Turn on the music above☝️
(Nyalakan musik diatas)Hari ini, esok, dan seterusnya
"Kadang, rasanya pengen hilang aja, dituntut untuk jadi sempurna dimata orang padahal aslinya lemah tak berdaya."
~~~•~~~
13 Desember 2016
Cuaca malam ini begitu gelap. Kilatan petir dan derasnya hujan masih belum reda sejak setengah jam yang lalu.
Suasana sunyi yang ada di warung kecil pojok sana membuat ketujuh lelaki dengan jaket yang sama saling bercerita satu sama lain.
"Ayah gimana? Udah ada perkembangan?" tanya Chenle disela tawa mereka.
Jeno yang ditanya tentu tersenyum, "Udah. Dulu mukulin pake sapu, sekarang ganti kayu."
Semuanya melirik Jeno. Suasana tiba-tiba canggung. Jeno, laki-laki itu tersenyum ketir. Matanya menunjukan bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.
"Loh kenapa? Gue bersyukur ayah udah gak mukul pake sapu, soalnya kulit gue suka sakit kena lidinya." Jeno memperlihatkan luka di tangannya. Haechan dan Renjun saling bertatapan. Dia tahu kalau Jeno berusaha mencairkan suasana.
Jaemin memalingkan wajah. Tangan kanannya bermain tetesan air hujan dan menahan air matanya untuk tidak membasahi pipi.
"Kok sepi? Jisung nih gak pernah cerita. Setiap kumpul pasti nyimak doang, cerita dong Sung." Jeno menepuk tangan Jisung, "Gimana kelas dancenya? Diterima gak?"
Jisung menunduk malu, "Diterima. Katanya bakal ada latihan sebulan lagi."
"Widihh. Congrats bro. Gue udah yakin lo pasti diterima." Mark mengusap kepala Jisung. Ada sepercik rasa bangga padanya. Kini Jisung yang selalu menjadi adik bagi mereka sudah beranjak dewasa.
"Tapi papa--"
"Seneng gak Sung? Gue lihat katanya bakal di Jogja ya? Wah berarti jarang kumpul lagi dong." sahut Haechan mengalihkan pembicaraan.
"Seneng banget lah pastinya. Ya gak?" Renjun memeluk Jisung. Laki-laki itu tersenyum, lantas membalas pelukan Renjun.
"Gak apa-apa Sung. Yang penting lo harus dapetin apa yang lo impikan. Masalah kumpul doang bisa virtual." ungkap Chenle.
Semua setuju. Memeluk Jisung dan memberinya semangat. Terkadang mereka saling menguatkan satu sama saling walau tak sadar jika dirinya juga lemah.
"Hujannya udah reda. Tapi sakitnya masih kerasa." tutur Jaemin menepuk-nepuk jaketnya.
"Punggung lo masih sakit?" tanya Jeno
Jaemin menggeleng, "Udah sembuh. Cuman tinggal memar dikit."
"Kalau salep yang Jeje kasih udah habis. Bilang sama gue, ntar habis gajian gue beliin." jelas Mark. Jaemin hanya mengangguk paham.
"Udah jam 9. Pada belum mau pulang?" tanya Renjun.
Sunyi. Tidak ada satupun yang menjawab pertanyaan Renjun barusan.
"Kalau gitu gue pulang dulu. Bunda pasti udah nyariin." Renjun beranjak. Menaiki sepedanya dan pergi begitu saja.
"Hati-hati, jalannya licin!" seru Haechan. Renjun mengangkat tangannya, seperti mengatakan 'ok'.
Andai semua tahu perkataan Renjun tadi. Bahwa dia selalu bertemu bundanya, di dalam mimpi.
~~~•~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Past Time
FanfictionTragedi tenggelamnya kapal wisata yang ditumpangi tujuh siswa SMA Marina masih menjadi berita duka dikalangan masyarakat. Tidak hanya meninggalkan kesedihan, namun pihak polisi juga akan memberhentikan sekolah untuk menghormati kepergian korban. "Qu...