Jakarta, March 2009.
Sore itu hujan turun begitu lebat, angin bertiup dengan kencang, dinginnya bahkan menusuk hingga ke tulang sementara orang-orang berpakaian hitam dengan payung untuk melindungi diri dari hujan mulai melangkah pergi menyisakan seorang bocah lelaki yang bulan lalu genap berusia sembilan tahun bersama seorang wanita di sampingnya juga sepasang suami istri bersama seorang anak perempuan seusianya.
Wanita di sampingnya menangis, sementara bocah lelaki itu hanya terdiam tanpa suara. Terus menatap gundukan tanah basah di hadapannya dengan kedua tangan yang terkepal erat. Sesekali matanya melihat sebuah nama yang terukir di batu nisan. Bagus Fauzan. Sebuah nama dari sosok yang selalu menggendongnya sejak kecil, sosok yang selalu mengajarinya akan banyak hal dan memberikannya begitu banyak kasih sayang, namun sosok itu telah berpulang kepada yang Maha kuasa meninggalkannya dan ibunya bersama luka dan kesedihan karena kepergiannya yang tiba-tiba.
Wanita di sebelahnya menoleh kemudian menghapus air matanya dan kedua tangannya menggenggam tangan dingin anaknya, "El," panggilnya pelan.
Anak lelaki itu menoleh, mendongak menatap wajah ibunya, terutama mata kedua ibunya yang memancarkan kesedihan mendalam meski kini tengah tersenyum, "Kalau Eldo sedih, Eldo boleh nangis kok. Bunda nggak akan marah."
Anak lelaki yang dipanggil Eldo itu menggeleng pelan, "Tidak Bunda, Eldo tidak akan menangis. Kata Ayah Eldo harus jadi anak yang kuat agar bisa jagain Bunda."
Mengusap pelan surai basah anaknya, wanita itu tersenyum lantas berkata, "Bunda tahu Eldo anak yang kuat, tetapi menangis tidak akan membuat Eldo menjadi lemah. Kalau Eldo sedih, Eldo boleh nangis kok."
"Tapi Bunda--" Ucapannya tak terselesaikan karena pelukan erat dari Bundanya membuatnya merasakan sesak di dadanya, "Bunda malah akan sedih kalau Eldo diem terus kayak gini."
"Kenapa ayah harus ninggalin Eldo, Bund?" Tanyanya kemudian menangis begitu hebat dalam pelukan bundanya sementara Bunda hanya mampu untuk terus merengkuh anaknya dalam dekapannya karena kematian suaminya adalah takdir sang Maha Kuasa dan ia tak akan bisa mencegahnya.
Pelukan itu terlepas, bundanya mengusap kedua pipi tembam anaknya yang basah, "Sekarang kita pulang ya?"
Eldo menggeleng pelan, "Eldo masih mau di sini Bunda, sebentar aja. Bunda tunggu Eldo mobil aja, El mohon."
Menghela napas pelan lantas mengangguk, "Baiklah, Bunda tunggu di mobil ya." Katanya kemudian pergi bersama sepasang suami istri yang merupakan temannya.
Eldo kembali menatap gundukan tanah basah itu dengan kesedihan yang mendalam. Ia masih terus bertanya-tanya kenapa Tuhan mengambil ayahnya secepat ini? Ia masih kecil dan membutuhkan sosok itu untuk mengajarkannya tentang banyak hal tetapi kenapa Tuhan mengambilnya?
Usapan pelan di pipinya membuat Eldo menoleh pelan, kedua matanya menatap wajah gadis kecil di sampingnya yang tengah tersenyum pelan.
"Hari ini El boleh sedih, tapi besok dan seterusnya Nara akan memastikan El akan bahagia," ucapnya dengan senyuman manis membuat kedua mata Eldo terus terpaku menatapnya tanpa berkedip.
Gadis kecil itu kemudian memeluknya, "Kalau El sedih El juga boleh kok menangis dipelukan Nara. Kata Mama sebuah pelukan akan menghilangkan kesedihan. Kalau El terluka, Nara juga akan siapin obat buat luka El. Biar El sembuh."
Eldo menenggelamkan wajahnya di bahu Nara, memeluknya tak kalah erat, dan tanpa sadar ia kembali menumpahkan air mata untuk kedua kalinya. Gadis kecil itu mengusap pelan punggung Eldo, kata bunda itu akan menenangkan seseorang yang sedang sedih.
"Kenapa Ayah harus pergi Nara?" tanya Eldo lirih diiringi Islam pelan.
"Om Bagus memang sudah pergi, tapi El harus inget kalau El masih punya Bunda Almira dan juga Nara. El juga boleh kok anggap Papa Nara sebagai ayah El juga, mama Nara juga sayang sama El. Masih banyak orang yang sayang sama El, jadi El harus ikhlasin kepergian Om Bagus karena Om Bagus sekarang udah bahagia hidup di surga."
KAMU SEDANG MEMBACA
REYNAR || Huang Renjun [END ✔️]
Novela JuvenilReynar Raksa Nugraha hanya punya satu keinginan yaitu dia tak ingin merasakan kehilangan, namun kehilangan adalah bagian dari kehidupan. Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus merasakan kehilangan seseorang yang berharga meski akan selalu menimbu...