Bab 7. Cincin

143 8 0
                                    

Jatuh cinta itu mudah begitu pula dengan patah hati.


****

Berdua di rumah dengan suami terasa indah didengar tapi bagi Bella dan Gema hal itu membuat mereka tak nyaman.

Agatha sudah pergi beberapa menit yang lalu setelah bersiap-siap dan berdandan rapi.

Dan di rumah hanya ada pasangan yang beberapa hari lalu baru saja menikah. Pikiran pasangan baru itu berkelana dengan jalannya yang berbeda-beda,

Gema memikirkan Agatha yang pergi. Ia takut Agatha kenapa-napa, pasalnya Agatha tak pernah berpergian disaat kalut.

Dan Bella tengah memikirkan kandungannya, pendidikannya serta kelanjutan hubungannya dengan Gema. Pendidikannya terpaksa berhenti dan setelah anaknya lahir apakah ia akan melanjutkan? Sepertinya terlalu beresiko. Lalu pernikahannya dengan Gema, apakah akan bertahan lama? Bagaimana nasib anaknya nanti jika Gema benar-benar pergi meninggalkannya?

Sekiranya begitulah pikiran mereka.

Sekarang mereka berdua memang sedang bersama tapi rasanya mereka tengah sendiri. Kehadiran masing-masing dari mereka sungguh tak diharapkan. Masing-masing dai mereka memiliki jalan yang berbeda tapi malah disatukan. Mereka sama-sama tak ingin berada di hubungan seperti ini. Mereka tidak mencintai satu sama lain atau mungkin salah satu diantara mereka. Dan posisi seperti ini sungguh memuakkan bagi mereka.

"Aku ke kamar ya?" izin Bella, bagaimanapun juga Gema adalah suami sahnya maka dari itu ia wajib menghormati.

"Kenapa buru-buru?" ujarnya balik bertanya.

"Pegel Mas, mau rebahan."

Gema berpikir sejenak, daripada posisi mereka tidak nyaman seperti ini ia mempunyai ide.

"Kita check up, mau?"

Sontak hal itu membuat Bella tak bisa menahan senyumannya dan langsung mengangguk.

Entah kenapa bagi Bella, check up dengan Gema sangat membuat hatinya gembira, mungkin hal itu karena hormon ibu hamil dan permintaan janin mereka.

*****

Senyuman Bella mengembang tatkala melihat janinnya yang masih terlihat sangat kecil di layar monitor dan mendengar detak jantung janinnya. Sesederhana itu kebahagiannya sekarang.

Bella bahagia melihat dan mendengar semua ini. Begitu juga dengan Gema, Walau ia hanya tersenyum sangat tipis tapi tak bisa dipungkiri jika muncul perasaan senang yang membuncah dalam dirinya. Tapi Gema mesih berandai-andai jika yang mengandung anaknya adalah Agatha.

"Kalau boleh tau, ini kehamilan keberapa ya?" tanya dokter itu.

"Pertama dok," jawab Bella. 

"Kandungan Ibu Bella sangat sehat dan janinnya kuat, tapi Pak Gema juga harus menjaga karena usia kandungan Ibu Bella termasuk rawan apalagi ini kehamilan pertama," Jelas dokter kandungan yang Bella kunjungi.

"Baik dok," ucap Bella tak bisa menutupi senyum lebarnya.

"Apa ada keluhan selama ini Bu?" tanya dokter itu lagi sambil membereskan alat yang tadi digunakan untuk melihat jabang bayinya.

"Belum ada dok,"

"Mual mungkin? Atau pusing?"

Bella kembali menggeleng lalu memandang Gema yang sedari tadi hanya diam, ia pun diliputi berbagai pertanyaan. Apakah Gema tidak bahagia dengan semua ini? Gema mungkin tidak menginginkan bayi itu.

Gara-gara bayi itu, Gema harus putus dengan Agatha.

Bella kemudian melirik ke tangan Gema. Cincin pertunangan suami dengan kakaknya bahkan masing tersemat manis di jari manis tangan kiri pria itu, seakan pertanda kalau Gema tidak bisa melupakan Agatha.

FATE : Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang