Bab 20. Demi dia

88 9 1
                                    





Memandangi langit yang sudah mulai berubah warna sembari menyesap satu batang yang mengandung nikotin, mengalirkan secuil ketenangan setelah kejadian yang menimpanya beberapa hari belakangan secara beruntun. 

Sialnya nikotin saja tidak cukup, ia butuh obat yang selama ini mampu membuatnya tenang tanpa merusak tubuhnya, obat berwujud manusia. Gadis itu, Agatha. Gadis yang membuatnya berhenti merokok, gadis yang membuatnya tenang dengan hanya melihat si empu tersenyum, sayangnya gadis itu dengan tega meninggalkannya. 

Drrt Drrtt

Getaran di ponselnya, menyadarkan Gema dari lamunan. Sederet nomer tidak dikenal muncul di layar ponselnya dan ia tau betul siapa pemilik di balik nomer tersebut. 

Dengan malas Gema menggeser tombol hijau. 

"Ada apa Bella?" tanyanya. 

"Aku pendarahan, kamu kesini ya." 

Belum sempat menjawab suara di sebrang sana, terdengar bunyi khas sambungan terputus. 

Dengan terburu-buru Gema melempar putung rokoknya, mengenakan jaket yang tadi ia sampirkan ke pundak dan beberapa kali men-dial nomer yang tadi menelponnya. 

Entah kenapa tiba-tiba ada rasa yang mengganjal di relung hatinya. 

Tak lama kemudian pesan dari Bella masuk, perempuan di sebrang sana mengirim share location dan mencantumkan nama ruang rawat inapnya. 


*****

Bau karbol dan obat-obatan langsung menusuk indra penciuman seorang pria yang kini setengah berlari dan nampaknya mencari sesuatu. 

Tak terhitung sudah berapa kali pria itu merapalkan doa. Gema memang brengsek dan sudah lama jauh dari Tuhan. Namun kali ini ia sungguh meminta dengan sangat agar doanya kali ini terkabul. Ia takut kehilangan lagi. 

Setelah menemukan ruangan yang ia cari, tanpa permisi ia membuka pintu ruang rawat inap tersebut dan benar saja disana ada Bella yang tampak pucat.

"Dia masih ada kan?" itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut Gema.

Dengan lemas Bella mengangguk. Sontak rasa yang tadi menghantui Gema luruh seketika. Tangannya yang tadi gemetar kini sudah mulai normal kembali. 

"Kamu kok bisa pendarahan? Kamu jaga anak aja gabisa huh?! Kamu kesini sama siapa? Tadi apa kata dokter?" tanya Gema sedikit emosi.

Bella yang mendengar itu malah terkekeh lemah membuat Gema makin kesal saja. 

"Kamu udah mulai perhatian eh?" goda Bella.

"Apasih Bella! Tinggal jawab, aku peduli karena kamau manusia, sesama manusia memang harus peduli." 

Hening beberapa saat

"Jawab Bell!"

Bella menarik nafasnya, "tadi waktu aku pipis tiba tiba keluar darah lumayan banyak, aku juga gatau kenapa dan aku kesini sendiri pesan taksi lagian Ayah Ibu masih di kampung. Sementara kata dokter aku gapapa, nanti katanya dokter mau jelasin lagi." 

"Lain kali telpon aku, ngerti?"

Lagi-lagi Bella terkekeh, lucu sekali melihat tingkah khawatir Gema. Bella juga tadi tanpa sengaja tadi Bella melihat tangan pria itu gemetar sesaat masuk ruang rawat inap ini. Bella menerka sesuatu.

"Kamu takut kehilangan anak kita Mas?"

Gema tidak menjawab, ia tidak bisa mengartikan rasa apa yang dirasakannya. 

Ia hanya ingin Ayah yang baik untuk calon anaknya setelah gagal menjadi suami. Setidaknya walau Gema brengsek namun nantinya anaknya bisa merasa kasih sayang seorang Ayah.

Tak mendapat jawaban dari suaminya itu, Bella pun meraih tangan pria tersebut dan meletakkannya di perutnya yg mulai buncit. 

"Kamu memang ga sayang sama aku, tapi aku tau kamu sayang sama calon anak kita. Mungkin dulu rasa takut kamu akan kehilangan Mba Tata lebih besar dan menutupi rasa sayang kamu ke anak ini. Kamu takut anak kita hilang kan Mas? Jangan denial mas. Setidaknya jangan malu untuk mengakui dan menunjukkan rasa sayang kamu ke anak kita ya?" 

Gema terdiam, ada rasa membuncah disaat Bella menyebut anak kita. Ia tidak menyangka sebentar lagi akan menjadi sosok ayah. 

Tujuannya sekarang adalah menjaga anaknya dan mungkin juga Bella. Ia ingin anaknya nanti tumbuh bahagia dan penuh kasih sayang kedua orang tua. 

Tatapan Gema beralih kepada Bella.

Ia juga harus menjaga Bella untuk anaknya nanti. 

"Bell," panggilnya.

"Kenapa Mas?" 

"Aku ingin belajar menjadi ayah untuk dia, dan aku ingin belajar menjadi suami yang lebih baik untuk kamu Bella. Demi anak aku." 

Bella menahan senyumnya agar tidak terlalu lebar. Hatinya berdetak saat mendengar kata-kata yang keluar langsung dari mulut suaminya itu. Kalimat yang sangat dinanti olehnya. 

"Pasti, pasti aku akan ada di samping kamu selama kamu belajar, Mas." 

"Tapi-" 

"Ada syaratnya?" potong Bella. 

Gema mengangguk, "jangan minta aku untuk cepat mencintai kamu Bella. Aku masih sangat mencintai Tata. Tapi aku akan belajar mulai sekarang." 

"Ga masalah Mas Gema. Aku akan sabar nunggu kamu. Terimakasih sudah mau belajar."

Hari ini Gema akan belajar menghilangkan rasa cintanya kepada Agatha. Tapi satu yang Gema yakini wanita yang dulu mengisi seluruh relung hatinya akan tetap mendapat tempat tersendiri di hatinya namun ia akan belajar menempatkan Bella di hatinya dan menjadikan ia seorang yang dominan di hatinya.

Ini semua demi anaknya.








I'm Comebackkk

Hihi maaaf editnya pakai hp jadi mungkin agak aneh dan banyak typoo.


5 vote aku lanjuut bab 21

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FATE : Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang