Malam yang gelap, mereka sedang duduk di kedai kopi. Mahesa menarik Caitlin menuju kafe kopi terdekat, daripada menunggu gadis itu tetap dalam keadaan bertatapan lama dengan seorang lelaki di luar sana.
Ada angin dingin yang menusuk kulit Caitlin melalui jendela. Gadis itu duduk di sana, melihat sekeliling, menunggu kopinya.
Kemudian Mahesa melihat seorang lelaki muda yang tadi, berdiri di seberang jalan dekat lampu lalu lintas. Dia sepertinya sedang menunggu seseorang, seseorang yang dia sayangi. Keinginannya menunjukkan itu.
Dia terus melihat arlojinya. Kadang-kadang berjalan di sekitar radius kecil dan kembali dan berdiri di posisi yang sama. Dia telah berpakaian rapi dan tampak seorang lelaki sejati.
Kopi mereka datang, kopi panas ditemani angin dingin... Apa lagi yang bisa mereka minta, jika kopi itu sudah membayar seluruh kehangatan?
Sambil menikmati tegukan pertama nya itu bergemuruh dan seseorang dari kedai kopi berkata 'ini akan hujan'.
Hal yang sama Caitlin pikirkan sebelumnya bahwa akan turun hujan ketika ia merasakan angin dingin dan menjadi gelap lebih awal.
Caitlin pikir, malam ini akan segera menjadi malam yang cerah dengan sinar bulan. Gadis itu juga bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki di ujung sana jika hujan turun lagi.
Dia harus menyeberang jalan untuk berlindung dari hujan. Dia sepertinya tidak menyerah menunggu. Dia sudah berada di sana selama satu jam.
Hujan mulai mengguyur, baginya itu suguhan. Kopi panas saat hujan selalu menjadi hal terbaik bagi Caitlin, ia menikmatinya lebih dari ditemani angin sepoi-sepoi sebelumnya. Tapi lelaki itu, dia masih berdiri di sana.
Semuanya basah kuyup karena hujan. Dia tidak bergerak satu inci pun dari sana seolah dia akan merindukan seseorang.
Caitlin merasa seperti lampu merah dari lampu lalu lintas di atas kepalanya memintanya untuk BERHENTI menunggu dan yang hijau memintanya untuk BERGERAK. Mereka terus berubah dan terlihat begitu cerah di tengah hujan.
Hujan berhenti. Caitlin merasa bahkan hujan telah kehilangan kesabarannya untuk memindahkannya dari sana, membuatnya lari berlindung. Lelaki itu masih berdiri di sana melihat arloji.
Caitlin telah menghabiskan kopi nya lama sekali, hanya duduk hujan untuk berhenti sehingga ia bisa berjalan pulang. Hujan turun selama setengah jam atau lebih.
Tiba-tiba, lelaki itu berdiri kaku dan melihat sekeliling. Sepertinya dia terbangun dari mimpi buruk kecuali dia tidak berteriak. Lalu mulai berjalan ke kanan.
Dia berjalan sangat cepat. Dia terus melihat ke arloji sambil berjalan. Caitlin melihatnya berjalan sampai dia menghilang di kejauhan. Caitlin duduk di sana selama 5 menit lagi merenung.
Siapa yang dia tunggu? Apakah itu seseorang? Atau apakah dia hanya orang yang kehilangan seseorang di lampu lalu lintas itu? Siapa tahu!
Gadis itu mengambil mantel nya, membayar tagihan kopi, serta tagihan milik Mahesa juga. Dia berjalan ke arah lelaki itu dengan pikiran yang terganggu sepanjang jalan.
"Hey, Jake..." panggil Caitlin.
"Eh?" Lelaki itu menengadah, "Caitlin?"
Ya, mereka sudah saling mengenal. Mungkin, bisa dikatakan jika harusnya mereka berteduh bersama tadi di kafe.
Hanya saja, lelaki yang berada dengan Caitlin sebelumnya agak sensitif dalam hal menerima orang baru.
Caitlin membuka hoodie nya, memberikannya pada Jake.
Tepat pada saat gadis itu memberikan hoodie ke arah Jake, langit kembali menumpahkan aliran bening nya. Hujan turun, awan menutupi langit. Mereka memutuskan untuk duduk di salah satu halte.
"Hey, bagaimana menurut lo, tentang ini..." Caitlin memulai percakapan sembari memperlihatkan sebuah boneka bermata silang pada lelaki disebelahnya.
Jake menerima boneka itu, memainkannya dengan tangan dinginnya. "Apa ini? Teru teru bozu?"
Caitlin mengangguk. Ternyata hanya dia yang tak tahu nama boneka ini. Caitlin kira, lelaki penyuka hujan seperti Jake juga tak tahu akan hal itu.