Seorang lelaki tinggi memegang payung coklat muda berdiri menatap Caitlin dari kejauhan. Awalnya gadis itu ragu, tapi kemudian ia pikir itu tidak akan merugikannya.
Caitlin berjalan perlahan ke arahnya, mencoba menghindari kontak mata langsung sebanyak mungkin karena Caitlin benar-benar berharap setidaknya berusaha mengalihkan pandangannya dari dirinya dan memikirkan urusannya sendiri.
Dalam kegelapan, dengan tetesan hujan yang menetes dari ujung payung, itu membuat penglihatan Caitlin kabur. Di tambah lagi malam yang sudah semakin berkabut.
Caitlin terus melangkah ke arahnya, diam-diam dengan memegang payung pemberian Jake erat. Berharap tidak membuatnya lengah.
Sementara lelaki itu terus berdiri di sana, tidak bergerak satu inci pun selama satu jam terakhir sejak insiden netra mereka yang menyatu tadi.
Pada saat Caitlin mencapainya, hujan telah berhenti dan hawa dingin masuk. Tetapi terasa nyaman ketika ia berdiri di dekatnya, dalam diam. Caitlin mulai mendekati posisi lelaki itu.
"Permisi, apa bapak baik-baik saja?" tanya Caitlin sopan.
"Ya, gue baik-baik aja," lelaki itu berbisik kecil sambil menganggukkan kepalanya.
Dari sudut mata Caitlin, terlihat lelaki itu melipat payung coklat mudanya dan menyelipkannya di bawah sikunya.
Dia kemudian dengan lembut memegang tangan Caitlin di satu tangan, memegang payungnya di tangan yang lain.
Caitlin terperangah.
Ada apa ini? Kenapa lelaki itu memegang tangannya?
Caitlin menghindar, "hey, apa-apaan bapak!" protes nya.
Lelaki itu terdiam, topi nya sedikit dinaikkan sehingga netra hitam itu terlihat sangat jelas.
"Ma—Mahesa?!"
Derai lembut hujan belum lah berhenti di tengah malam ini. Suara rerintikan itu masih terdengar di atas atap sebuah ruangan bernuansa biru dongker dengan pernak-pernik manekin robot dan segudang komik horor.
Ruangan ini adalah kamar Mahesa. Dan di dalamnya terdapat empunya kamar dengan seorang gadis. Tampaknya mereka berdua baru saja sampai setelah perjalanan panjang di tengah hujan malam.
Mahesa berdehem, "kalau hujan reda, bakal gue anterin pulang." Lelaki itu berkata sembari menatap punggung Caitlin yang berdiri membelakangi nya.
Perkataan Mahesa barusan tidak diacuhkan oleh Caitlin. Gadis itu tetap terdiam tak bergerak, dengan mata yang menatap satu-persatu judul komik yang terpajang di rak kaca.
"Ekhem," Mahesa berdehem sekali lagi. Rasanya dia ingin sekali menarik ujung seragam Caitlin yang basah, menyadarkan gadis itu atas pernyataannya barusan.
"Hm," Caitlin berbalik. "Lo manggil gue?"
Kegiatan Mahesa terhenti akibat tatapan dingin Caitlin. Sepertinya, tak hanya malam saja yang terasa begitu menusuk. Melainkan di tambah tatapan Caitlin yang kosong.
Ada apa dengan gadis itu?
Mahesa menengadah, "lo liat apa?"
"Komik ini, kayaknya bagus. Lo suka horor?" tanya Caitlin.
Mahesa menggeleng pelan, "gak. Gue ga suka horor," katanya.
"Terus, ini?" Caitlin menunjukkan sebuah komik dengan sampul hantu yang tidak memiliki kepala.
"Hih!" Mahesa menutup mata cepat.
Caitlin yang berekspresi datar dari tadi, seketika tertawa kencang. "Lo penakut, dasar!"
"Itu komik temen gue, dia titipin kesini sewaktu nginep."
"Lha, gue kira lo suka horor. Sama kaya gue."
"Hehe, engga." Mahesa terkekeh, tatapan nya pada Caitlin tidak memudar. Melihat gadis itu senang, hatinya juga ikut tenang.
"Yoi, bagusla. Jadi gue bisa nakut-nakutin lo!" sorak Caitlin semangat.
"Coba aja kalau lo bisa!" Mahesa merebut komik yang di pegang Caitlin.
Mereka beradu lengan sehingga menyebabkan komik itu terlempar keluar jendela.
"Mampus!"
Mahesa terdiam beberapa saat, lalu tertawa ringan. "Lo harus tanggung jawab, Ca."
"Enak aja, lo kali yang lempar!" Caitlin berusaha membela diri.
"Gamau tau, pokonya lo harus ganti kalau itu basah dan rusak."
"Heh, gamau gue! Kantong gue bokek. Lo Sa, yang ngalah gih." Caitlin tersenyum lebar, berusaha membujuk Mahesa agar segera menawarkan diri untuk mengganti komik yang jatuh keluar jendela itu.
Mahesa terdiam melihat senyuman Caitlin. Dia merenung sejenak perihal sudah lamanya dia tidak melihat senyuman manis itu. Ya, senyuman manis yang ditujukan Caitlin padanya.
Itu hanya pernah terjadi dua kali,
dan Caitlin tersenyum hanya karna ada maunya.
Lelaki itu membalas senyum Caitlin, "iya-iya biar gue aja yang ganti.
Caitlin mengangguk kemudian beranjak mendekati jendela, melongo, dan mengeluarkan kepalanya.
Berusaha meraih komik yang terjatuh tak jauh dari posisi jendela.
Gadis itu melompat-lompat, mengulurkan tangannya lebih jauh ke arah komik. Kakinya yang pendek membuat nya kesusahan untuk menggapai benda tersebut.
"Yak, sedikit lagi!" tutur Caitlin.
Mahesa terpaku dengan posisinya. Dia benar-benar merindukan senyuman itu. Kadang, Mahesa kerap kali berpikir bahwa kapan dia akan membuat ukiran manis itu di wajah Caitlin lagi?
Apa dia bisa?
"Ca, hati-hati. Ntar lo ja—" Mahesa tak melihat Caitlin. Tapi ketika perhatiannya di alihkan oleh ocehan-ocehan tak jelas Caitlin,
"BRUUK!"
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIVILEGES
Roman d'amour⠀⠀⠀⠀ ⠀✦⌗﹕ft. Jake Sim Apa yang terjadi ketika dua orang dengan kepribadian dan gaya hidup berbeda dipasangkan sebagai belahan jiwa?