04. Para Ciwi

54 9 15
                                    

Libur semester telah usai, waktunya Keenan dan Hendery kembali kuliah.

Hendery dan Keenan berkuliah di kampus yang sama namun beda jurusan. Keenan kedokteran dan Hendery Seni.

Walaupun berkuliah di kampus yang sama, Hendery jarang bertemu Keenan saat Keenan tinggal di rumah nenek 2 tahun belakangan karena sama-sama sibuk.

Hari sudah sore, Hendery baru saja menyelesaikan kuliahnya hari ini.

Cowok itu sedang menikmati es campur di salah satu kedai bakso yang juga menyediakan es campur.

Ia melirik dari ujung matanya, melihat seorang gadis duduk tidak tenang, seperti ingin berdiri namun urung. Hendery tak acuh dan kembali fokus memakan es campurnya. Namun gadis tadi benar-benar menganggu pandangannya, ia jadi gemas sendiri melihat gadis itu terlihat tidak nyaman.

"Mbak..." panggil Hendery.

Gadis tersebut menoleh dan menaikkan alisnya, raut mukanya terlihat bingung dan panik.

"Butuh bantuan?" tanya Hendery.

Gadis tersebut melihat ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada orang yang memperhatikannya, lalu ia memberi isyarat untuk mendekat.

Hendery ikut melihat ke sekelilingnya, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Gue?" tanya Hendery.

Gadis itu mengangguk.

Hendery masih kebingungan, namun perlahan mendekat dan berniat duduk di kursi sebelah gadis tersebut.

"Eh, jangan deket-deket!" Hendery terkejut, lalu perlahan mundur dan duduk di kursi berjarak 6 kursi dari gadis tadi.

"Ya jangan jauh-jauh juga!" seru gadis itu.

"Tadi katanya jangan deket-deket," ujar Hendery serba salah.

"Iya, tapi kamu kejauhan, sini deketan." Gadis itu menepuk kursi yang berjarak 2 kursi darinya.

Hendery duduk di kursi tersebut lalu menaikkan alisnya heran. "Ada apa ya, Mbak?" tanya Hendery.

"Nggak usah panggil Mbak, tua banget gitu kesannya," ujar gadis itu.

"Terus harus panggil apa?"

"Namaku Ashana, boleh panggil Ashana atau panggil aja Ashan." Gadis itu mengulurkan tangannya.

Hendery membalas uluran tangan Ashana. "Ashan? nggak sekalian asin aja, Mbak?" Hendery tertawa kecil.

"Nama bagus-bagus dibilang asin. Oiya, kan udah dibilang jangan panggil Mbak." Ashana memutar bola matanya.

"Oke, Ashan. Perlu bantuan nggak? Dari tadi keliatan gelisah banget soalnya." Hendery bertanya baik-baik.

"Nama kamu," ujar Ashana.

"Nama gue? Kenapa?"

"Hai, Kenapa." Ashana tersenyum sengaja dibuat-buat.

"Oh itu maksudnya, nama gue Hendery," ujar Hendery.

Ashana mengangguk, lalu selang beberapa detik tersadar. "Oh iya, Hendery, aku mau minta tolong, bisa nggak?" Tanya Ashana.

"Selama gue sanggup, gue bakal tolongin," balas Hendery.

Ashana justru terlihat makin gelisah, bibirnya seperti ingin mengatakan sesuatu namun urung. Melihat lawan bicaranya tak kunjung membuka suara, Hendery kembali ke mejanya untuk mengambil sisa es campur dan kembali ke kursi berjarak 2 kursi dari tempat Ashana duduk.

"Jadi minta tolongnya?" tanya Hendery.

Ashana mengangguk.

"Ya udah, ngomong dong," celetuk Hendery.

Doesn't Feel Like HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang