Rena Aurora. Itu adalah nama Ibunya. Seorang wanita yang berkarir dalam dunia fashion designer. Jika kalian bertanya bagaimana sosok wanita itu di mata seorang Reynar Raksa Nugraha, Reynar tidak tahu harus menjawab apa karena selalu luka yang Reynar dapatkan dari wanita itu. Satu kali pun ia tak pernah tahu bagaimana rasanya dekapan wanita hangat itu, atau setidaknya bagaimana rasanya ketika tangan itu mengusap kepalanya sayang, namun sekali lagi sejak kecil bahkan sejak pertama kali dia melihat dunia wanita itu telah membencinya. Reynar tak tahu alasan pasti kebencian ibunya saat itu, namun wanita itu selalu berlaku kasar terhadapnya. Tak pernah menerima hadirnya.
Hingga ketika kakaknya dinyatakan meninggal karena menyelamatkannya, kebencian wanita itu terhadapnya semakin besar. Tak ayal, kedua tangan yang seharusnya mendekap tubuhnya penuh kasih tak pernah Reynar dapatkan.
Jambakan, tamparan, pukulan, kata-kata menyakitkan, pun tatapan yang begitu tajam dipenuhi amarah selalu Reynar dapatkan hingga tepat di usianya yang ke sembilan tahun ayahnya mengetahui segalanya.
Apa yang telah Reynar sembunyikan tentang perilaku ibunya yang selalu bersikap kasar padanya terungkap, hingga hari di mana kata perceraian itu terucap dari mulut ayahnya dan ia hanya bisa menangis di sudut kamar.
Saat kaki ibunya melangkah ke luar dengan sebuah koper di tangan, kaki kecil itu berlari menuruni anak tangga berusaha meraih tangannya untuk tetap tinggal.
"Ma, jangan pergi! Jangan pergi!"
Anak kecil itu berteriak, berusaha meraih tangan ibunya namun ketika sudah ia dapatkan, sebuah hempasan kuat dari ibunya membuat tubuhnya yang mungil terdorong hingga jatuh ke lantai.
"Jangan pernah menyentuhku."
Kalimat itu terucap sebelum ibunya memilih untuk memasuki mobil, menjalankan mobilnya meninggalkan halaman rumah.
Reynar kembali berlari, tak ia hiraukan sakit di kaki akibat terjatuh. Terus berlari mengejar mobil ibunya dengan kaki kecilnya, namun langkahnya yang pendek dan sekuat apapun ia berlari, mobil itu tak pernah dapat Reynar hentikan, terus melaju meninggalkan dirinya yang kini kembali terjatuh.
Kedua lututnya berdarah akibat membentur aspal, kakinya kembali merasakan sakit dan nyeri. Dan anak lelaki berusia sembilan tahun itu hanya bisa menangis ketika mobil ibunya tak dapat Reynar lihat lagi dalam jarak pandangnya. Isakannya yang bercampur dengan suara hujan adalah melodi paling menyakitkan di jalan malam itu, bahkan isakan kecilnya dikalahkan dengan suara gemuruh.
Rasa sakit di kedua lututnya tak terlalu ia rasakan karena rasa sakit dan sesak di dadanya lebih mendominasi. Perih di lututnya tak seberapa dibanding hatinya yang terluka karena kehilangan seorang wanita yang ia sebut Mama.
"Mama jangan pergi!! Jangan tinggalin Rey, Ma!"
Tubuhnya yang menggigil kedinginan tak Reynar hiraukan, ia terus terisak berteriak memohon agar ibunya kembali. Tidak pergi meninggalkan dirinya. Ia tak mengapa jika ibunya akan selalu bersikap kasar dan memukulinya atau menatapnya penuh kebencian, sungguh Reynar tak apa asalkan ia masih bisa melihat presensi ibunya. Matanya masih melihat sosok wanita itu, dan telinganya masih mendengar suara ibu.
"Jangan pergi, jangan tinggalin Rey, Ma." Anak itu mendongak, memandang langit malam yang begitu kelabu tanpa cahaya, membiarkan tetesan-tetesan hujan itu membentur wajah, "Ya Allah... tolong bawa Mama kembali pada Rey, Rey mohon Ya Allah. Rey tidak ingin Mama pergi."
Kemudian tubuh mungil itu kini telah meringkuk, memeluk kedua lutut dengan wajah ditenggelamkan. Terlalu malu untuk memperlihatkan wajahnya yang begitu kacau karena menangis pada semesta.
Hujan. Mengapa harus selalu hujan yang membawa luka untuknya, mencipta segala trauma, membuat dirinya lemah tak berdaya, dan membuat takut hingga merasakan sesak di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
REYNAR || Huang Renjun [END ✔️]
Teen FictionReynar Raksa Nugraha hanya punya satu keinginan yaitu dia tak ingin merasakan kehilangan, namun kehilangan adalah bagian dari kehidupan. Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus merasakan kehilangan seseorang yang berharga meski akan selalu menimbu...