Bab 16

2K 114 13
                                    

"Kamu kenapa bocah?"

Aku mendelik tidak suka ke Kak Dhika.

"Kenapa sih adik, kakak?" Kak Dhika kembali menggodaku ditambah dengan cubitan gemas dipipiku.

"Kakak, sakittt."

"Dasar, manja banget. Itu tangan Oma bisa kebas di gelendotin kamu Ra."

"Wlee... Biarin. Oma nggak protes kok." cibirku. "Oma, tuh lihat cucu kesayangan Oma bilangin jangan gangguin Ara terus, suruh cepet-cepet nikah deh Oma," kataku agar Oma mengomeli Kak Dhika. Rasain.

"Kamu pinter banget ya Dek bikin Kakak di omelin Oma."

"Omaa..... Tolonginnn, gelii," aduku lagi untuk meminta pertolongan karena tangan Kak Dhika nggak berhenti menggelitik perutku. Dia tau banget kalau perut adalah area paling sensitif yang aku punya.

"Dhika, jangan godain Ara begitu. Lihat tuh mukanya udah merah, bentar lagi mau nangis."

Aku bersungut-sungut nggak terima.

"Nggak Oma, Ara nggak nangis." ucapku dengan muka merah padam setelah Kak Dhika melepaskan tangannya di perutku.

"Uuu cengeng kamu Dek."

"Enggakkk, aku nggak cengeng ya!"

Aku menyembunyikan wajahku di pelukan Oma. Kemudian bahuku bergetar menahan tangis. Membuat Kak Dhika panik melihatku.

"Dek, kok kamu nangis beneran? Kakak cuman becanda Dek."

Tangisku pun pecah.

"Dhika, kamu suka banget bikin adek kamu nangis." omel Oma pada Kak Dhika.

"Aku kan cuman becanda Oma, kok beneran nangis dia nya," ucap Kak Dhika dengan ringisan.

Aku sadar aku memang berlebihan. Entah kenapa sepulang dari apartemen Eca tadi siang aku merasa sangat gloomy. Bawaannya sendu banget kayak mau hujan. Tadi saat di resto juga aku banyak melamun. Aku nggak suka dengan tingkahku.

Dan sekarang aku malah menangis nggak jelas begini cuman gara-gara Kak Dhika menggodaku.

"Aku nggak suka Kak Dhika!" raungku.

Kak Dhika yang shock malah menggaruk-garuk kepalanya.

"Dek, maafin Kakak ya. Beneran Kakak cuman iseng." Tangan Kak Dhika mengusap pelan rambutku.

Aku menatap Kak Dhika dengan air mata mengalir di kedua pipi. Mengibaskan tangannya di rambutku tidak suka. Tapi tangannya kembali lagi mengusap rambutku lembut.

"Enggak lagi, Dek. Maafin kakak yaa. Sini," ucap Kak Dhika menarikku dari sisi Oma kemudian tangan kanannya merangkulku. "Kenapa cengeng banget sih, Ra? Kakak baru pulang lho."

Aku mengusap-usap wajahku di dada Kak Dhika. Dengan tangan Kak Dhika tidak berhenti mengelusku untuk menenangkan.

"Kakak tuh kenapa suka banget jailin aku?" tanyaku menatap Kak Dhika dengan sengit.

"Jelek Dek kamu gitu. Maaf ya, nggak lagi, suwerr," janjinya mengeratkan pelukannya pada tubuhku.

"Ckk... Dhika kami seneng banget bikin adek kamu ngambek." Suara Bunda terdengar di belakang kami.

Kak Dhika terkekeh. Tangisanku sudah berhenti. Hanya segukan yang tersisa.

"Pusing Ibu, Rita." keluh Oma pada Bunda.

"Jangan pusing-pusing dong Oma, nanti cepet tua,"

"Oma memang sudah tua," sungut Oma.

"Siapa bilang Oma udah tua? Masih cantik gini, pantesin Opa cinta mati sama Oma." Kini giliran Oma yang di goda Kak Dhika.

"Mas Habi, I LOVE YOU!!" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang