Konser Dadakan

663 96 61
                                    

Selamat Membaca

Sejak dari kejadian itu, aku semakin berhati-hati dalam bertindak. Aku tidak mau membawa masalah terus-terusan  kepada mereka.

Aku juga menjaga rahasiaku dengan ketat agar saudara-saudaraku yang lain tidak mengetahuinya.

Jika kalian bertanya kenapa Thorn tidak mengingat kejadian menyakitkan  yang menimpa dirinya... Itu karena setelah dia bangun dari pingsan, dia tidak mengingat hal apa saja yang sudah dia lakukan bersama Akai di taman waktu itu.

Yang dia ingat hanyalah datang ke taman, membeli es krim, dan bertemu Akai. Ingat, hanya bertemu. Dia tidak ingat kalau dia bermain bersama Akai saat itu. Begitu juga dengan Akai.

Aku juga selalu menepati janjiku dengan Destro. Aku tidak pernah lupa dan telat lagi menyalurkan energi kuasaku begitupun juga dengan Destro.

Aku senang melihat kondisi Thorn sekarang. Dia jauh lebih baik dan sehat. Dari perkiraan Destro, tingkat kesembuhan Thorn sudah mencapai 60%.

Aku tahu itu hanya bertambah 10%... Tapi itu semua tidak akan membuatku menyerah.. Bertambah 10% saja sudah membuatku senang dan lebih bersemangat untuk menyembuhkan Thorn.

Bagaimana dengan kondisiku sendiri? Aku tidak tahu... Semakin lama kondisiku semakin menurun. Tidak sekuat dulu lagi. Terkadang aku suka merasakan pusing, demam, dan lemas.

Tapi aku berusaha untuk membuangnya jauh-jauh. Aku selalu berpura-pura sehat karena aku tidak mau mereka curiga denganku.

***

"Para hadirin sekalian! Mari kita goyang muanjahh!" teriak Blaze. Blaze berdiri di atas meja ruang tamu dan bergoyang-goyang kesana kemari. Thorn juga ikut menimbrung.

Ice, Solar, Halilintar, dan Gempa hanya duduk di sofa melihat penampilan mereka berdua seolah-olah menjadi penonton gratisan.

"Kalian sedang apa?" Aku bertanya dengan Blaze dan Thorn.

"LAGI KONSER DADAKAN KAK!" teriak Blaze tepat di telingaku.

"Jangan keras-keras! Telingaku sakit, obor!" teriakku tak kalah keras.

"Lah, kok obor kak? Namaku kan Blaze,"

"Kenapa?! Mau marah ha?!"

"Santai kak, santai.. baperan amat,"

"Cih, dasar korek api," ucapku lalu duduk di sofa bersama.
"Astaga kak! Aku sumpahin kamu  masuk ke Bikini Bottom!" Sembur Blaze.

"Bikini Bottom itu apa kak?" tanya Thorn polos.

"Bikini Bottom itu tempat tinggalnya kepiting rebus sama spons cuci piring," jawab Blaze.

"Mau ikut tidak?"

"Ma-"

"Sudah, sudah.. Jangan ajarin adik kamu yang tidak benar, dia masih polos," lerai Gempa.

"Iya tuh, kapan konser dadakannya dimulai nih?" tanya Ice dengan mata mengantuk.
"OH IYA! HAMPIR SAJA LUPA! UNTUNG SI KEBO KASIH TAHU!" teriak Blaze heboh.

Sepertinya telingaku akan meledak, batinku.

***

"Kak! Mau ikutan tidak? Biar sama-sama bobrok bareng," ajak Blaze.

"Pasti dong! Anak se-keren ini jangan dilewatkan!" seruku seraya naik ke atas meja.

Aku, Blaze, dan Thorn berada di atas meja. Sedangkan yang lainnya berada di sofa.

"Mari kita mulai!" teriak Thorn. Kami mulai berjoget bersama di atas meja.

"Bintang kecil  di langit yang biru!~" nyanyi Blaze.

"HIYAAA!!" sahutku dan Thorn.

"Amat banyak menghias angkasa!~"

"ASEEKKK!"

"Aku ingin terbang dan menari!~"

"WUHUUU!!!"

"Jauh tinggi ke tempat kau berada!!"

"YEAYYY!" teriakku dan Thorn lagi.

Kami semua tertawa bersama melepas penat membuat suara tawa kami menggema di ruang tamu.

"Ayo kak, kita cari bintang kecil!" ajak Thorn.

Suaranya yang terdengar nyaring itu membuat tawa kami terhenti.

"Kenapa kak? Ada yang salah?"

Kami masih terdiam. Bagaimana bisa kita mengambil bintang? Menyentuhnya saja tidak pernah, apalagi mengambilnya.

Masa iya pagi-pagi buta seperti ini, kita harus mencari bintang? Bisa-bisa dibilang tidak waras oleh semua orang.

"Kak! Bintangnya habis ya?" tanya Thorn membuat lamunan kami buyar.

"Ya jelas ada dong! Yuk kita minta dicarikan sama Pak Kambing!" sembur Blaze.

Mata bulat Thorn berbinar. Sangat berbinar.

"Blaze! Mulut kamu dijaga ya!" perintah Gempa.

"Hehe, sorry MamaGem.. tadi khilaf," ucap Blaze sambil membuat tanda peace di jarinya.

"Lebih baik kita buat kopi saja bersama daripada mencari bintang sialan itu," saran Halilintar.
"Nah betul itu, sekalian buat mata melek supaya bisa baca buku sepuasnya!" seru Solar.

"Yeeu, itu mah kamu yang mau!" ucap Blaze tidak setuju.

"Ayo kita buat kopinya sekarang! Aku sudah tidak sabar!" teriakku.

"Ayo!!" seru kami.

"Eh, Thorn. Nanti setelah minum kopi, kita pergi ke rumahnya Pak Kambing yuk! Kita main kuda lumping bersamanya!" ajakku yang sudah ketularan virus bobroknya Blaze.

"Astaga, Taufan! Mulut kamu sama saja seperti mulut Blaze!" tegur Gempa.

"Apa salahku?!" tanya Blaze dengan wajah kaget yang terlalu dibuat-buat.

***

"Eh, Kak Ice kok tidak ada di dapur ya?" tanya Solar saat kami telah sampai di dapur.

"Eh iya ya," ucapku baru sadar.
Terpaksa kami keluar lagi dari dapur untuk mencari Ice yang hilang entah kemana.

Kami mencarinya berjam-jam.
"Kak! Ternyata Kak Ice disini!" teriak Thorn.

Kami menghampiri Thorn dan melihat Ice yang sedang tertidur di bawah kolong meja sambil mengecap ibu jarinya.

"Astaga Ice!!!" teriak Gempa terkejut.

"Matematika ilmu yang mematikan," gumamnya.



Ada yang geli sama tingkah Blaze? Kalau author sih iya hshs

Disini aku sengaja kasih candaan dulu supaya gak tegang gitu lho. Kan capek kalau harus serius terus sampai alis-alis kalian mengkerut ahaha

Kalian maunya ada candaan lagi atau kembali ke serius lagi nih untuk cerita di part selanjutnya??

Jangan lupa vote, comment, dan follow yaw!

See u next!

Painful Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang