Caitlin berjalan perlahan menuju jalan karena dia bisa merasakan tetesan hujan menghantam tudung dari hoodie yang ia pakai.
Gadis itu memasukkan tangannya ke dalam saku hoodie dan berjalan lebih cepat. Sementara, sambaran petir melintasi langit di atasnya, menerangi suasana yang gelap dalam satu kedipan.
Gadis itu segera berlari-lari kecil, menuju sebuah rumah. "Halo!" seru Caitlin mengetuk-ngetuk pintu.
Braak!
Pintu terbuka dengan cara yang dipaksa. Di baliknya, ada seorang gadis sebaya Caitlin yang mengenakan jaket tebal dan memakai celana training abu-abu, dia tersenyum ramah. "Selamat datang, masuklah."
Caitlin membalas gadis itu dengan senyuman yang tak kalah merekah. Dia memasuki rumah yang terbuat dari kayu itu.
Walau terbuat dari bahan bertekstur kayu, nuansa yang di ciptakan rumah itu tak kalah mewah daripada rumah berdinding marmer, seperti rumah nya.
Gadis itu mengajak Caitlin memasuki teras belakangnya. Di sana, mereka akan bercakap-cakap untuk belajar bersama-sama. "Duduklah, gue mau ngambil camilan dulu," ujarnya.
"Ah, oke!" Caitlin memilih untuk duduk di sebuah bantalan yang tersusun rapi. Bantalan itu terlihat lebih empuk. Sepertinya sangat jarang digunakan.
Caitlin melihat ke sekeliling ruangan ber aroma kayu manis itu. Di depannya ada sebuah jendela besar, dengan tirai yang sedikit hampir basah di bagian bawahnya – terkena percikan air dari luar ruangan.
Di atasnya, tepat di atas tirai ada beberapa boneka bergantungan. Boneka itu berwarna putih, mirip hantu. Caitlin berpikir seperti itu, karna dia belum pernah melihat boneka itu sebelumnya.
"Tuk!"
Bunyi cangkir yang bergesekan menarik perhatian Caitlin. Gadis yang tadi, sudah datang kembali dengan membawa kue coklat dan teh mawar hangat.
Gadis itu tersenyum. "Gue harap teh nya manis. Soalnya gue belom pernah coba buat ini sebelumnya hehe," gadis itu terkekeh.
Caitlin mengulurkan tangannya menerima cangkir bercorak angsa itu. Dia menghirup singkat teh hangat dengan indra penciuman yang tajam.
"Kayak nya enak." Caitlin meminum teh itu.
"Bagaimana?" tanya gadis di hadapannya.
Sebenarnya mereka lebih tampak seperti belajar memasak atau menyeduh teh, dibanding belajar pelajaran fisika yang akan di ujian kan esok hari.
"Enak!" Caitlin mengacungkan jempolnya.
"Ah syukur lah," kata gadis itu.
"Ngomong-ngomong Ly, itu apa?" tanya Caitlin pada gadis yang ternyata bernama Lily itu.
Lily mengarahkan pandangannya pada boneka yang ditunjuk Caitlin. "Oh, itu. Itu teru teru bozu," ungkapnya.
"Ooh, untuk apa di gantung di situ? Apa gak kena hujan?" tanya Caitlin lagi.
"Engga. Itu adalah boneka penangkal hujan. Kalau itu di gantung, itu akan buat cuaca cerah esok hari."
"Ooh, bisa gitu ya?"
Lily mengangguk.
Jam menunjukkan pukul 18.30 dan hujan deras terganti dengan gerimis yang mencekam. Caitlin sedang menunggu bus penjemputan saat itu mulai kedinginan.
Dia baru saja pulang dari rumah Lily. Sebenarnya Lily menawarkannya untuk diantarkan pulang, tetapi ia menolak dengan segan. Dia memutuskan untuk pulang dengan naik bus saja.
Suasana dingin dan rintik hujan yang masih jatuh perlahan membuat suasana sangat dingin. Terlebih lagi hoodie yang Caitlin gunakan, basah. "Hah, masih gerimis ya? Mana makin dingin lagi." Sambil terus menggosok kedua telapak tangannya yang dingin Caitlin menggerutu sendiri.
Tiba-tiba dari belakang seseorang menyentuh pundak tangan Caitlin yang begitu dingin.
Gadis itu tersentak, bergegas melihat ke sekitarnya. Tetapi tidak ada seorangpun disana.
Karena suasana terasa mencekam dengan langit yang semakin gelap, Caitlin mulai mengeluarkan keringat dingin dari tubuhnya.
Dia menginjak-injak kerikil yang berada di bawah kakinya dengan gemetaran. Suasana jalanan ini terlihat sangat sepi. Bagaimana bisa, gadis itu berharap bahwa bus akan segera muncul?
Caitlin memilih untuk duduk di dekat halte saja. Tapi, tepat pada ke seperkian detik tatkala ia membalik badan, sebuah boneka bergantung di hadapannya.
"HUWAAA!" jerit Caitlin terkejut.
Itu adalah Mahesa. Lelaki itu datang dengan memperlihatkan boneka teru teru bozu tepat di depan mata Caitlin. Lelaki itu terkekeh, "lo takut?"
Caitlin mengerutkan dahi, melewati Mahesa begitu saja.
"Lo ketakutan ya?" tanya Mahesa lagi.
Lelaki itu masih menunggu jawaban dari sang gadis yang dikejutkan nya. Tetapi gadis itu memilih untuk berdiam diri, tanpa menatap nya sedikitpun.
Pikiran sang gadis, berlayar pada saat ia bertemu dengan seseorang.
Seseorang yang berusaha menyelamatkan nya, pada saat ia hampir saja tergelincir di tepi jalan.
Bukan seperti seseorang yang kini berada di hadapannya ini. Lelaki yang malah menakuti nya dengan memberi boneka bermata silang itu.
"Hey, jangan marah dong." Mahesa mendekat, duduk di sebelah Caitlin. "Nih, buat lo." Lelaki itu memberikan nya boneka ber mata silang tadi.
"Gue gak butuh, gue lebih suka hujan. Jangan ganggu gue, biarkan gue sendiri."
Caitlin beranjak pergi meninggalkan Mahesa sendirian di halte. Dan berusaha menjauh dari kawasan itu.
Tapi langkahnya perlahan melambat, dan pada akhirnya terhenti.
Tepat di depan seseorang..
seseorang yang kerap kali ia pikirkan setiap hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIVILEGES
Romance⠀⠀⠀⠀ ⠀✦⌗﹕ft. Jake Sim Apa yang terjadi ketika dua orang dengan kepribadian dan gaya hidup berbeda dipasangkan sebagai belahan jiwa?