Bab 17

1.2K 63 3
                                    

Flashback dlu ya gais 😚

Ramein dong, nnti double up heheh





HABIBI

"Habibi, kamu ikut Ibu ke kantor sekarang juga."

Kata-kata dari wali kelas gue--Bu Nurul-- menghentikan gue yang akan berjalan keluar kelas.

Tanpa menunggu jawaban, Bu Nurul mendahului gue keluar kelas dengan setumpuk tugas siswa di dekapannya.

"Bro, kalian duluan," ucap gue menepuk bahu Reno agar mereka lanjut menuju kantin sekolah.

Setelahnya gue menghela nafas pasrah. Sudah cukup mengerti jika gue bakal disidang lagi. Gue mencoba menerka-nerka, apa yang membuat Bu Nurul seperti ingin menggoreng gue bulat-bulat.

Apa karena kemarin gue datang terlambat dan nekat memanjat tembok belakang sekolah--kayaknya sih bukan karna dua hari yang lalu gue juga terlambat tapi Bu Nurul adem ayem aja tuh. Atau jangan-jangan kemarin gue ngumpetin kuali Mpok Alpa penjual nasi goreng kantin. Kayaknya sih, juga bukan.

"Masuk!"

Lamunan gue buyar ketika mendengar perintah dari wali kelas gue yang suka banget nunjuk anak muridnya buat menyelesaikan soal di papan tulis ketika siswanya pada sibuk menghayal.

"Ada apa ya, Bu? Saya kayaknya nggak bikin masalah akhir-akhir ini," ucap gue tenang. Demi me-branding diri agar terlihat menjadi siswa teladan.

Bu Nurul memutar bola matanya jengah ketika mendengar kalimat yang gue katakan.

"Bener lho Bu. Saya semester ini nggak pernah absen. Selalu hadir di kelas setiap hari." Gue kembali berusaha memperbaiki nama baik gue di depan Bu Nurul walau nyatanya nama gue sudah di blacklist dari kata baik-baik.

"Habibi, dengan kamu hadir setiap hari di kelas. Kamu nggak bisa berbohong. Ibu tahu tiga hari ini kamu selalu datang terlambat dan memanjat tembok belakang sekolah." Bu Nurul menatap gue dengan senyum sinisnya yang bikin gue kicep.
Gue hanya bisa tertawa garing sambil mengusap leher belakang gue karena sudah ketahuan.

"Jadi saya keliling lapangan Bu?"

Sudah tahu jika hukuman gue nggak bakal jauh dari keliling lapangan 10 kali putaran. Paling-paling juga di bonusin 5 kali putaran lagi.

"Habibi, kamu ini bener-bener ya bikin darah tinggi Ibu kumat." Bu Nurul terlihat mengatur nafasnya. "Lupakan keterlambatan kamu. Yang bikin saya pusing hari ini, apa yang sudah kamu lakukan dengan anak SMA 21?"

Gue mengernyit bingung.

"Kamu jangan pura-pura nggak tau ya, Bi. Ibu ini pusing sekali melihat tingkah kamu ada-ada saja setiap harinya. Dan sekarang Ibu malah dapat laporan dari kepala sekolah karena ada orang tua murid yang melapor meminta pertanggung jawaban sekolah karena tingkah laku kamu," ucap Bu Nurul dengan satu nafas.

Gue aja ngos-ngosan mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Bu Nurul.

"Oh itu..."

"Oh itu kata kamu?! Kamu nggak tau kalau anak yang kamu keroyok itu sekarang harus pakai gigi palsu karena gigi depannya patah?"

"Salah dia yang bikin saya emosi."

"Ya Ampun, Habibi. Tidak semua permasalahan harus pakai adu otot. Kamu mau di penjara karena sudah melakukan penganiayaan? Astaga anak ini... Ya Allah..." Bu Nurul memegang keningnya dengan lelah.

Gue yang panik karena Bu Nurul sepertinya mau pingsan lantas mendekat untuk membantu Bu Nurul kembali duduk.

"Aw.. Aw... Bu sakit.." Gue melompat menjauh dari Bu Nurul, tapi apa mau di kata, lengan gue bahkan di tahan kemudian perut gue di cubit dengan cara di putar, "bu sakit... Ampun.. Ampun... Ngga lagi Bu.. Sumpah.. Suwerr.. Astagaaa, sakiiitt!!"

"Mas Habi, I LOVE YOU!!" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang