8. Kembali Seperti Semula

1.5K 277 48
                                    




~~~•~~~




21 Desember 2016

Banyak jerit tangis dipemakaman begitu 'mereka' diturunkan dan tidak disini. Terdengar kacau tapi nyatanya banyak orang kehilangan.

Sama sepertiku, yang hanya duduk dari kejauhan menatap diturunkannya mereka. Beberapa anak dari sekolah lain ikut berduka. Menunduk dan menengadah tangannya meminta doa pada Tuhan agar dilapangkan kuburnya.

Begitu liang ditutupi tanah, suara tangis semakin terdengar. Jeffrey menahan tangisnya sambil memegang papan nama ketujuhnya.

Tapi siapa sangka, bahwa tadi pagi adalah hari dimana aku tahu kalau Doyoung dan Mark sempat menjauh. Aku kira Doyoung bercerita untuk menghiburku, tapi sungguh aku baru sadar jika dia menyesal karena belum meminta maaf.

Bunga-bunga mulai ditaburkan dan surat-surat ditumpuk sekeliling gundukan tanah itu. Satu per satu mereka memeluk ketujuh papan nama.

Kehilangan seorang anak termasuk hal yang menyakitkan bagi keluarga. Aku melihat Ning, adik Chenle ikut menangis memeluk gundukan abangnya.

Paman Ben, satu-satunya orang terdekat Jaemin berusaha kuat.

Dan ayah Jeno, beliau menghadiri pemakaman. Walau hanya berdiri disamping mobilnya.

"Yah besok anterin Jeno ke gedung Sabda ya, ada olimpiade kimia."

"Papa keluar kota."

"Sebentar aja yah, cuman anterin Jeno."

"Dari rumah kesana jauh, papa berangkat habis shubuh. Kamu berangkat sendiri bisa kan?!"

"Yaudah kalau gitu, jangan lupa sarapan ya yah. Biar maagnya enggak kambuh, besok Jeno berangkat sendiri."

Baron teringat percakapan dengan anaknya. Itu adalah percakapan yang paling panjang antara dia dan Jeno. Baron tidak bisa menangis, dia hanya menatap kerumunan orang yang mengelilingi makam putranya.

Aku merogoh saku kemeja hitamku, membuka surat yang seharusnya aku berikan pada mereka sebelum beristirahat terakhir.

Jika aku tahu bahwa kalian tidak akan lama, maka dengan sepenuh hatiku kuberi tahu pada dunia kalau kalian adalah matahari bagi orang-orang yang pedih. Terimakasih atas senyum dan perbuatan tulusmu, tidak akan kulupa sampai kapan waktu berakhir.




~~~•~~~





Waktu pemakaman telah usai. Kini aku, Doyoung, dan Jeffrey mendatangi sekolah untuk memberi bunga dibangku mereka.

Suasana cukup sepi karena tidak ada lagi pertandingan basket disiang hari. Polisi masih menutup sekolah dari media, hanya beberapa orang yang bisa masuk kedalam, termasuk kami bertiga.

Lampu dikelas tidak menyala, biasanya dicuaca mendung seperti ini akan ada Renjun yang menyalakan lampu karena dia tidak bisa membaca buku ditempat yang gelap. Lalu datang Haechan berlari sambil menirukan suara petir menyambar.

Aku merindukan itu semua.

Terakhir. Kami bertiga memasuki kelas bahasa. Meja Jisung penuh gambar dan coretan tentang seorang yang dia kagumi dan menjadi motivasi untuk mengejar impiannya.

Aku meletakkan bunga dan bingkai fotonya.

Terasa berat saat kami mulai pergi dari ruangan itu. Kini seluruh ruangan tentang mereka akan kami kunjungi dan beri bunga untuk perpisahan.

Past TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang