Chapter 14

225 54 3
                                    

Évasion | Written by eosfos x xcharmel 

Waktu terus berjalan, perbincangan pun mengalir seperti tiada habisnya bagi keluarga kedua belah pihak. Semua orang terdengar begitu tidak sabaran, sementara Dietrich harus dengan sabar menahan keinginannya untuk pulang dan menyendiri saat akhirnya keluarga Balthasar menerima tawaran keluarga Alexandria untuk bermalam di kediaman mereka kala waktu telah menunjukkan pukul sebelas lebih.

Ketika seluruh pihak keluarga telah meninggalkan ruang makan dan menempati kamar yang telah disediakan oleh sang tuan rumah. Kini, hanya tersisa Dietrich dan Sienna yang dilingkupi keheningan. Yang terlebih dahulu meninggalkan tempat haruslah orang dewasa. Namun, peluang itu sengaja digunakan oleh kedua orang tua mereka untuk mengakrabkan putra-putrinya yang sebentar lagi akan bertukar cincin dan mengucap janji.


"Kak Dietrich! Perkenalkan, aku Sienna."

"Aku sudah tahu," kalimat gadis itu dipotong ketus oleh si pemilik nama.

"Baiklah. Tujuanku membuka pembicaraan ini adalah menyampaikan bahwa aku pun merasakan hal yang sama denganmu."

"Apa maksudmu?"

"Apakah engkau berpikir jika aku menghendaki perjodohan ini, Kak? Kuharap tidak. Sama halnya denganmu, aku sama sekali tak ingin menikah tanpa ada rasa cinta, meski hal ini terdengar bodoh dan tak masuk akal mengingat seperti apa kedudukan keluarga kita."

Iris kehitaman milik sang ksatria melebar kala gadis itu berujar pelan supaya tidak terdengar oleh keluarga mereka. Dietrich sangka, bocah berusia dua belas tahun ini tidak mengerti apa pun tentang rasa dan hanya menambah malapetaka terhadap dirinya. Tapi, apa yang bisa ia perbuat selain berbagi keluh kesah? Sungguh, Dietrich ingin mengetahuinya.

"Adakah seseorang yang selama ini kau cintai, Kak Dietrich?"

Sebuah nama lekas muncul dalam benak sang ksatria, "Bagaimana bisa kau mengetahuinya?"

"Caramu memandang aku telah menjelaskan semuanya, Kak. Aku tidak ingin menjadi seperti benteng istana yang menghalangi takdir kalian."

Dietrich menangkap ketulusan yang tersirat dalam setiap kalimat gadis itu. Namun, benaknya tidak mau berkompromi untuk memercayai Sienna.

"Mengapa demikian, Sienna?"

"Aku percaya bahwa Tuhan memberkati setiap orang dengan cinta, bukan paksaan. Kelak jika aku sudah dewasa ... aku juga ingin mencintai seseorang dengan seluruh hidupku dan dalam setiap detak jantungku."

"Begitukah? Tentu, aku mencintai seseorang dari kerajaan seberang. Sayangnya, aku menimbulkan kesalahpahaman setelah ayah mengundangnya pada pernikahanku kelak."

"Aku mengerti. Dapatkah aku membantumu, Kak?"

Pandang setajam elang milik yang lebih tua berakhir meluluh, setengah tidak percaya dengan penuturan gadis kecil yang terlahir dari keluarga Alexandria ini. Sebaliknya, pertanyaan kerap menggema di dalam benak sang ksatria. Lagi-lagi, dapatkah ia menaruh keyakinan pada Sienna?

"Dengan senang hati aku menerimanya, Sienna. Tetapi, aku perlu mendengar rencanamu terlebih dahulu."

"Di mana kekasihmu tinggal, Kak Dietrich?"

Dietrich pun dalam sekejap kembali mengingat Felix, badannya sedikit memanas seraya jarinya mengusap hidung yang sedikit memerah hingga bagian pipi.

"Dia tinggal di Regulus."

"Aku bisa membuat alasan agar kita berdua dapat mengunjungi Regulus sebelum pernikahan itu digelar," putri bangsawan itu memecah kesunyian yang terjadi setelah bersawala dalam batin sendiri untuk sesaat.

"Alasan seperti apa, Sienna?"

"Pergi jalan-jalan berdua! Bukankah itu ide bagus?"

Dietrich melipat kedua tangannya, "Lantas, kau akan meninggalkan aku di Regulus dan berbohong pada kedua orang tua kita?"

"Tentu saja kita akan bertemu dengan kekasihmu dan meluruskan semuanya bersama, tidakkah kau bisa memercayaiku sedikit saja?"

Rasa bersalah langsung menghampiri ksatria itu dalam sepersekian detik. Terus-terusan menaruh curiga terhadap gadis kecil yang telah menawarkan bantuan dengan tulus bukanlah sikap yang seharusnya Dietrich tunjukkan kepada gadis yang berstatus sebagai calon istrinya ini.

"Maafkan aku. Kapan kita akan berangkat?"

"Sesegera yang kita bisa, Kak Dietrich. Waktu yang disisakan oleh semesta harus kita gunakan sebaik mungkin."

"Aku akan meluangkan waktu esok lusa."

Sienna mengangguk dan bangkit dari tempat semula. Ujung roknya sempat dirapikan sebelum ia menanggapi yang lebih tua dan berbalik menuju kamar untuk mengistirahatkan diri.

"Baiklah, waktunya esok lusa. Aku hanya seorang anak perempuan yang tidak memiliki aktivitas apa pun selain bekerja di dalam rumah. Jadi, kita bisa berangkat kapan saja."

Dietrich tersenyum dan menganggukkan kepala, "Terima kasih, Sienna," ucapnya sebelum gadis itu hilang dari pandang netranya.

— [♡] ; À suivre. 

Évasion | ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang