Herpan : hai, ruyi
Herpan : ini chat yang ke sepuluh dihari ini
Herpan : aku gak akan maksa buat kamu bales
Herpan : tapi mending bales aja daripada harus tanya tanya ke lia
Herpan : hehehehehe
Pagi ini Herpan sengaja gak langsung keluar kamar, ia masih merebahkan dirinya diatas tempat tidur dengan ponsel yang ia mainkan sejak satu jam lalu.
Salah satu alasan kenapa Herpan berani chat Ruyi lagi adalah Lia. Lia, kasih tau kalo Ruyi suka nanyain Herpan. Buat Herpan ngerasa, ternyata bukan Herpan aja yang mikirin Ruyi ternyata sebaliknya.
Tapi,
Untuk tetap berharap Ruyi jadi miliknya kayaknya susah. Harus pake kata izin dan hormat telapak tangan sejajar dengan alis, gak sih?
Dengan perasaan gusar, Herpan menduduki diri kini. Melihat tanda jika Ruyi 'online' namun tak membaca chat dari Herpan, benar-benar buat Herpan tak sabar dan mendengus, memberanikan diri untuk melakukan panggilan telpon.
Alih-alih panggilannya terjawab yang ada pop up chat muncul,
Ruyi : lagi dikereta
Jarinya beralih pada papan keyboard dilayar ponsel,
Herpan : mau kemana?
Ruyi : rumah ibu
Herpan mematikan ponselnya, turun dari tempat tidur dengan segera masuk ke kamar mandi dan bersiap untuk menemui Ruyi distasiun kereta.
Ini tuh perjuangan tau, memang terdengar klise dan omong kosong tapi ya faktanya begitu.
Walau entah perjuangan untuk mendapatkan hati atau malah mendapatkan maaf.
Seperti dua pemuda yang berdiri tepat didepan pintu.
"Gue yang bilang duluan"
"Gue dong"
"Siapa yang awalnya deket sama Lia? Gue dong berarti gue"
"Itu dulu, sekarang ya sekarang. Gue duluan!"
"Gue duluan anjir No"
"Tadi yang sampai duluan siapa? Gue Nud"
Pintu terbuka buat mereka berdua mengatupkan bibirnya. Diam dengan seribu kata melihat cewek berambut panjang itu hanya memakai kaos hitam kebesaran dan celana denim pendek.
"Kalo kalian berdua ribut terus, dengan senang hati aku bisa telpon satpam?"
"Jangan atuh Yaaaa..."
"Jangan Lia, ngerepotin satpam"
"Terus kalian berdua gak ngerepotin aku gitu?"
Eno meraih telapak tangan Lia. Jaenud yang tadinya melirik sekilas kini jadi membelalakan matanya. Tanpa omongan apapun, kepalan tangannya langsung memukul lengan Eno.
Lagian, pake gandeng-gandeng.... Lagi nyebrang juga enggak.
"Udah Ya, nih liat..." Jaenud membuka tas ransel yang ia bawa.
Eno melirik dengan kedua alisnya berkerut, "jadi sales mixer lo? Mau demo produk?" Ujarnya.
Jaenud mengeluarkan buku tebal, memukulkannya pada punggung Eno, "gue tendang juga lo lama-lama!" Sahutnya.
Tanpa memperdulikan umpatan Eno, Jaenud hanya melihat kearah Lia, memberikan buku tebal itu.
"Yaya, karna kita sama-sama ke unpad jadi kita belajar bareng buat sbmptn nya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Demokrasi Rasa 00l | ✔
Novela JuvenilRelasi, harmoni, komedi, asmarasasi. Semua terjadi disini bersama, Herpan, Jujun, Jaenud dan Eno. Pemuda yang membentuk negara kesatuan sendiri dengan menjungjung kebebasan rasa romansa pada pujaan hati.