selingkuh? tidak mungkin!

2 0 0
                                    

Candra menghela nafas lelah, wajahnya sayu. Gaya rambutnya tak baraturan, tubuhnya ia jatuhkan ke sisi ranjang tempatnya. Ayana yang melihat sebisa mungkin menghirup udara lebih banyak, menghilangkan rasa curiga yang saban hari muncul di benaknya.

Bagaimana tidak,  sejak tiga minggu terakhir ini Ayana rasakan ada sikap yang berbeda dari Candra. Perubahan itu membuat pikiran buruk kerap muncul di kepalanya.

Seperti malam ini, Candra bahkan pulang dengan begitu larut padahal jadwal praktiknya hanya sampai pukul enam sore tapi Candra tidak memberi tahu Ayana bahwa dirinya akan melembur sampai jam dua pagi. Bukan sekali dua kali, tetapi yang Candra lakukan itu hampir tiap kali.

"Lembur lagi Mas? Kata Haris kamu beberapa hari ini cuma praktek seharian, ada dokter jaga lain yang menggantikanmu tiap malam loh" selidik Ayana memilih untuk terus terjaga dari tidurnya.

Candra berdecak saat merasa dirinya di sudutkan. "Gak sopan ya kamu nanyanya, suami pulang kerja itu bukannya di sambut ramah malah di jejali pertanyaan gak bermutu." protesnya Candra tanpa melihat wajah Ayana yang kini berubah muram.

Heran? tentu saja, tak biasanya Candra menjawab pertanyaan Ayana seperti itu bahkan nyaris terdengar seperti bentakan.

"Aku nanya baik-baik loh, kok nyolot"

"Terus mau kamu apa? Aku capek, bisa ngerti gak sih" kenyolotan itu bahkan berubah menjadi bentakan.

"Ya jawablah dengan baik-baik, kan gue nanyanya juga baik-baik. Lo itu maunya di ngertiin terus tapi gak ngertiin gue"

"Lancang ya kamu. Sudah berkali-kali Mas bilang jangan gunakan kata lo gue, kamu itu emang dasarnya keras kepala. Susah di atur, bikin aku tambah banyak beban saja!"

Mata Ayana melotot, ia tak percaya dengan perkataan Candra padanya. Ini baru pertama kali selama pernikahan Candra memarahinya dengan mengata-ngatai.

"Beban?" tanya Ayana memastikan.

Kembali Candra memperlihatkan reaksi tidak sukanya, ia beranjak dari pembaringan menatap Ayana dengan malas. "Berdebat dengan kamu tidak akan ada ujungnya!" katanya Lagi dengan berlalu pergi membanting pintu kamar begitu keras.

Berkali-kali Ayana mengusap wajahnya kasar diiringi ucapan istigfar setiap kalinya.  Di hirupnya udara sebanyak yang ia dapat, lalu menghembuskannya perlahan. Berharap rasa lega menyelinap kehatinya. Nihil, bukannya lega ia malah semakin dihantui rasa curiga dan rasa bersalah karena telah mengganggu istirahatnya.

Pagi harinya, masih seperti biasa seolah tidak terjadi perengkaran. Dengan ikhlasnya Candra membuatkan sarapan seperti biasa.

"Sarapan dulu, biar kuliahnya fokus" ujar Candra membawakan sarapan ke meja makan.

Wajah Ayana masih saja tertekuk, entah pagi ini ia tak begitu semangat untuk sarapan bersama Candra. Ia sadar dirinya hanyalah beban yang entah sampai kapan akan menjadi bebannya.

"Loh, kok gak semangat gitu? Kenapa, masih pagi loh ini" seru Candra.

Ayana melengos, berjalan melewati Candra untuk mengambil sepatunya.

"Gak sarapan dulu? Mas udah capek-capek masak loh ini" sindir Candra menatap Ayana yang pergi melewatinya.

Ayana menoleh, ia menghembuskan napas gusar. "Kalau capek gak usah repot-repot buat masakinlah, gue bisa sarapan di kampus. Oh iya, mulai bulan ini mending lo gak usah transfer ke rekening gue lagi biar beban lo sedikit ringan. Kalau perlu gue juga bakalan cari kosan buat gak tinggal lagi disini. Sory sudah menjadi beban"

Mendengar hal itu membuat Candra panas dingin, ia panik. Perkataan semalamnya ternyata berpengaruh besar di otak Ayana.

"Maaf, bukan kaya gitu. Semalam Mas hanya kecapean, perlu istirahat"

"Emang segitu capeknya ya sampai ngatain istri sendiri hanya beban?" tanya Ayana pilu, ia masih sakit hati dengan perkataan Candra semalam.

Candra berjalan mendekat, hendak memeluk untuk menenangkan namun Ayana menolak dengan cepat.

"Tidak usah lagi memperpanjang sakit hati, aku pamit. Dan ya aku izin nanti pulang telat,  ada urusan penting sama Bisma"

"Urusan apa? Pulangnya aku jemput ya?" tawar Candra.

"Tidak usah!"

***
Bisma masih saja asik menertawai si preman kampus yang duduk lemas di hadapannya. Wajahnya bahkan tertekuk kaku, decakan kesal beberapa kali keluar dari mulutnya.

Cintaku bertepuk harap yang ada
Rintihan nada asamara

Alunan lagu milik crisye yang di putar sengaja oleh salah satu pegawai kafe pun bahkan tak bisa menghibur wanita itu. Ia seperti tengah merasakan kegalauan akut kali ini.

"Ya, ya coba aja dulu lo nikahnya sama gue pasti lo gak mungkin kacau seperti ini" kekeh Bisma dengan gelengan.

"Ih gue itu cerita ke elo buat minta solusi bukan malah dapat ledekan seperti ini" geram Ayana. Jika ia tau akhirnya akan jadi bahan ledekan, sudah ia pastikan mungkin ia akan bungkam saja. Tapi ia aku bercerita pada Bisma kini menjadi rutinitasnya, ia percaya Bisma mampu menjaga rahasia dan Bisma menjadi satu-satunya tempat paling nyaman untuk ia ajak diskusi saat ini.

"Ya sory, habis gue gak habis pikir deh sama lo dan gue baru tau kalau preman kaya lo juga bisa segalau ini" masih saja dengan tawa kecil Bisma mengejeknya membuat Ayana berdecak geram.

"Preman juga punya hati kali" ketusnya. Kini wajahnya ia tenggelamkan di meja dengan kedua tangan sebagai tumpuan.

Bisma terkekeh, kembali meminum kopi capucinonya dengan santai.

"Kalau laki-laki sudah tidak lagi menghargai pasangannya dan menganggapnya sebagai beban, bisa saja itu terjadi karena perselingkuhan"

Ayana mendongak cepat, ia kembali memposisikan dirinya serius menatap Bisma.

"Dia? Selingkuh?  Kagak mungkin!" tepisnya dengan penuh penekanan.

Bisma mendelik, mengambil cemilan di depannya. "Bisa jadi, ketidakmungkinan itu terjadi"

Ayana menatap tajam, hendak melemparnya dengan bolpoint di tangannya. Ya, saat ini selain mereka asik menikmati kopi di cafe, mereka juga tengah mengerjakan tugas penelitian yang dosen berikan pada mereka minggu lalu.

Pergerakan Ayana terhenti saat kedua manik matanya menatap pintu kafe yang terbuka diiringi bunyi lonceng, menampakan suaminya tengah mendorong kursi roda yang di tempati perempuan seumuran suaminya. Mereka berdua nampak begitu tersenyum bahagia.

"Hey, lo kenapa?" Bisma bertanya heran, tangannya melambai-lambai berusaha menyadarkan Ayana dari lamunannya.

"Jadi beneran dia selingkuh," lemas Ayana berujar, seketika matanya memanas mengeluarkan cairan bening disana.

Lagi, Bisma hanya tertawa mengejek. Apa yang ia ucapkan tadi sebenarnya hanyalah bualan semata-mata untuk menggodanya.

"Gue bohong kok, lo kan yang bilang sendiri kalau lelaki sekelas Candra tidak mungkin selingkuh"

Ayana menggeleng, ia mengisyaratkan pada Bisma agar mengikuti arah pandangnya.

Bisma menelan ludah susah payah, matanya menatap tajam kearah dua orang yang tengah asik berbincang di selingi tawa. Wajah perempuan yang kebetulan menghadap kearah mereka terlihat begitu jelas, sementara Candra membelakanginya namun postur tubuh dan gaya rambutnya dapat di kenali para mahasiswanya, termasuk Bisma.

"Lelaki itu benaran suami lo, Ya?" tanya Bisma kembali memastikan.

Ayana mengangguk pilu."Lu benar Bis, Ketidakmungkinan itu bisa saja terjadi" ucap Ayana tercekat.

"Dia selingkuh? Tidak mungkin" sebisa mungkin Bisma meyakinkan Ayana untuk tidak berpikiran negatif "jangan dulu berprasangka buruk, bisa jadi wanita itu salah satu pasiennya" imbuh Bisma.

Can Is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang