20: Lima Orang Itu

349 64 48
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Rabu, 5 Januari



IV; Meja Kecil di Samping Pintu

Hutan belantara adalah penduduk asli daerah itu. Gerombolan pohon besar di pinggir jalan ketika malam hari berubah menyeramkan. Gelap. Hanya itu yang dapat mereka lihat selama perjalanan tiga ratus meter ke tempat tujuan. Lampu depan mini cooper Minghao adalah satu-satunya penerangan, dibantu lampu satu-dua kendaraan lain yang juga melintasi jalan.

Pukul sebelas. Jam digital menampilkan angka tersebut sewaktu Rose menyalakan ponselnya yang seharian ini dinonaktifkan. Mata gadis itu beralih pada sisi kiri jalan. Hutan ... kemudian tembok penginapan.

Helaan napas Minghao terdengar seperti orang yang teramat bosan, atau ia sedang bersiap? Rose tak perduli. Rencana gila pemuda itu telah Rose setujui; kembali ke tempat pembunuhan pada malam hari dan langsung pulang sebelum pagi. Walaupun Rose sempat mengolok sikap plin-plan pemuda itu, tapi Rose sadar jika membolos pelajaran kelas tiga bisa berdampak fatal pada nilai ujiannya.

Penyusupan malam ini punya strategi yang berbeda karena Minghao memakai mobilnya. Pemuda itu menepi di pinggir jalan setelah melewati penginapan beberapa meter. Sudah tak ada wartawan ataupun warga yang berada di dekat sini. Lokasi berdarah itu tampak mulai dilupakan perlahan, tak lagi menarik perhatian.

Minghao keluar, disusul Mina dan Rose. Kunci mobil berpindah dari tangan Minghao ke tangan Mina.

"Kalo ada yang berhenti dan nawarin bantuan, bilang aja temen lo bentar lagi datang."

"Iya, gue tau. Udah sana cepetan, besok pagi kita harus ada di sekolah," bisik Mina.

Rose mengangguk, merotasi badan, dan menghilang di gelapnya semak-semak pinggir jalan. Minghao mengekori Rose di belakang, berjalan cepat mungkin. Keduanya berhasil sampai di tembok yang mengelilingi penginapan.

Rose mengenakan pakaian bernuansa gelap, begitu juga dengan Minghao. Setelah jalanan cukup sepi (mereka harus menunggu nyaris sepuluh menit untuk itu) Rose dan Minghao mengulangi aksi mereka tadi pagi.

"Lo mau ngambil kamera yang ada dimana?" tanya Rose. Kepalanya menoleh pada pemuda yang berjalan di sampingnya.

Dari tempat mereka sekarang, hanya lampu teras penginapan dan rumah Yugyeom yang menyala, menggambarkan atmosfer sunyi khas bangunan yang ditinggalkan. Pertunjukan paduan suara binatang malam menyebarkan rasa takut pada sekujur tubuh Rose. Cerita Yeri tentang hantu yang waktu itu ia dengar membuat Rose bergidik ngeri tatkala memandang rumah Yugyeom.

Minghao memperhatikan gadis itu sebentar lalu menjawab, "di dalam. Kalo kita ambil yang di teras, nanti kelihatan sama orang yang lewat."

Rose mengangguk pelan. Kedua tangannya dimasukkan ke kantong celana. "Oh, o ... ke."



[2] SHE DOESN'T KNOW HOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang