Chapter Ⅷ - Pemb❦lap

107 52 2
                                    

+┉┉┅┄┄┈•◦ೋ•◦❥•◦ೋ°

Bangunan stadion itu hanya tinggal berjarak beberapa meter dari jangkauan Krisna ketika ekor mata laki-laki itu menangkap serbuan zombi di tengah hujan salju yang setiap detiknya kian membeludak memenuhi seisi kota Seoul, memporak-porandakan apa pun yang mereka lewati dengan beringas.

"Tunggu aku sebentar lagi, Cherry!" Krisna mengigit bibir bawahnya gugup, laki-laki itu menambahkan kecepatan mobilnya hingga spidometernya berada dititik batas maksimal, ia beberapa kali menyelipkan anak rambutnya yang panjang maju menutupi pandangan.

Mobil itu masuk ke dalam stadion yang pintunya terbuka lebar, selama sepersekian detik gelap menyelimuti Krisna sebelum akhirnya pandangan laki-laki itu disambut oleh seseorang yang tengah berdiri di tengah stadion, wajahnya terlihat panik dengan sepasang pipi tembemnya yang merona akibat kedinginan, sepasang bola matanya bulat dan jernih, sementara bibirnya yang tebal berwarna cherry ternganga bulat. Krisna tersenyum, itu adalah sosok yang sama dengan yang dilihatnya difoto. Bukan seorang perempuan murung bak mayat hidup yang dilihatnya melamun di depan jendela, bukan pula seorang perempuan bengis yang kasar, tetapi seorang perempuan lugu yang selalu terlihat ceria dan membuat siapa pun yang menatapnya seakan mendapatkan pasokan energi baru.

Sosok tinggi menawan itu memandangi mobil Krisna kebingungan. Disaat yang bersamaan, tanpa laki-laki itu sadari, rambutnya yang semula sehitam jelaga berubah warna menjadi seputih beras yang baru digiling, kulitnya yang semula putih bersih berubah sedikit kusam dengan kumis tipis. Krisna memasang ekspresi serius, dia bingung bagaimana harus memarkirkan mobil yang ternyata adalah mobil balap itu. Jadi selama beberapa saat, yang Krisna lakukan hanyalah memutari Cherry di tengah lapangan menggunakan mobil tersebut di tengah hujan salju yang kian lama kian lebat.

"Berhenti bermain-main denganku!" Tubuh Cherry berputar mengikuti arah mobil Krisna, uap keluar dari mulut juga hidungnya. "Apa yang kau inginkan dariku?" Kaca mobil itu perlahan Krisna turunkan, tahu bahwa gadisnya mencoba mengajaknya bicara, tetapi yang membuatnya aneh adalah Cherry yang bersikap tak mengenali dirinya. Ketika kaca mobil itu sepenuhnya turun, dengan jelas Cherry dapat melihat sosok di balik mobil yang tiba-tiba masuk ke dalam stadion tersebut, ada perasaan merinding dan rindu yang bercampur dilubuk hati perempuan itu, tetapi dia coba menepisnya. "Oke. Cukup! Berhenti melakukan hal konyol ini!" Cherry berteriak marah.

Krisna berhasil menghentikan mobilnya sekitar 2 meter dari hadapan Cherry, dia keluar dari dalam mobil sambil melepas kacamata yang bertengger dihidung mancungnya. Laki-laki itu tersenyum, ia berlari kecil menghampiri Cherry di mana perempuan itu tengah menatapnya penasaran.

"Apa kau memiliki masalah denganku?" tajam Cherry begitu Krisna tiba di hadapannya. "Atau kau ingin pamer?" Perempuan itu mengambil spekulasi sendiri. "Ck, dasar para pembalap pemula."

Krisna meraih pergelangan tangan Cherry, sayangnya refleks Krisna yang tiba-tiba rupanya membuat perempuan itu terkesiap. "Bisakah kau ikut denganku sekarang, Cherry?" minta Krisna lembut, tetapi raut wajah gelisahnya masih mampu Cherry tangkap.

"Hah? Apa maksudmu—dari mana kau tahu namaku? Aku tengah menunggu teman-temanku omong-omong." Cherry menyentak tangan Krisna. "Apa mungkin kau ini seorang penguntit?" tudingnya dengan telunjuk yang berada tepat di depan hidung Krisna.

Laki-laki itu menggeleng melihat reaksi yang Cherry berikan. "Tidak ada waktu untuk menjelaskan atau pun berdebat, kita harus segera pergi dari sini!" Krisna kembali memegang pergelangan tangan Cherry dan menyeretnya menuju mobilnya. Perempuan itu tentu saja memberontak heboh, seorang laki-laki asing tiba-tiba saja muncul di hadapannya dan memaksanya pergi dengannya, siapa yang tidak menaruh curiga?

"Lepaskan!"

"Cherry, ku mohon."

"Apa ini semacam penculikan berencana?" Cherry masih diseret oleh Krisna dan perempuan itu pun masih berusaha melepaskan tangannya dari genggaman orang yang memiliki suhu tubuh sangat dingin tersebut, Cherry melirik wajah Krisna sekilas, dengan kesal dia mencoba mengangkat tangannya dan menggigitnya. "Apa kau akan menjualku ke laki-laki hidung belang atau mengambil organ dalamku? Hei. Jawab—!" Cherry tak jadi melanjutkan protesnya ketika tiba-tiba stadion itu kembali diguncang gempa.

LONESOME DEVIL [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang