lembar 11

39 31 24
                                    




Caitlin sangat membenci pembullyan. Dia sering diintimidasi sejak sekolah dasar dan dia hanya menerimanya.

Tetapi setelah itu, ketika Caitlin terlalu banyak diganggu, ia hanya merasa tidak tahan lagi dan merasa ingin keluar dari sana, lalu pindah keluar negeri.

Di sinilah Caitlin sekarang, di sebuah sekolah yang lumayan elite dan ia harap tidak akan ada kata perundungan dalam kamus sekolah ini.

Caitlin ingin membantu lebih banyak orang yang mengalami pembullyan. Gadis itu tidak ingin mereka menjadi sangat marah dan bunuh diri.

Karena dia tahu dari berita bahwa beberapa anak di-bully dan melakukan penembakan di sekolah mereka. Caitlin tidak ingin hal itu terjadi di sekolah nya, atau di sekolah lain, jadi dia ingin melakukan sesuatu. 

Tapi pada sore ini adalah insiden pertama Caitlin ketika ia berdiri dan melihat beberapa orang menindas seorang lelaki berkacamata ini. Dia di kursi roda dan dia di lift di sekolah dan banyak orang terus menjadi jahat.

Lelaki itu mencoba untuk naik lift, tetapi dia terus membanting pintu sehingga mereka tidak akan menutup dan dia tidak bisa pergi ke mana pun dan dia akhirnya terlambat ke kelas.

Mereka semua hanya menertawakannya. Beberapa anak lain ada di sekitar tetapi mereka mengabaikannya, mereka tidak ingin terlibat dalam apa pun karena mereka bisa terluka.

Caitlin satu-satunya gadis yang melihat hal itu. Dia merasa sangat sedih untuk lelaki itu. Seperti, orang yang cacat, tidak ada yang salah dengan mereka, mereka hanya berbeda. Itu sebabnya Caitlin membela dia.

Karena para pengganggu itu salah, mereka tidak membiarkannya naik. Dia tidak suka itu, itu membuat Caitlin marah.

Caitlin berhenti, dia menghampiri sekelompok lelaki itu dan berkata, "cukup. Ada apa ini? Kenapa dia gak boleh naik lift? Lo semua buta apa? Udah jelas-jelas dia pengen naik. Ntar kalau dia terlamba—"

Ucapan Caitlin terhenti ketika melihat salah satu dari anggota kelompok itu. "Mahesa?"

Caitlin memutar matanya, "lo lagi, lo lagi!"

Seseorang berdehem, "woi kenapa nih. Eh lo siapa ya? Ikut campur urusan kami aja!" lelaki yang angkat bicara itu menendang lutut Caitlin.

Mahesa membelalakkan matanya, "lo!"

Lelaki itu meninju Mahesa, "kenapa gue? Lo belain cewek payah ini?!"

"Ricki jangan!" Seseorang berteriak di lain arah.

Ketika itu suasana sudah cukup menegang.

"Yo Jay! Akhirnya lo datang juga. Hm, gimana? Ini dia si culun yang kaya raya. Kita minta aja semua kartu yang ada di sakunya," kata Ricki pada lelaki yang bernama Jay itu.

"Jangan," Jay menatap Ricki. "Gausah Ric, biarin aja dia naik lift."

Ricki melotot, "eh lo kenapa?" Dia memegangi kepalanya, "lo semua kenapa sih? Bukannya kita mau ke kantin, dan belanja pakai uang si culun ini!" Ricki menatap sekitarnya sembari menunjuk-nunjuk lelaki yang ada di atas kursi roda.

"Udah Ric, biarin aja dia naik lift. Kita gak usah ke kantin, kali ini istirahat di kelas aja," usul Mahesa.

Ricki menatap Mahesa marah, "eh lo apa-apaan Sa?!" Lelaki itu menarik kerah Mahesa. "Tadi padahal lo yang usulin semuanya, tapi pas cewek sialan ini datang.. lo jadi berubah dan gak ngelawan lagi?"

Mahesa terdiam.

Ricki naik pitam dan memukul wajah Mahesa berkali-kali, dia tertawa dan kelihatan puas. Jay dan beberapa lelaki di sekitar mereka berusaha untuk melerai keduanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PRIVILEGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang