10. New member

40 6 29
                                    

Kala tidak tau kalau kembarannya itu mengajak Shula untuk mencari baju. Sedari tadi ia hanya berjalan malas di belakang kedua gadis yang merasa pusat perbelanjaan hanya milik mereka berdua saja.

Kala sih udah dapet bajunya dari kapan tau. Biasalah, cewek ribet. Apalagi pas tau kalau di acara prom ada penghargaan untuk penampilan terbaik, sepertinya para gadis makin berapi-api untuk tampil dengan pakaian terbaik.

"Buruan napa ... Cape nih," keluh Kala. Ia berjalan sambil menghentakkan kakinya.

"Aku udah dapet, fiks yang tadi aja. Sekarang tinggal Shula," tutur Kalia.

Kala mengangguk malas dan tetap mengikuti dua orang itu masuk ke dalam salah satu toko.

"Lah, ini kan udah kita datengin tadi, kok ke sini lagi?!" protes Kala.

"Ada baju yang srek disini, udah nggak usah cerewet!" seru Kalia, ia menarik tangan kembarannya masuk ke toko.

"Mending yang ini atau yang ini, ya?" Shula memamerkan dua dress pada Kalia.

"Menurut kamu bagusan yang mana?" Kalia malah bertanya pada Kala.

"Nggak tau. Kenapa nanya aku? Kan yang mau pake bajunya dia bukan aku."

"Kita tuh harus melihat dari sudut pandang laki-laki. Menurut kamu lebih cantik yang mana?"

Kala berdecak. "Dua-duanya. Kalo yang pakenya cantik, mau pake baju gembel juga tetep cantik!"

Shula tersipu malu, sebisa mungkin menahan senyumnya. Secara tidak langsung Kala memujinya cantik. Jantungnya berdegup kencang. Ayolah, masa cuma dibilang cantik aja deg-degan.

Eh, wajar dong kalo deg-degan, kan yang mujinya seorang Kala. Orang yang dia sukai selama 2 tahun belakangan.

Shula menggeleng cepat, ia malah terlarut dengan pikirannya sendiri.

"Aku coba aja kali ya?"

Shula mengambil dress berwarna putih yang ia pilih lalu masuk ke ruang ganti. Bajunya sangat simple, mudah digunakan. Ia bercermin sebentar, memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri untuk melihat bagian samping dress-nya.

Lalu dia keluar dari ruang ganti, meminta pendapat Kalia untuk menilai dress yang ia kenakan.

"Menurut aku sih bagus, kalo kamu gimana?" tanya Kalia pada Kala.

Kala mendengus. Kenapa malah minta pendapatnya? Tapi karena malas ribut, Kala iya-iya aja. Biar cepet pulang. "Bagus, tapi terlalu biasa. Pasti banyak temen-temen lain yang pake warna putih, entar lo nggak ke-notice.

Kalia mengangguk. "Bener juga tuh."

Akhirnya Shula memilih dress lainnya yang berwarna merah terang. Awalnya ia tidak percaya diri jika memakai baju yang mencolok karena akan menjadi pusat perhatian orang-orang. Tapi karena Kala bilang, "Peduli amat lo sama tanggapan orang-orang, terserah lo lah mau pake baju apa aja. Ngapain mereka sewot!"

Padahal kalimat yang Kala lontarkan tidak ada unsur memujinya sama sekali, tapi rasa percaya diri Shula mendadak meningkat pesat memakai baju itu.

Karena sudah jam 11, perut mereka sudah terasa lapar. Mereka mau makan dulu sebelum pulang. Kalia pergi ke kamar mandi sebentar, membuat Shula dan pujaan hatinya hanya berduaan di meja mereka.

Maksudnya, Shula yang merasa hanya berdua saja, padahal banyak orang lainnya. Itulah kehebatan orang yang sedang dimabuk cinta, restoran serasa milik berdua, yang lainnya anggap saja pelayan.

Kala fokus dengan ponselnya. Shula mengulum bibir, dalam hatinya ia ingin Kala mengajaknya bicara. Huh, kalau sama Kala bawaannya halu terus, udah tau nggak bakal kejadian, tapi tetep aja berharap, dasar.

Doesn't Feel Like HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang