Two

1.2K 189 29
                                    

"Ni-Ki... Kenapa? Kok melamun?"

Seorang Guru berbadan tegap dan kekar dengan name tag Jake Shim, memandang muridnya bingung. Muridnya sedari tadi menunduk dan hanya diam sambil memeluk bola kaki. Murid itu adalah murid kesayangan Jake yang selalu Jake perhatikan setiap harinya.

"Nishimura Riki..."

"Eh iya Pak?"

Guru olahraga tersebut menghela nafas. Hafal sekali jika si murid bernama Nishimura Riki atau Ni-Ki itu diam saja atau bengong, pasti ada yang dipikirkan. Dan si murid tidak akan mengatakan apapun alias menutup semuanya rapat-rapat hanya untuk dirinya saja.

"Kamu kenapa Ni-Ki? Bengong? Kamu belakangan ini sering bengong. Ada masalah?"

Ni-Ki mendongak menatap gurunya yang memandangi nya bingung. Menyunggingkan senyum tipis dan berdiri dari duduknya, "Saya gapapa Pak Jake. Bapak tidak perlu khawatir begitu."

Jake menghela nafas berat. Anak di depannya ini sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Tapi Ni-Ki, boro-boro menganggap nya ayah, menceritakan keluh kesahnya saja tidak pernah. Orang yang cenderung introvert pada lingkungan sekitar.

"Oke, gapapa kalo kamu ga mau kasih tau. Tapi lain kali bisa cerita sama saya ya?"

Ni-Ki mengangguk singkat. Anggukan hanya sebagai formalitas. Dia tidak akan melakukan apa yang Jake suruh.












"Ni-Ki sini bentar!"

Guru olahraga itu menyuruh Ni-Ki untuk menghentikan acara main bolanya dan duduk di rumput samping nya.

"Ada apa Pak?"

"Kamu, udah mikirin pertandingan untuk bulan depan? Ingat Ni-Ki, kamu itu pemain andalan saya. Saya ga akan bisa bawa tim tanpa kamu. Bagaimana? Kamu bisa kan ikut pertandingan?"

Ni-Ki hanya diam. Menatap langit, menikmati hembusan angin yang menerpa wajah dan rambutnya. Sedikit menenangkan Ni-Ki yang pikirannya sedang berkecamuk banyak hal.

Dia sangat ingin ikut pertandingan itu. Tapi, apa bisa? Apa boleh? Tidak akan ada masalah jika dia mengikuti nya?

Ni-Ki khawatir hal buruk seperti tahun-tahun sebelumnya akan terulang. Dia tidak mau mengalami nya lagi. Cukup tahun lalu dia mengalami hal buruk sampai membuatnya hampir kabur dari rumah. Ni-Ki tidak mau lagi masuk dalam masalah yang sama.

"Saya... Maaf Pak Jake, saya ga bisa."
Ni-Ki langsung berdiri dan berjalan keluar dari lapangan meninggalkan bola nya serta Jake yang terdiam tak tau mau berbuat apa.

Ni-Ki rasa, pilihan nya udah benar. Sekali ini dia mau mengutamakan diri sendiri. Tapi, Ni-Ki benar-benar ragu. Dia ingin menambah piala di sekolahnya tapi, apa dia akan sanggup menerima konsekuensinya nanti?

Sebenarnya mental Ni-Ki udah benar-benar kuat untuk semua yang telah dialami nya. Tapi tetap saja, dia itu hanya seorang anak kecil yang akan rapuh jika mengalami hal berat walaupun sudah berkali-kali merasakan nya.















Ni-Ki memutuskan kembali ke kelasnya. Menarik kursi dan duduk disana. Tangannya terulur mengambil kertas yang digulung-gulung di sudut mejanya.

"Dasar caper! Cari muka! Sok deketin guru niatnya cuma biar nilainya aman! Dasar Ni-Ki ga tau malu!"

Ni-Ki membaca isi gulungan kertas itu dalam hatinya. Setelah itu dia menggulung kembali kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah yang kebetulan dekat dengan mejanya.

Ni-Ki? Biasa aja

Tidak terkejut sama sekali. Kalau Ni-Ki hitung, ini udah ke 10 kali nya dalam sebulan dia menerima surat yang isinya seperti itu.

Hurt, but It's Okay | Ni-Ki (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang