Unhand Me

371 53 12
                                    

Siwon bunuh diri, melompat dari lantai 4, seolah lelah menunggu ajal yang tak kunjung menjemputnya. Kemarin malam dokter Wu menelpon ke rumah.

Suaranya bergetar panik saat mengatakan pada pihak keluarga bahwa pria itu bunuh diri. Beberapa anggota kepolisian mencari muka dan reputasi dengan menawarkan bantuan mencari tahu kebenaran dari kematian Siwon yang tragis itu.

Tapi pihak keluarga menolak. Terutama sulung Choi yang tidak mau terlalu muluk lagi. Ia hanya ingin memakamkan ayahnya dengan layak, tak ada kamera, tak ada pula kepolisian, semuanya privasi, hanya kerabat dan pemuka agama.

Pihak rumah sakit juga sudah memberikan rekaman cctv. Dimana dengan tertatih Siwon berjalan, dan pada akhirnya melompat dari balkon.
Jongin terlihat gontai berjalan. Airmatanya seolah mengering, karena semalam ia terus menangis, pingsan, dan kembali menangis histeris ketika sadar suaminya telah pergi untuk selamanya.

"Sepertinya banyak yang melayat." kata Bibi Na. Ia berjalan menggandeng Jeno dan juga Kyungsoo.

"Aku ingat saat pemakaman mommy. Apa bibi ingat? Aku tuh masih kecil sekali waktu mommy meninggal."

"Kyungsoo, berhentilah bicara!" seru Minho. Tidak mau membuat bungsu Choi itu jadi ocehan tak berarti di depan keluarga Choi lainnya.

Sehun berjalan, menggandeng tangan Kyungsoo yang sedikit ketakutan ketika tetua Choi menatapnya penuh praduga. Menyebut Kyungsoo produk yang gagal. Dan itu membuat Sehun tidak suka mendengarnya.

"Kau sangat tabah, Jongin. Tapi pahamilah, jika kau ingin menangis, kau bisa menangis." Seunghyun datang bersama seorang wanita paruh baya, salah satu senior Choi yang menatapnya penuh kasih.

Jongin mengangguk pelan. Ia berterimakasih pada Seunghyun dan para tetua Choi yang berbelasungkawa untuk dirinya dan mendiang suaminya.

"Istrinya tegar sekali, ya."

"Dia pasti sudah tahu semua ini akan terjadi. Biar bagaimanapun dia cuma bisa pasrah. Istri yang sangat hebat"

Bisik-bisik para pelayat membuat Jongin menutup kedua matanya. Ia bahkan sudah tidak tahu khutbah macam apa yang dikatakan pendeta di sana. Dia hanya mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Meskipun ingin rasanya ia menangis sekeras mungkin.

Semua pelayat seolah mencoba mengamati Jongin diam-diam. Jongin tahu hal itu-mencoba mencari tahu, apa yang mungkin diinginkan mereka setelah tahu Mr. Choi yang galak itu telah tiada. Apakah mereka menginginkan Jongin menangis tersedu-sedu? Atau mungkin menginginkan Jongin tertawa di atas kematian suaminya yang kaya itu? Yang pasti Jongin hanya menerka-nerka. Mengingat tak seorangpun dari mereka menyukai dirinya yang bukan siapa-siapa berhasil menikah dengan Choi Siwon.

Akhirnya para pelayat pamit. Rumah kembali diisi oleh para keluarga inti di sana. Chanyeol mencoba menguatkan mereka. Biar bagaimanapun Mr. Choi adalah orang yang telah memperkerjakan dia dengan sangat baik dan upah yang lebih dari kata cukup.

"Mommy, Jeno lapar!" Jeno membuka percakapan. Membuat Taemin tersenyum simpul.

Istri Choi Minho itu segera ke dapur dan memasak banyak makanan untuk mereka.
45 menit kemudian, dia tiba dan menawarkan mereka semua untuk makan malam terlebih dahulu.
.
.
Jongin melepas semua pakaiannya, dan membenamkan diri ke dalam bath up. Lilin aromatherapy ocean yang halus menghanyutkan dirinya bagai berenang di tengah lautan.

Kepalanya berdenyut sakit, menahan duka yang berkepanjangan. Ia menangisi takdirnya yang kembali kehilangan sosok yang ia cintai.

Semua terlihat bias. Ia akan memberikan tiket-tiket itu kepada anak buahnya yang mau liburan gratis. Anggap saja seperti amal yang akan membuat suaminya melangkah ringan di sana.

Common DenominatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang