lembar 08

21 26 7
                                    




Angin berhembus dengan bebas di taman kota. Suasana terlihat sendu di dominasi warna jingga dedaunan yang berguguran.

Dedaunan itu berkejaran di terpa angin, menambah pilu hati yang sedang menunggu. Di bangku taman kota itu, selalu ada seorang gadis yang berdiam diri tanpa kata.

Di sebelahnya terdapat sepeda putih pucat dengan keranjang hitam berisikan bunga segar warna-warni. Orang-orang lalu lalang acuh melewatinya. Seakan ia tak ada.

Lagipula, gadis itu terlihat tak peduli. Sejak lama ia di sana. Entah menunggu siapa.

Sembari menunggu seseorang, gadis itu mengetuk layar smartphone nya. Bukan ada hal khusus. Hanya untuk membunuh waktu saja.

Tiba-tiba ia dikejutkan oleh datangnya seorang seorang lelaki yang membawa dua botol kopi hangat. Tanpa suara ia duduk di samping gadis itu perlahan.

Gadis itu kebingungan. "Bagaimana ini? Ini kan tempat pertemuan ku, kenapa ada dia di sini?" pikirnya.

Gadis itu mencoba tetap diam, tak mengalihkan pandangan ke arah lelaki yang duduk di sampingnya.

"Permisi.. apa kamu menunggu seseorang?" tanya lelaki itu sambil mencari tahu seberapa lama gadis itu duduk di sisinya.

"Iya. saya sedang menunggu—" ucapan gadis itu terpotong.

"Mahesa? Kenapa lo ada di si—"

"Gue mau nemanin lo, apa itu salah?"

"E—engga sih. Tapi," gadis itu terdiam.

"Ca, lo lagi nunggu siapa sih? Gue udah liatin lo dari tadi di seberang sana."

Caitlin melotot, "lo buntutin gue?" Caitlin menjauhkan jarak duduk nya perlahan. "Lo stalker ya?"

Mahesa tersentak, "gue lagi duduk di kafe, dan tiba-tiba liat lo. Sebagai teman, harusnya gue ngehampirin elo kan?"

Caitlin mengangguk kecil, "gue lagi nunggu seseorang. Lo pulanglah, gue lagi mau sendiri."

"Lo nunggu siapa? Apa gue boleh tau?" Mahesa memiringkan kepala sedikit, "ya sebelum gue pergi.."

"Gue nungguin temen gue."

"Hey, selama itu? Lo gak nelpon, apa? "

"Gue gak tau nomornya."

"Lah?" Mahesa menatap Caitlin, "siapa namanya?"

Caitlin memutar matanya perlahan, "kepo."

Beberapa menit berikutnya mereka kehilangan kata. Mahesa sibuk dengan handphone nya. Caitlin sibuk dengan lamunanya.

Pertanyaan Mahesa tiba-tiba memecahkan keheningan di antara mereka. "Lo mau nunggu sampai kapan?"

Caitlin terkejut. Ia tak pernah mendapat pertanyaan sejurus itu. "Apa?" tanyanya.

"Seseorang yang lo tunggu. Apa pasti akan datang?" ulangnya.

Caitlin tertegun. "Apa maksud lo ngomong kaya gitu?"

Mahesa membenarkan posisi duduknya, "lo tau kenapa gue gak pergi dari sini barangkali sejengkal pun?"

Caitlin menggeleng.

"Karna gue gak percaya sama orang yang lo tunggu. Gue khawatir sama lo, Ca. Gimana kalau lo diculik? Atau dirampok? Dan orang yang elo tunggu itu, gak dateng-dateng?"

Caitlin terdiam, "yaudah. Gue mau pulang, lo juga pulang sono."

"Gamau gue anterin?" tanya Mahesa.

"Engga, nanti pacar lo marah."

Caitlin beranjak dan membawa sepedanya sekuat tenaga menjauhi posisi Mahesa, meninggalkan lelaki itu seorang diri termenung menatap jalan.










Ada apa dengan lelaki itu?

Apa perkataan Caitlin tadi menyinggung nya?

Apa perkataan Caitlin tadi menyinggung nya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PRIVILEGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang