lembar 02

26 29 8
                                    


Pagi hari ini turun gerimis ketika Caitlin bangun. Ketika dia membuka jendela, gerimis segar menyapu wajah nya. Dia bisa merasakan kegembiraan mengalir di pembuluh darah nya.

Itu adalah curah hujan yang aneh dan tidak ada yang lain. Perasaan mempesona itu mendorongnya untuk berpikir jika beberapa tetes hujan segar memiliki kekuatan yang begitu besar atau itu hanya pikirannya.

Hal-hal berubah setiap waktu. Caitlin selalu ingin menghargai kenangan yang ia yakini berharga bagi nya, untuk hidup nya kelak. Itu adalah salah satu dari hujan.

Jauh di lubuk hati, Caitlin tahu bahwa dia lelah dan ingin beristirahat. Tetapi rasa takut yang besar akan kesepian selalu mendorong nya untuk terus hidup. Dia tidak punya alasan untuk mengeluh.

Hari ini, adalah penghujung minggu. Angin yang menyejukkan dan gerimis, Caitlin mengirim pesan kepada Karina dan memberinya alasan bahwa ia tidak ingin datang ke tempat lest hari ini. Dirinya akan mengatur belajarnya tepat waktu.

Caitlin tidak sabar untuk menerima balasan darinya. Gadis itu mengenakan celana jeans kasar, kaus merah muda, dan sandal jepit.

Dia benar-benar ingin bertelanjang kaki hari itu tetapi kemudian ia menyadari, jalanan tidak memiliki hamparan bunga untuk nya.

Caitlin mengunci pintu kamarnya dan membiarkan jendela tetap terbuka dan hampir berlari keluar dari gedung.

Tidak terlalu banyak orang yang keluar. Saat itu sore dan sebagian besar toko sudah tutup.

Dia berjalan di tengah hujan dan bermain air di jalanan. Gadis itu melompat ke atas air, rasanya luar biasa dan yang mengejutkannya, rasa sakit yang tidak diketahui yang ia bawa seketika pergi.

Caitlin merasa seolah-olah alam menghujaninya dengan kasih yang melimpah dan mengatakan untuk tidak merasa kesepian.

Dia berjalan cukup jauh, ia bahkan tidak membawa uang tunai atau ponsel.

Caitlin melihat beberapa anak jalanan bermain di tengah hujan. Dia berdiri di sana selama beberapa waktu untuk menikmati pemandangan itu.

Karena basah kuyup, ia mendambakan ada payung yang menampungnya sebentar, untuk menghilangkan sedikit rasa pusing di kepalanya.

Ketika ia merasa bahwa semua luka di hatinya dibilas oleh hujan, ia kembali ke rumah.

Perjalanannya cukup panjang, karna dari tadi Caitlin hanya mengikuti keinginan hatinya untuk berjalan-jalan.

Kini, gadis itu berada di tengah kota. Kota yang tampak sepi di akhir Minggu seperti ini.

Gadis itu tetap tersenyum miris, memikirkan jalan pulang. Tapi langkahnya terhenti ketika menyadari bahwa hujan sudah berhenti.

Caitlin menengadahkan kepalanya melihat langit, tapi sebuah payung besar menghalangi penglihatannya.

Tampaknya gadis itu salah. Mengira jika hujan berhenti, tapi sebenarnya ada payung yang menampung tubuh mungilnya.

Siapa yang memegangi payung volkadot ini?















Caitlin berbalik arah. Dia terdiam, menatapi setiap jengkal ciptaan Tuhan yang indah itu. Lelaki yang di hadapannya tampak terdiam. Ikut menikmati pemandangan indah satu sama lain.

Saat menyadari itu berakhir lama, si lelaki berdehem. Caitlin mengedipkan matanya, "ah, maaf!" serunya menghindar.

Lelaki itu menjulurkan tangannya, berharap balasan. "Kenalkan, aku Jake."


Caitlin menatapnya tak percaya. Bukankah lelaki ini adalah lelaki yang pernah ia temui sebelumnya?






























Caitlin menatap manik itu sekali lagi, "Caitlin Lee." Gadis itu membuat lengkungan di sudut bibirnya, tersenyum manis.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PRIVILEGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang