24

201 19 1
                                    

Siang ini, meski terik matahari begitu menyengat tak membuat seorang Ayana Wiratmi Kencana Sari mengeluh. Ia tetap gigih dan tukuh akan bekerja meski kakinya belum pulih total.

"Lo yakin, masih mau bekerja? Kaki lo masih sakitkan?" tanya Asep khawatir. Ayana mengangguk dengan senyuman manisnya.

"Gue yakin Sep, lagian kalian tanpa gue tuh bagai taman tak berbunga" kekehnya.

"Hey begitulah kata para pujangga, aduh hai begitu ..."

"Stop! Suara lo bikin pusing telinga gue tau Le," sela Tika dengan tangan membekam mulut Leo cepat.

"Aduh Tik, apaan sih. Lepasin gak? Tangan lo bau terasi," canda Leo dengan kasar melepas tangan Tika.

"Sembarangan!" pekik Tika kuat membuat para sahabatnya menutup telinga cepat.

"Aduh! Tika! Lo tuh ya bikin pengang telinga kita aja!" bentak Marteen yang seketika membuat Tika diam membeku dengan sesak yang menyeruak secara perlahan-lahan. Pikirannya bergelut keheranan, entah kenapa akhir-akhir ini Marteen sering kali memperlihatkan prilaku tak sukanya pada Tika. Apa yang sebenarnya terjadi pada Marteen? Mengapa ia seolah sangat membenci Tika saat ini, padahal sedari dulu sikap Marteen itu begitu lembut padanya dan Ayana seperti Asep.

"Gak gitu juga kali Teen, gak usah bentak juga. Kesihan dia" tegur Ayana.

"Ya sory, orang dianya aja yang nyebelin" ucap Marteen dengan raut wajah begitu tertekuk.

Tika tersenyum sinis. Giliran Ayana yang menegur, ia seolah manut begitu saja tapi jika Asep dan yang lain yang menegur pasti ia melawan, tak mau kalah.

"Gak usah minta maaf sama gue Teen, sama Tika aja tuh kasian"

"Gak usah, gue udah maafin!" ucap Tika cepat dengan mendelik sebal kearah Marteen.

"Ck. Gue gak perlu maaf lo," decak Marteen.

"Teen gak usah mulai deh," tegur Asep.

"Iya, gue heran sama lo. Perasaan dari kemarin lo sensi banget sama si Tika. Kenapa lo?" tanya Guntur penuh selidik. Wajah Marteen tiba-tiba memerah, kedua tangannya mengepal kuat seolah ia begitu marah mengingat apa yang sudah terjadi.

"Udah gak usah di bahas, paling dia lagi pusing dengan masalah di rumah. Ayo cepat bergegas, mumpung ada job yang lumayan nih" seru Leo melihat jam ditangannya.

Mereka mengangguk, Guntur dan Asep mencoba membantu Ayan berjalan sementara yang lain mengikuti dari belakang.

Ya, siang ini mereka sengaja bolos kuliah hanya demi pekerjaan yang telah digeluti mereka sejak SMA. Apalagi kalau ngeband, band yang masih belum begitu terkenal namun mampu memiliki cukup banyak penggemar diluar sana. Band Aster yang mereka dirikan telah mencetak beberapa penghargaan, namun mereka tak pernah besar kepala. Pekerjaan mereka masih saja dirahasiakan pada siapa pun, termasuk keluarga mereka.

"Tapi, malam pulangkan?" tanya Ayana ketika mereka tengah berada di dalam mobil milik Marteen.

"Pulanglah Ya, lagi pula kita gak bakal terima job ini kalau sampai nginep berhari-hari. Kitakan masih kuliah," ucap Asep, dramer sekaligus manager mereka.

"Tumben sekali lo nanya gitu Ya, kenapa? Biasanya juga lo gak peduli, mau pulang atau enggak" heran Tika dengan mata memicing, penuh curiga.

Tiba-tiba keringat dingin Ayana rasakan, susah payah ia menelan salivanya saat melihat para sahabatnya menatap heran kearahnya.

"Ah ... Eng ... Enggak kok, gue cuma takut aja bokap marah" susah payah ia menjawab. Tanpa mereka sadari, butiran peluh dingin di dahinya begitu bercucuran. Antara takut dan grogi yang saat ini Ayana rasakan.

Can Is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang