"Jadian sama si Aji ya?"
"Enggak!"
"Kenapa gak jadian aja?"
"Teh Lia, dengerin.. Una sama Aji cuma temen gak bisa lebih"
Lia mendekat pada Una, jari telunjuknya menunjuk kearah lapangan basket, "ganteng gitu dianggurin?" Ujarnya.
Una terdiam sebentar lalu menoleh penuh pada Lia, "Teh.." Katanya.
"Apa?"
Jari telunjuk Una kini gantian menunjuk ke sisi lapangan basket, "Jaenud sama Eno? Ganteng gitu dianggurin?" Ujarnya kini membalikan.
Pandangan Lia menuju dua lelaki yang duduk lesehan disisi lapang basket, menunggu giliran untuk masuk ke lapangan.
Yang satu, rambutnya tidak terlalu berantakan walau disekitar pelipisnya terdapat sedikit keringat bercucuran, seragamnya tidak terlalu kusut, namun dicelana bagian lututnya terdapat robekan bekas jatuh dari motor dan bergesekan dengan aspal.
Yang satunya lagi, rambutnya udah berantakan, wajahnya kena cahaya matahari buat dia jadi mengerutkan dahinya karna silau, seragamnya kusut, dan sepatu hitam yang terdapat coretan tipe x warna putih bertuliskan 'americano 8 shot!'.
Lia meneguk ludahnya, membenarkan duduknya kini.
"Kalo yang naksir masih satu tongkrongan mending gak usah deh, emang sih cowok kalo masalah beginian gak bakal berlanjut jadi panjang kayak hal nya cewek-cewek. Tapi, kayak-"
"Iya, ngerti. Lebih baik gak sama satu pun daripada nanti mereka jadi saling jauh mendingan aku yang ngejauh"
"Ya pokoknya mending gak usah deh.." Katanya.
Lia menggigit bibir dalamnya, Lia pengen jelas... Tapi, Lia gak nemu jawabannya. Lia beneran gak bisa menentukan, serius.
"Eh, katanya bakal ada prom night ya kelas dua belas?" Tanya Una.
"Iya ada, belum dibahas lagi sih tapi bakal ada," jawab Lia.
Una mengangguk. Ponselnya yang ia letakan disaku roknya bergetar kecil. Membuatnya merogoh saku dan mengambil ponselnya.
Raji : una coba liat ke sisi lapang
Una refleks melihat kedepan, dimana matanya langsung tertuju pada lelaki jangkung yang duduk disisi lapangan.
Raji : hehehehehehe
Una mengerucutkan bibirnya kecil, lalu jarinya mengetik pada layar ponsel.
Una : gak jelas
Raji : emang suka gak jelas tapi suka una mah udah jelas
Una melihat kearah Raji, Raji juga melihat kearah Una.
Una berdiri buat Lia yang hanya melamun melihat pohon rimbun disampingnya jadi mendongak.
"Duluan ke kelas ya teh"
"Oh iya sok"
Una berbalik, baru melangkahkan kaki, ponselnya bergetar lagi menandakan ada chat masuk.
Raji : mau kemana
Una : kantin
Raji : sama
Una : kok ngikutin?!
Raji : mau beli minum, haussss!
Una hanya membaca chat dari Raji tanpa membalasnya dan pergi dari tempatnya menuju kantin.
Sedangkan, Lia menghela nafas. Memperhatikan Jaenud dan Eno yang mulai masuk ke lapangan. Tinggi mereka hampir sama apalagi diliat dari belakang udah kayak anak kembar.
Cowok yang memiliki nama panggilan Jujun itu berjalan keluar dari area lapangan menuju koridor kelas.
Masuk ke kelas dan duduk dibangkunya.
"Heh!"
Jujun hanya menempelkan wajahnya pada meja tak menghiraukan cewek yang berdiri disebelahnya.
"Minggu ini lo belum bayar uang kas"
Jujun menutup kedua matanya, pura-pura tak mendengar.
"Jun!"
"Jujun!"
"Mas Jujun!"
Jujun refleks membuka matanya, menegakan tubuhnya lalu menoleh pada cewek yang berdiri disebelahnya.
"APASIH SAN?? APA????"
Jujun mendecak, berdiri menghadap kearah Susan tepat buat Susan meneguk ludah, membeku.
"MAU LO APA SAN???"
Jujun bisa liat jelas bahwa Susan kicep namun Susan langsung menguasai ekspresinya.
Tak kalah galak dari Jujun.
"KOK LO JADI MARAH SIH?!"
"GANGGU, LO GANGGU."
Jujun kembali duduk, menghela nafasnya.
"KENAPA? MARAH?"
Jujun mendelik kesal, menoleh pada Susan yang melihat kearahnya.
"Iket rambutnya, gerah. Jelek banget diliatnya."
"Bukan urusan lo"
"Berarti kalo gue marah juga bukan urusan lo"
"Tapi lo marahnya ke gue kan?"
"Kenapa gue harus marah sama lo? Gue berhak marah? Marah kalo tau lo nanti prom night sama Dipta?"
Susan membulatkan matanya.
Kaget, ya jelas kaget lah.
"Susan, gue mau lo sama gue....."
Dengan bergetar kecil, Susan membuka mulutnya, "lo suka gue?"
"Enggak."
Itu jawaban Jujun.
Saat Susan pergi dari hadapannya, baru Jujun mengusap wajahnya kasar.
Bukan itu yang harusnya Jujun ungkapkan bukan itu juga jawaban yang Susan pengen.
Susan : gue pinjem buku catatan, ada dilaci meja
Susan : lupa balikin, ambil aja
Jujun berdiri dari duduknya, menuju ke bangku Susan. Mengambil buku dilaci meja. Lalu kembali duduk.
Terdiam menatap kosong papan tulis didepannya.
Prom night hanya sekedar formalitas pesta perpisahan, bukan apa-apa.
Jadi, gak apa-apa.
Terserah.
**
pusing batok ainggggg
KAMU SEDANG MEMBACA
Demokrasi Rasa 00l | ✔
Ficção AdolescenteRelasi, harmoni, komedi, asmarasasi. Semua terjadi disini bersama, Herpan, Jujun, Jaenud dan Eno. Pemuda yang membentuk negara kesatuan sendiri dengan menjungjung kebebasan rasa romansa pada pujaan hati.