Dadanya terasa begitu sakit dan ia sulit untuk bernapas sementara sosok di depannya semakin mencengkram lehernya begitu kuat dan sesekali membenturkan kepalanya di tembok berkali-kali.
Reynar tidak tahu siapa sosok itu karena hanya kegelapan yang ia lihat tetapi ia begitu ketakutan ketika melihat kedua bola mata yang menyiratkan penuh kebencian.
"Kau harus mati,"
"Lephh-phashh" Reynar mencoba memberontak tetapi cengkraman itu begitu kuat dan ia begitu kesulitan untuk bernapas.
"Reynar!"
"Nyawa harus dibayar dengan nyawa,"
"Sha-kitshh" Reynar merasa ia sudah tak mampu lagi untuk bertahan, dadanya begitu terasa sesak dan sulit untuk bernapas, cengkraman di lehernya dan kepalanya yang kembali dibenturkan membuatnya tak berdaya. Perlahan kedua kelopak mata itu menutup.
"Sha-kitshh" Reynar merasa ia sudah tak mampu lagi untuk bertahan, dadanya begitu terasa sesak dan sulit untuk bernapas, cengkraman di lehernya dan kepalanya yang kembali dibenturkan membuatnya tak berdaya. Perlahan kedua kelopak mata itu menutup.
"REYNAR!"
"REYNAR BANGUN!"
Reynar tersentak ia terbangun dengan napas terengah, dada yang terasa begitu sakit dan kepala yang terasa pening. Ia menoleh kala merasakan elusan pelan di kepalanya, "Rey mimpi buruk?" tanya Almira menatap anak tirinya begitu khawatir.
Reynar terdiam begitu lama, jadi itu semua hanya mimpi? Tetapi kenapa terasa begitu nyata.
Tak mendapati jawaban membuat Almira membawa kepala Reynar ke dalam rengkuhannya. Almira tidak tahu mengapa tetapi ketika ia membuka kamar Reynar untuk membangunkannya untuk sarapan namun yang ia dapati tubuh Reynar yang gelisah dengan keringat dingin di dahinya yang membuatnya begitu khawatir, belum lagi ketika ia melihat bagaimana anak dari suami barunya itu yang kesulitan bernapas.
"Tidak apa-apa, itu hanya mimpi."
Almira mengelus pelan punggung Reynar sementara anak lelaki itu memejamkan matanya, mencoba menetralkan detak jantungnya yang berdetak begitu kencang. Sudah ketiga kalinya dirinya memimpikan hak yang sama: kepalanya yang di benturkan, wanita yang mencekik, kegelapan yang sama, semuanya terasa nyata hingga Reynar tak bisa membedakan apakah itu mimpi atau nyata karena sakitnya begitu terasa.
Almira melepaskan pelukan keduanya, kemudian mengelus pelan pipi Reynar pun membenarkan rambutnya yang berantakan juga basah karena keringat hingga dia merasakan hangat ketika menyentuh dahi Reynar.
"Kamu sakit sayang, sebaiknya tidak usah sekolah ya," ucapan itu begitu lembut, tatapannya begitu hangat hingga membuat Reynar terpaku. Andai saja wanita di hadapannya adalah ibu kandungnya mungkin Reynar akan merasakan bahagia yang berlimpah, namun semua itu tak akan mungkin terjadi. Reynar bahkan lupa bagaimana rasa pelukan ibu kandungnya karena memang sudah sangat lama sekali.
"Terimakasih, tetapi Rey sekolah saja Tant--"
"Bunda," potong Almira, tangannya kembali mengelus pelan pipi Reynar, "Panggil saya dengan sebutan Bunda seperti Eldo karena Rey juga anak Bunda Sekarang."
Reynar terdiam untuk beberapa saat, mulutnya terbuka namun kembali tertutup, hingga dengan terbata-bata juga penuh dengan keraguan bibir itu mengucapkan sebuah panggilan yang kerap kali ia lupakan selama sebulan ini untuk istri baru ayahnya.
"Bu-bunda."
"Benar, jangan lupa lagi ya." Almira kemudian berdiri, mengambil selimut Reynar dan melipatnya dengan cepat, "Nah ayo, kita sarapan, tubuh kamu sangat kurus jadi mulai saat ini Bunda akan memasak semua makanan kesukaan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
REYNAR || Huang Renjun [END ✔️]
Teen FictionReynar Raksa Nugraha hanya punya satu keinginan yaitu dia tak ingin merasakan kehilangan, namun kehilangan adalah bagian dari kehidupan. Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus merasakan kehilangan seseorang yang berharga meski akan selalu menimbu...