Bab 14. Akan Pergi

130 6 0
                                    

Titik terendah dalam diri kita adalah disaat kita ikut tertawa dalam obrolan orang lain yang merendahkan kita.

******

"Dua bulan?!"

"Iya, aku ambil project ke Manhattan."

Dari awal, Agatha tak menyangka ia akan terjun ke dunia modeling tapi berkat teman kuliahnya ia dikenalkan dengan dunia modeling dengan alasan butuh uang tambahan. Dari awalnya yang hanya berniat untuk bekerja tapi sekarang modeling seperti hidupnya, ia mencintai dunia itu.

"Bagaimana dengan pekerjaan kamu di kantor?"

"Kali ini aku membintangi brand milik Dewangga karena brand kemarin aku tidak memperpanjang kontrak jadi aku diberi kebebasan oleh Pak Aksa untuk cuti selagi membintangi brand miliknya."

Gema terlihat pasrah, ia mendesah sambil menyenderkan kepalanya ke sandaran kursi. Walaupun ia tak ingin Agatha pergi tapi ia tidak bisa melakukan apapun. Agatha belum sepenuhnya miliknya dan ia tidak berhak mengatur.

Dua bulan bukan waktu yang singkat, berpisah sehari saja dengan Agatha, Gema tidak sanggup apalagi dua bulan.

"Lusa aku berangkat, besok kita habiskan waktu berdua. Hari ini aku harus siapin keperluan dan pamitan dengan Ayah Ibu."

"Lakukan yang kamu suka, Ta."

"Kamu paling ngertiin aku Gem."

Agatha tersenyum manis, bibir merah cherry itu berhasil meluluhkan hati Gema yang tadinya dongkol kini ikut tersenyum.

"Kita harus segera pulang, tidak aman bertemu di area publik begini, bisa saja Bella memergoki kita," ucapnya sembari mengitari pandangannya ke setiap ruangan di dalam kafe yang mereka tempati.

Seakan terhipnotis Gema mengangguk dan segera bergegas dari sana.

*****

"Kamu yakin bisa menjaga diri kamu di sana, Nak?" Juni khawatir setelah Agatha membei tahunya jika ia akan pergi ke luar negeri. Memang bukan pertama kalinya anak sulungnya itu pergi ke luar negeri tapi sebagai seorang Ibu tetap saja ia khawatir.

Agatha mengungguk mantap. "Yakin!"

"Mba Tata pernah bilang kalau tidak akan pernah lagi ambil project ke luar negeri tapi kenapa sekarang seyakin ini?"

Agatha memutar bola matanya, adiknya itu sangat membuatnya muak.

"Bayarannya gede," jawabnya datar.

Sedari tadi Ari Wibawa tidak bersuara, ia hanya memperhatikan dan sesekali membuang napas.

"Ayah gimana?" tanya Agatha.

"Terserah kamu," jawabnya sigkat.

Agatha sempat merenung sejenak tetapi setelah itu ia mengangguk-anggukan kepalanya.

"Oke, lusa aku berangkat!"

Bella memperhatikan ekspresi Gema yang sedari tadi hanya diam saat Agatha berpamitan ke luar negeri. Ekspresi pria itu biasa saja, tak terlihat terkejut sama sekali.

Dua kemungkinan kembali muncul dalam pikiran Bella, mungkin pria itu sudah tau atau memang sudah tidak peduli lagi.

Perbincangan Agatha di malam yang sunyi masih terdengar di indera pendengarannya, Juni yang khawatir dan Agatha yang sedang meyakinkan.

Lagi-lagi pikiran Bella bercabang kemana-mana. Agatha mungkin butuh uang lebih banyak, memang kakaknya itu tidak bicara secara langsung kepadanya atau kepada orang tuanya, namun Bella tau jika tanggungan kakaknya masih berat. Agatha masih menjadi tulang punggung keluarga.

FATE : Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang