2. Bertolak Belakang

6.2K 1.3K 757
                                    

WARNING!

Cerita ini mengandung unsur semacam kekerasan, omongan kasar, dan beberapa hal buruk yang tidak pantas ditiru.

Semua tokoh, ras, agama, latar, hanya fiktif belakang.

Ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya.

Selamat membaca!!


"Tidak semua anak mau terbuka kepada orangtuanya, terkadang memendam apa yang dirasakan adalah pilihan akhir."

-Trigonometri-

Karya Nadia Pratama

Karya Nadia Pratama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Matematika, fisika, kimia, biologi." Terdengar helaan napas berat dari Alfan. "Hari yang buruk," lanjutnya.

"Gak ada hari buruk untuk orang yang ingin sukses."

Dia menoleh, menatap kembarannya yang sudah siap untuk berangkat ke sekolah.

"Iya iya, Cuma kan hari ini kayaknya otak bakal ngebul Bang," ucap Alfan. Altan mendekati kembarannya itu.

"Dari pada otak kamu macet," balasnya.

"Oke deh Pak Ketua Osis."

"Ayo sarapan dulu, terus berangkat." Altan keluar dari kamar Alfan dan berjalan ke ruang makan. Dengan cekatan, Alfan mengambil tas ranselnya dan bergegas menyusul Altan.

"Hallo Dik Hasna" sapa Alfan saat adik perempuannya itu keluar dari kamar.

"Hai Abang," balas Hasna dan merangkul lengan Abangnya itu.

Si kecil Hasna. Kini telah tumbuh menjadi gadis cantik. Hasna baru menginjak kelas satu SMP, sifat Mama Hafsah menurun pada Hasna, bukan hanya sifat yang mirip Mamanya, wajahnya pun mirip dengan sang Mama, gadis itu juga tidak kalah pintar dari para Abangnya. Jika mengenai Hasna, triplet akan kompak menjadi tameng pelindung.

Di mata orang-orang yang mengenal Hasna, gadis itu cukup ceria dan ramah, tapi jika Hasna boleh jujur, dia merasa keceriaan itu tidak utuh karena ketiga Abangnya tidak akur. Dan Hasna, adalah orang yang paling menjadikan Althaf sebagai superhero kedua setelah Papanya. Beruntung, Althaf tidak dingin ataupun abai pada si bungsu.

"Bang Althaf mana?" tanya Hafsah sembari menatap Altan.

"Masih di kamar Ma," jawab Altan.

"Ayah cek dulu deh," imbuh Pak Ummar.

"Jangan Kek, aku aja." Alfan langsung beranjak dan pergi ke kamar Althaf.

Rumah Pak Ummar sekarang lebih besar karena para cucunya juga sudah tumbuh besar, butuh kamar lagi untuk mereka. Maka dari itu, Pak Ummar merelakan setengah kebun bunganya untuk menambah lahan rumah. Yang sabar ya Pak Ummar.

TrigonometriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang