaku. Habi persis seperti seseorang yang sangat memahamiku sejak dulu.

Kegeeran banget aku bisa mikir gitu. Karena setahuku Habi hanya seorang kakak kelas ganteng yang kebetulan waktu itu sudah menyelamatkanku dari bullyan. Sehingga membuatku bersikap menyebalkan dengan selalu mengikutinya, mengaguminya. Tapi sekarang aku di buat terperangah dengan apa yang Habi katakan tentang apa yang aku suka.

Aku cukup tahu diri. Kalau aku nggak mungkin bisa membuat Habi melirik kearah ku dulu. Tapi selalu di patahkan karena Habi menyambutku walau nggak begitu ramah, tapi dia nggak pernah kurang ajar.

Kecuali, waktu itu....

"Sorry, Bi. Saya lagi buru-buru."

Aku nggak menanggapi ucapannya lebih lanjut. Lebih baik aku cepat-cepat pergi untuk menghilangkan kegundahan hatiku.

Padahal aku sudah berharap banget kalau hari mingguku akan menyenangkan jauh dari suasana hati yang gundah dan nggak nyaman begini. Cukup hadirkan Habi di depan mataku, sudah bisa membuatku nggak nyaman.

Habi kembali tersenyum walau aku nggak menanggapinya dengan benar. Melihatnya begitu perasaanku semakin nggak nyaman rasanya. Ra kamu kenapa sih? Kesalku dalam hati.
"Iya Adora, nggak papa. Nggak usah minta maaf. Tadi saya lagi nyari peruntungan karena lihat kamu disini. Bisa lain kali." ucap Habi yakin.

Aku tersenyum kikuk. Tanpa menanggapi lagi 'lain kali' yang diucapkan Habi. Entah hati kecilku juga mengaminkan 'lain kali' yang di maksud Habi.

Setelah menjalankan mobil. Aku melirik spion untuk melihat Habi yang masih berdiri di tempat tadi dan tengah menatap kepergianku.

Cukup lama aku melihatnya berdiri disana, ketika mobilku harus berbelok, sosok Habi pun juga ikut menghilang dari pandanganku.

***

Dikit dulu yak! 🙏

Xoxo, Mimo💗



"Mas Habi, I LOVE YOU!!" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang