Bab 19. Hanya Mencoba

237 8 4
                                    



Tatapan mata Axel sendu, pria tersebut menatap perut Bella yang kini sudah mulai membesar. Ia merasa sangat bersalah. Harusnya Bella berada di sisinya sekarang bukan berada di sisi pria lain yang bahkan kelihatannya tidak peduli dengan Bella.

"Are you okay Bell?" tanya Axel

"Iya gapapa, seperti yang kamu lihat aku baik-baik aja." 

"Maksudku pernikahanmu. Apa Gema sayang kamu? Gema memperlakukan kamu dengan baik, kan?" Axel cemas, di dalam lubuk hatinya paling dalam ia masih sangat mencintai wanita dihadapannya sekarang. 

"Xel, aku disini baik baik aja, liat kan sekarang aku sehat huh? Itu artinya Mas Gema memperlakukan aku dengan baik," jawah Bella dengan nada ketus.

Setitik air mata jatuh dari mata bening Axel, lagi. 

"Kenapa?" tanya Bella.

"Aku penyebab kamu hancur Bel, kamu harus menunda pendidikan kamu. Kalau ada apa-apa bilang ya Bel, aku siap bantu. Aku ... aku masih sayang kamu Bell " Axel menatap Bella sangat dalam, ia masih sangat mencintai wanita di depannya, sungguh kalaupun Bella meminta ia bertanggungjawab ia akan dengan senang hati menyanggupi walau anak yang dikandung Bella bukan darah dagingnya. 

"Bella, maaf." 

Bella mengangguk mencoba untuk memaafkan pria di depannya. Bagaimanapun juga bukan sepenuhnya salah Axel, ia yang melakukan kesalahan. 

******

Matahari sudah tak menampakkan sinarnya, namun Bella masi dilanda cemas dikarenakan suaminya belum juga pulang. 

Bella sadar jika suaminya itu belum bisa ah atau mungkin tidak bisa menerima takdir yang saat ini mereka alami. 

Menghembuskan napasnya pelan, Bella berjalan meraih figura foto yang berisi foto ia dan kakaknya semasa kecil. Sungguh Bella merasa jauh sekali jika dibanding kakaknya, waktu kecil pun Agatha sudah tumbuh cantik manis dengan kulit seputih susu, ia tidak sanggup jika harus bersaing dengan saudara kandungnya itu, ia kalah telak.

Lagipula Bella sepertinya tidak akan bisa bersaing dengan Agatha karena ia rasa sekarang dirinya bukanlah korban, ia adalah pemicu semuanya menjadi berantakan. 

"Simpan fotonya," ucap seseorang yang membuat Bella terlunjak. 

Ternyata suaminya itu baru pulang, dengan muka datar ia merebut figura foto yang ada di tangan Bella lalu meletakkannya di laci nakas. 

"Kenapa?"

"Bukan urusan kamu," jawab Gema dengan nada dingin. 

"Itu foto aku sama Mba Tata, jelas-jelas itu urusan aku, Mas." 

Bella seseorang yang gampang sekali melawan, berbeda dengan Agatha-pikir Gema. 

Sampai kapan Gema akan membandingkan antara Agatha dan Bella? Sampai Kapan Bella bisa menggeser Agatha sepenuhnya? 

Tak kunjung mendapat respon dari Gema, Bella pun bertanya lagi, "kenapa Mas?" 

"I still love her, paham? Jangan buat aku semakin tersiksa, Bella."

"Maaf," lirih Bella. 

Tanpa mengatakan apapun Gema mengambil handuk dan beranjak keluar dari kamar. 

Wanita itu hanya menatap nanar punggung sang suami, lagi-lagi air matanya menetes. 

I still love her, katanya. 

Sudah Bella tebak sampai kapanpun ia tidak bisa menjadi peran utama dalam kehidupan Gema, ia akan terus-menerus menjadi villain. Ia adalah orang jahatnya. 

Dan Bella mengakuinya. Ia Jahat.

"Mba, Bella jahat ya?" suaranya bergetar, sedetik kemudian ia terisak. 

Ia merasa bersalah, sungguh. 

Bella telah merebut apa yang seharusnya kakaknya itu miliki. 

Semua pengorbanan kakaknya ia balas dengan rasa sakit. 

Dan saat ini ia sungguh jahat, seharusnya ia yang mengalah, seharusnya ia tidak menginginkan Gema untuk mencintainya, seharusnya ia yang pergi. 


****


Meteskan air mata yang kini berurai tercampur dengan air shower adalah hal terlemah yang pernah Gema lakukan dan sekarang ia pun melakukannya. Entah kenapa ia menjadi selemah ini hanya karena perempuan. 

Kenapa kepergian wanita itu juga membawa pergi semangat hidupnya. Kenapa wanita itu tega? 

Gema menjambak rambutnya frustasi. Ia sungguh tidak tau arah. Agatha mengambil seluruh hidupnya, jadi bagaimana ia bisa hidup?

Gema, kalau kita menikah, kamu mau punya anak berapa? Ayo nanti kita didik sama-sama, janji ya? 

Suara Agatha terdengar jelas mengalahkan suara percikan air. 

Perempuan itu melanggar janjinya sendiri.

"Arrrrghhhh," erang Gema. 

Gena ingin sekali memutar waktu, ia sungguh tidak mau berada di titik ini. Ya Tuhan, Gema tidak sanggup. 

Kenapa sesakit ini Ya Tuhan? Kenapa Takdir-Mu sungguh menyiksa. 

Gema runtuh, ia terduduk di bawah guyuran shower. 

Air dingin yang menetesi punggung Gema tidaka bisa meredam rasa sakit yang ia rasakan. 

"Cabut saja nyawaku jika begini Ya Tuhan," lirih Gema terisak. 







Haiiiiiiiii

I'm Backkk

Sorryyyy kali ini pendek banget babnyaa


TBC

FATE : Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang