Sakit

2K 133 16
                                    

•Taufan pov•

"Aargh!"

"Sshh, kenapa tubuhku terasa sakit lagi?" ringisku. Akhir-akhir ini tubuhku mulai kesakitan lagi. Energi kuasaku pun juga mulai menurun. Oleh karena itu aku berusaha untuk memulihkan diriku dan banyak beristirahat.

"Apa jangan-jangan tubuhku terasa sakit karena aku sudah memberikan energi kuasaku terlalu banyak kepada dia?" aku bertanya pada diriku sendiri. Dengan tubuhku yang sudah kesakitan seperti ini, rasanya aku ingin mati saja dan meninggalkan dunia daripada harus menahan rasa sakit yang entah kapan sembuhnya.

Tapi...

"Berikan energi kuasamu kepadaku kalau tidak nyawa saudara-saudaramu akan terancam!"

Aku menepis semua ingatan masa lalu itu dan membuangnya jauh-jauh dari pikiranku. Percuma saja, dengan mengingat kembali masa lalu yang kelam itu hanya bisa membuat diriku semakin jatuh sakit.

"Auww, s-sesak," Aku memegang dadaku yang terasa sesak itu dengan kuat dan berusaha menetralkan nafasku. "Aku tidak boleh menyerah. Saudara-saudaraku membutuhkanku. Aku tidak mau mereka merasakan sakit yang sama seperti diriku ini," ucapku.

Aku sudah lama menyembunyikan masalah masa lalu ku itu dari saudara-saudaraku. Dengan alasan tidak mau menambah beban pikiran mereka dan tidak mau menyusahkan mereka. Seharusnya aku tidak boleh menyembunyikan masalah ini terus-terusan. Tetapi egoku untuk berdiam diri masih saja menyelimuti diriku.

"K-kak, s-sakit."

Aku menggelengkan kepalaku dengan kuat guna untuk menghilangkan ingatan itu kembali. "Aargh!" Teriakku.

Tok, tok, tok

Aku berangkat dari tempat tidurku. Dengan tubuh yang terasa lemas dan pandangan mata yang sayu, aku memaksakan diriku untuk membuka pintu kamar. Tampaklah Gempa, kakak keduaku yang sedang menatap diriku dengan cemas.

"Dik, apakah kamu baik-baik saja?" Tanya Gempa. "Aku baik-baik saja kak." Aku memandang Gempa dari atas sampai bawah. Sepertinya dia baru saja selesai memasak untuk sarapan pagi ini. Huhh.. aku jadi merasa tidak berguna karena tidak membantu dia memasak sarapan.

"Taufan?" Panggilan dia membuyarkan lamunanku. "Kamu yakin baik-baik saja? Wajah kamu pucat, mata kamu juga terlihat sayu. Kamu sakit?" Pertanyaan dari kakakku itu membuatku gelagapan. Oh tidak, jangan sampai dia tahu bahwa aku sedang tidak baik-baik saja. "Oh, eumm a-aku baik-baik saja kok kak. Tenang saja," ucapku dengan senyuman manis yang dipaksakan. Ingat, dipaksakan. Aku hanya mencoba menyakinkan dia dengan senyuman itu.

"Ohh, baiklah. Kalau kamu sakit jangan lupa beritahu kakak ya," ujarnya. Aku hanya mengangguk kecil. Bergerak saja tidak kuat, apalagi berbicara. Mulutku terasa kelu untuk digerakkan. "Eumm, kakak. Mau aku bantu menyiapkan sarapan?" ucapku menawarkan bantuan. "Boleh. Letakkan sarapan ini di meja makan ya,"

                         ***

Aku terpaksa harus menahan sakit yang ada di dalam diriku ini.  Berpura-pura seolah-olah diriku ini baik-baik saja di depan mereka. Aku meletakkan sarapan pagi yang telah disiapkan oleh Gempa di atas meja makan. "Sarapan pagi sudah siap!" teriakku.

"Yeayy, waktunya makan!" teriak Thorn semangat 45. Aku terkekeh melihat lincahnya Thorn saat menghampiri meja makan. Masa lalu itu pun terbesit lagi di pikiranku.

"Ya ampun! Akhirnya kamu bangun juga kak. Tahu tidak? A-" "Tidak." ucapan Blaze terpotong olehku. Aku malas sekali mendengar ocehannya yang sangat panjang sepanjang jalan kenangan. Eh-

"Iss, aku belum selesai berbicara tapi kamu sudah memotongnya saja!" gerutu Blaze dengan bibir yang dikerucutkan sedikit. Dia jadi terlihat seperti bebek yang sedang mengendus-endus sampah. Aku jadi bergidik ngeri melihatnya.

"Kenapa kamu melihat aku seperti itu? Ganteng yaa," ujar Blaze dengan percaya dirinya. Aku hanya memutar bola mata malas. "Kak! Kenapa kamu lama sekali bangunnya?! Asal kamu tahu kak, aku susah payah berusaha menahan laparnya perutku ini! Kalau aku mati kelaparan gimana? Kan kasihan anak seganteng ini harus pergi meninggalkan dunia karena kelaparan," oceh Blaze dengan wajah melasnya.

Dasar adik yang satu ini.. Tingkat kepercayaan dirinya terlalu tinggi melebihi menara pisa. Ocehannya juga membuat telingaku panas sepanas panganggan oven. "Ssstt, sebaiknya kalian makan saja. Tidak baik terlalu banyak bicara," tegur Halilintar, kakak pertamaku.
          
                         ***

"Hei, lihat aku!" teriak Blaze. "Wahhh, kakak hebat sekali! Kakak seperti orang yang tidak terkalahkan!" puji Thorn. "Tentu saja! Tidak ada yang bisa mengalahkan aku si pahlawan berapi!" ucap Blaze dengan bangganya.

Mulai.. Besar kepalanya mulai muncul lagi. Kalian tahu apa yang Blaze lakukan? Dia bermain hoolahoop menggunakan cakra apinya. Dengan bangganya dia memainkan benda itu diatas meja ruang tamu dan menggoyangkan pinggangnya kesana kemari.

Sebentar.. Aku belum melihat Ice dan Solar sama sekali. Dimana mereka?

Aku berjalan ke taman belakang dan terlihatlah Ice yang sedang duduk sendiri sambil menikmati lalunya angin. Aku tidak akan menganggunya. Jadi, aku pergi ke kamar Solar. Ternyata Solar sedang membaca buku.. Entah buku apa itu, nampaknya dia sangat fokus sekali.

"Taufan!" Aku terperanjat saat mendengar panggilan Gempa yang menggelegar. "Ada apa kak?" tanyaku. Dia nampak sangat cemas.

"T-Thorn!" Aku masih tidak mengerti apa yang dia maksud. Gempa menghela napas sebentar, "Thorn pingsan!" teriaknya.

Deg!

"A-apa?!!"

Tbc.

Jangan lupa vote, comment, sama follow yaa

See u next!

Painful Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang