Semua berawal dari ketidaksengajaan Caitlin mencintainya, hingga mampu membuat gadis itu terjatuh ke lubang terkelam dalam hidupnya.
Dia tak pernah menyangka hidupnya akan berubah begitu drastis setelah bertemu oleh seseorang yang menolongnya tiba-tiba di tengah badai hujan.
Untuk pertama kali Caitlin melihatnya, saat itu tak pernah terbersit olehnya akan jatuh cinta pada lelaki itu, namun waktu berkata lain, dan semua berubah saat itu.
Nama lelaki itu adalah Jake, pertemuan Caitlin denganya berawal saat dia keluar malam setelah pulang dari supermarket. Dia masih ingat sekali bagaimana kronologi pertemuannya dengan Jake, yang tak mungkin Caitlin lupakan.
Malam, sinkronisasi sempurna dengan suasana hatinya, pikiran, dan jalannya. Awan gelap membuat sepanjang hari redup dan menandai kemenangan mereka atas matahari. Dia sedang berjalan melewati sebuah gang sempit dengan langkah menari-nari. Jalan pelan, kepala tertunduk dan matanya membaca langkahnya.
Guntur tiba-tiba membuat kepalanya terangkat dan sedikit terkejut ketika hujan turun semakin deras. Caitlin bergegas menuju sebuah halte bus. Dia sedang melangkahi trotoar ketika ia bertemu dengan seorang Lelaki. Gadis itu menatapnya dan sesuatu mengejutkannya.
Caitlin belum pernah melihat mata yang begitu indah sebelumnya. Dia terus menatapnya tanpa menyadari bahwa ia akan tersandung tetapi lelaki itu memegang tangannya. Dia membawa Caitlin lebih dekat dengannya.
"Apa kamu baik-baik saja?" Dia bertanya.
"Ah?" Caitlin tersentak.
Pandangan itu terlihat sangat dalam, Caitlin bisa melihat ketulusan dalam netra coklat tersebut.
Dan setelah hal itu terjadi, Caitlin harap jikalau dia tergelincir untuk kedua kalinya pada jalanan ini, lelaki itulah yang menyelamatkan nya.
Kejadian malam itu, belum menumbuhkan perasaan apa-apa, hingga suatu hari saat Caitlin tengah berkumpul dengan teman-temannya. Arin dan Lauren, semua berawal ketika Lauren bilang kalau dia sedang naksir sama kakak kelasnya, namanya Jay, dan Arin pun demikian.
"Ca, kita udah ngasih tau gebetan kita nih, sekarang lo kasih tau siapa gebetan lo," ucap Lauren.
"Apa, gebetan? Gue gak punya hehe," jawab Caitlin polos, karena memang saat tidak pernah terlintas untuk menemukan orang yang cocok disebut gebetan di sekolah.
"Eh, lo gak suka ama temen Kak Jay gitu? Si Ricki misalnya, atau Mahesa??" tanya Arin.
Caitlin terkekeh, "engga."
Bel sekolah berdering, dan kelas terakhir pun akan di mulai. Caitlin dengan gugup membawa bukunya kedalam perpustakaan, untuk mengikuti kelas yang akan dilakukan di sana.
Karna jumlah siswa yang belajar pada pelajaran kelas sore sedikit, perpustakaan akhirnya digunakan oleh dua kelas secara bersamaan. Kebetulan, kelas yang menggunakannya adalah kelas Caitlin dan Mahesa.
Caitlin terdiam untuk beberapa saat, sembari memandang gurunya dengan tatapan kosong.
Pikirannya benar-benar berada di luar materi pelajaran. Caitlin tersenyum singkat, dan kembali masuk ke dalam lamunannya.
Bukan lamunan tentang kakak kelas yang memberinya surat cinta. Melainkan tentang seseorang yang menolong Caitlin di kala hujan. Caitlin teringat dengan tatapan netra itu. Tatapan netra yang cemerlang mengkilap diterpa sinar rembulan.
"Ca, soal kemarin.."
Caitlin menengadahkan kepala, melihat siapa yang mengajaknya berbicara kali ini.
Lelaki berseragam yang sama dengannya, duduk di hadapan Caitlin sekarang.
Lelaki itu hanya mengenakan kemeja dalaman seragam, dengan seluruh kancing baju yang terlepas. "Soal apa? Gue gak inget tuh."
"Bu-bukan, bukan soal kemarin waktu lo nungguin seseorang. Tapi waktu lo ke rumah gue dan jatuh di deket jendela," lelaki itu tersenyum menahan tawanya.
"Apasih, Sa." Caitlin menutup wajahnya malu, kondisinya sekarang sangat emosi sekaligus malu.
"Hey," Mahesa mendekatkan wajahnya ke arah Caitlin, seperti ingin membisikkan sesuatu.
"Maaf ya, karna udah buat lutut lo luka waktu itu. Nih plester, maaf juga karna gue ngasihnya terlambat."
Caitlin mengintip Mahesa dari sela-sela jarinya, "yaudah pergi sono. Gue pengen sendiri."
Mahesa tersenyum dan mengangguk, "asal lo kasitau ke gue, siapa orang yang lo tunggu kemarin itu."
Caitlin terperangah, dan mencoba untuk menutupi wajahnya lagi. "Gak mau, pergi deh sono!" usirnya.
Mahesa yang dalam posisi berdiri, kembali duduk dan menatap Caitlin, "kasitau gue pokoknya."
"Ih, maksa banget!"
"Yaudah, gue gak bakal pergi sampai bel masuk berbunyi." Mahesa menampung wajahnya, dan menatap Caitlin lekat-lekat.
Caitlin terdiam beberapa saat, lalu menghadap Mahesa balik. Gadis itu tersenyum santai, "kalau gitu, kasih tau ke gue dulu. Siapa sih pacar lo sebenarnya, Mahesa?"
Mahesa melotot, dia membuang muka dari Caitlin. Lelaki itu memainkan jari-jarinya dan tetap diam.
"Mahesa," panggil Caitlin. Mahesa berdehem.
"Kenapa sih lo terus-menerus ikutin gue? Lo terus ada dalam hari gue. Kenapa lo gak jauhi gue pas lo udah punya pacar?" Caitlin menghentikan ucapannya, kemudian tergagap. "Ma-maksud gue, tu.. tunangan."
"Kenapa lo deketin gue terus?"
Caitlin melanjutkan ucapan nya terus menerus, walaupun tahu Mahesa tidak akan menjawab. "Gue gak kepedean, liat lo yang ngekorin gue mulu, gu—gue cuma risih."
"Mahesa, lo itu udah punya tunangan. Gak baik deket sama cewek lain, lo harus jaga hati... tau."
Mahesa terdiam, lelaki itu bungkam dan tak tahu harus menjawab apa.
"Terus, soal seseorang yang gue tunggu. Dia itu... seseorang yang gue suka. Namanya Jake, dan dia adalah seseorang yang gue harapin." Caitlin berdehem, menatap Mahesa.
"Ki—kita cuma temen, Sa." Caitlin menghela nafas. Menyandarkan diri sepenuhnya pada kursi.
Caitlin merasa bersalah pada Mahesa. Pokok percintaan hidupnya itu sangat tidak mudah. Di sisi lain Caitlin merasa senang karena ada yang peduli, namun ada satu sisi yang membuatnya menolak.
Caitlin pergi dari kelas, meninggalkan Mahesa terdiam seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIVILEGES
Romance⠀⠀⠀⠀ ⠀✦⌗﹕ft. Jake Sim Apa yang terjadi ketika dua orang dengan kepribadian dan gaya hidup berbeda dipasangkan sebagai belahan jiwa?