Taman

668 91 11
                                    

"Kamu sudah siap?" tanya Destro. Aku mengangguk.
Saat ini aku sudah sampai di kediaman Destro. Mempersiapkan diriku untuk menyalurkan energi kuasaku kepada Akai.

"Mulailah," ucapnya.
Aku pun menyalurkannya dengan sekuat tenaga. Aluran energi kuasaku itu masuk ke dalam tubuh Akai yang sedang bermain di luar rumah.

"Baiklah, sudah cukup. Kamu sudah menghabiskan setengah dari energi kuasamu," ujar Destro.

Aku memberhentikan aksiku dan terduduk lemas. Mengatur napasku yang sudah kelelahan.

Aku melihat diri Akai yang begitu sehat dan semangat. Dia bermain dan berlari kesana kemari.

Aku tersenyum tipis melihatnya. "Kenapa kamu bisa lupa untuk menyalurkan energi kuasamu kepada Akai?" tanya Destro.

Aku mengalihkan pandanganku kepadanya. "Maaf," hanya itu yang bisa kuucapkan.

"Minta maaf tidak semudah itu memulihkan kondisi anakku," ucapnya dengan pandangan mengarah ke Akai. Kalimat itu diucapnya sama persis seperti kejadian 2 tahun yang lalu.

"Aku benar-benar lupa. Saat itu kondisi tubuhku terlalu lemah," ucapku.

"Aku tidak peduli dengan kondisimu. Kamu sudah besar.. Seharusnya kamu bisa menjaga dirimu sendiri dengan mudah," ujarnya.

***

"Aku ingin bertanya.. Kenapa Thorn kemarin bisa cepat sembuh begitu saja setelah kamu menyakitinya?" tanyaku kepada Destro.

Menyakiti? Ya, menyakiti. Jika aku telat menepati janji, Thorn akan disakiti olehnya dan begitupun sebaliknya.

"Itu karena energi kuasaku. Setelah aku menyakitinya, aku langsung menyalurkan energi kuasaku kepadanya. Itulah kenapa adikmu bisa sembuh dengan cepat," jawabnya.
"Tidak seperti kamu.. Lupa dengan janji," sindirnya.

"Kapan mereka berdua bisa sembuh total?" tanyaku.

Jujur, aku sudah lelah menghadapi ini semua. Aku jadi merasa dipermainkan olehnya.

"Aku tidak tahu. Mereka baru sembuh 50%," jawabnya santai.

Apa?! Selama 2 tahun ini, mereka baru sembuh 50%?!!

"Kenapa kamu memasang wajah kaget seperti itu? Kamu tahu kan kalau luka mereka berdua sangat sangat dalam?" tanyanya. Aku mengangguk dan terdiam.

"Kakak! Kakak sedang apa kesini?" tanya Akai seraya menghampiriku.

"Kakak ingin bertemu dan bermain denganmu," jawabku sambil tersenyum manis.

"Yeayy! Ayah, bolehkah aku bermain bersama Kak Taufan?" tanyanya dengan mata bulat berbinar.

Destro diam sebentar, melihat diriku dengan malas. "Tentu saja boleh," jawab Destro dengan senyuman terpaksa. Aku dan Akai cukup dekat. Umur dia dan Thorn terpaut sama, jadi sifat mereka juga hapir sama.

"Ayo kak, kita pergi beli es krim!" ajak Akai. Aku mengangguk semangat dan menggandeng tangan Akai. Sebelum aku dan Akai melangkah pergi, Destro menahan pundakku.

"Jaga anakku baik-baik. Jangan sampai lecet sedikitpun," pesannya. Aku mengangguk dan kembali berjalan.

Dasar bapak tua posesif

***

"Kakek Gara! Aku mau beli es krim vanila!" teriak Akai seraya menghampiri gerobak es krim milik Kakek Gara.

Aku dan Akai sudah sampai di taman. Keadaan tidak begitu ramai tapi tidak begitu sepi juga. Aku juga melihat Ryan, Kory, dan lainnya sedang bermain bola.

"Bro! Sedang apa kamu kesini?" panggil Ryan disertai dengan pertanyaan. Ryan dan Kory menghampiriku yang sedang duduk di bangku taman.

"Lagi temenin si bocil beli es krim," ucapku.

"Ooh, main bola kuy!" ajak Ryan.

"Ogah, malas," tolakku.
Ryan berdecak kesal. 

"Susah banget sih kamu diajak main!" gerutunya.

"Gimana keadaan Thorn? Baik-baik saja kan?" tanya Kory. Dia sudah tahu apa yang terjadi dengan Thorn dan Akai. Ryan sudah memberitahu semuanya kepada Kory.

Aku mengangguk.
"Eh, kalian tahu tidak?" tanya Ryan.

"Tidak tahu," jawabku.

"Ck, my sweetie little pillow-ku harum banget lho! Kalian pasti iri kan dengan aku?" ujar Ryan dengan bangganya.

Kory menjitak kepala Ryan. "Bantal mulu pikiranmu!" teriak Kory. "Woi, Taufan! Kamu dengar aku bicara tidak sih??" tanya Ryan.

"Tidak. Aku mendadak tuli," jawabku seraya menghampiri Akai yang sedang memakan es krimnya.

"Yeeu, itu anak. Dia kenapa sih? Kok tidak bobrok lagi ya?" tanya Ryan kesal.

Kory hanya mengangkat bahunya tanda tidak tahu dan segera bermain bola lagi.

"Kak Taufan! Ayo kita bermain bersama!" ajak Akai semangat. Aku bermain bersama Akai di taman dengan gembira. Setidaknya dengan bermain bersama Akai di taman, bisa melepas rinduku dengan Thorn.

Banyak sekali kenangan yang kubuat dengan Thorn di taman ini. Aku tidak mau mengajak Thorn ke taman karena aku tidak mau dia kelelahan dan sakit. Apalagi mengingat kondisi tubuhnya yang belum sembuh total.

Taman ini akan menjadi tempat ter-spesial bagi kita, Thorn.

Sementara itu, ada seseorang yang melihat interaksi Taufan dan Akai dengan mata berkaca-kaca.



Tbc.

Hai haiii! I'm backk setelah sekian lama gak update cerita lg yaa hihi

Btw makasi banyak" buat kalian yang sudah vote, comment, follow, dan baca cerita akuu

Makasi juga buat yg sudah add cerita ini ke reading list kaliann!

Silakan membaca n i hope u guys like it^^

See u Next!

Painful Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang