Chapter 1

702 116 11
                                    

Évasion | Written by eosfos x xcharmel

Bagi seorang ksatria, mengabdi adalah hak dan kewajiban. Setaranya hal tersebut dengan sebuah perwujudan nyata dari bela negara yang tercatat dalam kitab undang-undang maupun adat istiadat. Dan tepat tujuh tahun lalu pada hari ini, Kerajaan Aldebaran dengan semarak gema sorak-sorai menyambut Dietrich Changbin Balthasar untuk mengucap janji ksatrianya di usia empat belas tahun. Lantas ia mengabdikan diri bagi keluarga kerajaan, menjadi sahabat karib bagi seorang putra mahkota kebanggaan seluruh negeri bernama Christophorus Bernard Achilles.

"Empat belas tahun berlalu, Dietrich. Dan selalu kau yang mampu kuandalkan," ucap Chris di tengah kegiatan mereka berlatih pedang di penghujung hari.

Dietrich tersenyum, menjatuhkan dirinya di atas dedaunan musim gugur yang menguning seraya mengingat kembali bagaimana musik mengalun, tawa menyeruak, serta makanan dan minuman yang mengenyangkan perut mereka hari itu. Indah rasanya ketika semua usaha kita terbayarkan dengan sebuah kesempatan besar serta menjadi seorang yang diandalkan bagi sahabat kita sendiri. Begitulah suasana bahagia dalam lubuk hati ksatria muda Kerajaan Aldebaran tersebut.

"Dietrich, pada suatu masa nanti, biarkan aku menjadi sahabat yang bisa kau andalkan juga."

"Bagaimana bila masa itu adalah hari ini, putra mahkota?"

Tepat pada dua hari lalu keluarga Dietrich mengundang salah satu keluarga bangsawan dan menyambut mereka dengan jamuan makan malam. Entah apa perjanjian yang terjadi, namun yang pasti Dietrich enggan menggenapi sebuah perjodohan bodoh antara dirinya dengan seorang putri bungsu keluarga sahabat ayahnya. Tidak masuk akal bahkan apabila merujuk pada kesetaraan masa hidup mereka, antara ksatria berusia dua puluh satu tahun dengan remaja berusia dua belas tahun.

"Mungkin ayah pikir aku bisa berbahagia dengan menikahi seorang bocah, Chris."

Chris tersenyum, ia menepuk bahu ksatria itu setelah mengembuskan napas beratnya bagai menghempas perhelatan surya dalam pendar samudra, "Temui aku sebelum fajar, biar aku yang membantumu dalam perjalanan panjang seusai tujuh tahun lamanya kau mengabdi bagi keluarga kami, Dietrich."

"Aku bukanlah seorang yang mampu melanggar sumpahku di hadapan ayahmu, Chris. Tidak mungkin aku melarikan diri dan melepaskan tanggung jawabku pada keluargamu hanya karena hal sekecil ini."

"Ini tentang perjodohanmu, Dietrich. Jika sejak awal kau telah enggan menyandingnya, bukankah jelas bila semua ini tidak sesuai dengan kehendak Tuhan?"

"Tetapi, Chris ... pergi mengembara dan keluar dari Aldebaran bukanlah hal yang mampu kulakukan dengan beban di pundakku atas nyawamu dan sumpahku."

"Jika begitu, maka pergilah. Lewati perbatasan atas kehendakku, Dietrich. Biarkan aku memberi sedikit napas bagimu setelah semua yang kau berikan kepadaku."

"Chris," ucap Dietrich dalam penggalan napas decrescendo yang tercipta di batas senja.

"Aku yang akan menyediakan perbekalan dan kudamu, sebelum ayam berkokok pastikan kata 'Amin' sudah terlebih dahulu terucap. Kau mengerti bukan, sahabatku?"

"Chris, jika suatu hari nanti aku kembali ... jangan pernah sia-siakan nyawa ini dan mintalah aku tunduk atas perintahmu lagi."

"Kau sahabatku, Dietrich, dan selamanya akan terus seperti itu. Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."

Remang tergantikan oleh gelap gulita, embus angin malam menusuk seakan tak rela melepas ksatria muda itu pergi melewati perbatasan. Cahaya lilin menerangi dengan samar pergerakan Dietrich, yang mengucap doa di hadapan Tuhan dengan berderai air mata dan membiarkannya terurai bebas pada baju zirah yang melekat pada tubuhnya. Ada rasa yang tak mampu tergambarkan dalam benak lelaki itu. Bahagia juga menderita dalam satu waktu, antara ucapan syukur namun juga tak henti-hentinya meruntuki diri sendiri sebab bersikap demikian seakan mengedepankan ego.

"... In the name of The Father, and of The Son, and of The Holy Spirit, Amen."

Dietrich menutup kitab suci dan mematikan lilin di hadapannya sebelum melangkah mendapati Chris yang menantinya di depan pintu katedral dengan satu peluk hangat menyiratkan rasa kasih juga kehilangan untuk melepas sahabatnya pada batas waktu yang tak mampu ia prediksi sama sekali.

"Jadi, bagaimana kau bisa luput dari penjagaan di istana?"

Chris tersenyum pongah, "Dengan cara menyamar dan melewati dapur milik pelayan kami. Sekarang, ikuti aku."

Menuruti titah sang sahabat, kedua mata Dietrich memancarkan binar ketika mendapati seekor kuda yang tertambat gagah di salah satu pohon depan katedral. Sadel dan perbekalan terpasang di atas punggungnya. Ketika makhluk putih berbadan besar itu mengangkat salah satu kaki, Dietrich dapat mengamati ladam yang mengilat sempurna. Sekilas memantulkan cahaya dari obor depan katedral di tengah gelapnya permulaan hari.

"Jangan bilang kau membelinya dari Peter Hansen, Chris?"

"Ya, walaupun aku harus menyelinap ke tokonya kemarin sore dan dihujani berbagai macam pertanyaan."

"Berapa harga yang harus kubayar untuk semua ini?"

"Kepingan koin emas itu tidak ada harganya dibanding kebahagiaanmu, Dietrich. Jadi, kumohon lupakan saja."

"Terima kasih, sahabatku, Putra Mahkota Aldebaran, Christophorus Bernard Achilles."

"Aku akan membencimu seumur hidup jika kau kembali menyerukan namaku seperti itu, Dietrich! Sampailah pada tujuanmu dengan selamat."

"Sampai bertemu, Chris!"

"Sampai bertemu juga. God is with us, Dietrich."

[♡] ; À suivre.

Évasion | ChanglixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang