Penulis: harmonatha
Genre: Fantasy-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-
Gemuruh di dasar lautan menyamarkan ringisan Navie —sesosok makhluk yang kini mencoba menghentikan keluarnya cairan pekat dari lengan. Sesekali, duyung berekor sebiru lautan dengan aksen lebih gelap pada ujungnya itu mengintip ke bagian luar tempat persembunyian untuk memastikan keamanan diri. Napasnya terengah akibat goresan pada lengan, tepat di atas Auric –lingkar emas lambang kependudukan– mulai terasa semakin menyiksa.
“Navie!” pekik Beryl.
Naviie menoleh dan mendapati Beryl —adik perempuannya— datang dengan terburu. Buih-buih kecil terlihat saat Beryl menghentakkan ekor sebiru langit dengan aksen kehijauan pada ujungnya.
“Sudah tahu akan kalah! Kenapa masih saja bersikap keras kepala, sih?!” Beryl selalu menjadi yang pertama mengetahui saat Navie –kakak laki-lakinya– membutuhkan pertolongan.
Demi keagungan penguasa lautan, Navie jamin bahwa ia akan menyahut dengan lantang tepat di hadapan Beryl jika saja keadaannya tidak sebegini mengenaskan. Maka yang bisa ia lakukan saat ini adalah tersenyum getir dan menuruti sang adik yang membantunya berenang kembali ke Aquos.
Ini adalah Aquos, tempat yang terletak jauh di dasar laut. Tempat yang tidak pernah mengenal kata sepi. Tempat di mana para makhluk laut dilatih menjadi tangguh. Tempat bernaung bagi mereka yang menyerah untuk menjadi bagian dari Thalassic.
Bicara soal Thalassic, ada yang bilang kalau Thalassic ini lebih indah dari Atlantis. Katanya, apa yang tidak bisa ditemukan di Atlantis, bisa ditemukan di sana. Thalassic selalu menjadi tujuan kehidupan penduduk Aquos. Meski kenyataannya mereka harus mengorbankan apa pun untuk menjadi bagian dari Thalassic —harga diri dan nyawa sekali pun. Oleh sebab inilah banyak yang memilih untuk menyerah dengan impian menjadi bagian dari Thalassic. Well, yeah, kalau dipikir-pikir untuk apa menjadi bagian dari Thalassic jika nyawa menjadi taruhan? Bukannya menikmati, mereka malah akan menjadi kenangan semata atau bahkan topik pembicaraan hangat penduduk Aquos nantinya.
“Tapi kau jelas tahu kalau Triton itu licik, Nav!” Beryl total dibuat geram dengan sikap keras kepala kakaknya.
“Dan kau jelas tahu kalau kakakmu ini pintar.” Alis Navie terangkat satu seraya menyahut pongah.
Beryl mencibir sambil memutar bola mata jengah. “Pintar? Ini yang namanya pintar, hah?!” Beryl menekan kuat-kuat luka sang kakak yang baru saja selesai diobati.
“Aduh! Hentikan!” Navie menjauhkan diri dan mendekat ke arah koral kemerahan di mana ia meletakkan Auric-nya. Mengusap sebentar, lalu kembali memakainya di lengan kanan atas.
Matanya memandang sendu warna biru gelap yang membentang sepanjang ia mengamati Aquos dari balik celah koral. Menghela napas sebelum melontarkan kata-kata yang mampu membuat Beryl tersentak.
“Thalassic adalah tempat kita, Beryl.” Navie menjeda sejenak. “Aku sedang berbaik hati membiarkan Triton bahagia saat ini. Meminjamkannya tahta adalah hal terbaik yang bisa kulakukan sebagai sahabat. Tapi, melihat Triton sebegini lupa diri, aku semakin yakin bahwa mengambil kembali tahta adalah hal yang benar.”
-ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-
Mengagumkan adalah kata yang cocok untuk mendeskripsikan Thalassic. Kastil kokoh nan megah, serta para penduduk yang begitu terlihat berkelas menjadi pemenuh pandang setiap sudut tempat itu.
“Di mana Beryl?!” Triton berteriak lantang pada para penjaga saat melihat ruangan Beryl kosong. Memandang murka pada mereka yang hanya bisa menunduk. Ia mendengkus sebelum akhirnya pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBISI
Short Story"Terkadang ambisi terlalu tinggi dapat menjatuhkanmu ke jurang yang paling dalam." Pasti kalian pernah atau sedang ingin mencapai sesuatu. Bagaimana pun caranya kalian harus mendapatkan itu. Sama seperti tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita ini. Na...